Senin, 10 September 2012

filsafat al kindi


FILSAFAT AL-KINDI

A. Pendahuluan
Al-Kindi adalah filosof Islam pertama yang berupaya mempertemukan ajaran Islam dengan filsafat Yunani. Sebagai seorang filosof, al-Kindi lebih mengandalkan kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama, diakui keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karena itu, menurut al-Kindi, diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan. Dengan demikian, al-Kindi tidak sependapat dengan para filosof Yunani dalam hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Misalnya, tentang kejadian alam berasal dari ciptaan Tuhan yang semula tidak ada. Al-kindipun berbeda dengan pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi. Oleh karena itu, al-Kindi bukan termasuk filosof yang dikritik al-Ghazali dalam kitabnya: Tahafut al-Falasifah (Serangan terhadap para filosof).

B. Definisi Filsafat al-Kindi
Definisi filsafat menurut al-Kindi adalah sebagai berikut:
1. Filsafat terdiri dari gabungan dua kata: philo (sahabat) dan Sophia (kebijakan). Filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Definisi ini berdasarkan etimologi Yunani.
2. Filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Definisi ini merupakan definisi fungsional.
3. Filsafat adalah latihan untuk mati. Yaitu bercerainya jiwa dari badan, mematikan hawa nafsu untuk mencapai keutamaan. Definisi ini merupakan definisi fungsional.
4. Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang dirinya. Definisi ini menitikberatkan pada fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri.
5. Filsafat adalah mengetahui tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh, baik esensinya maupun kausa-kausanya. Definisi ini menitikberatkan pada sudut pandang materinya.
Menurut al-Kindi, filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang pertama yakni kausa dari semua kebenaran. Filosuf yang sejati adalah filosuf yang memiliki pengetahuan tentang yang utama. Pengetahuan tentang kausa (penyebab) lebih utama daripada pengetahuan tentang akibat. Orang akan mengetahui realitas secara sempurna jika mengetahui pula yang menjadi kausanya (penyebabnya).




C. Filsafat al-Kindi
1. Epistemologi
Al-Kindi menyebutkan adanya tiga macam pengetahuan manusia. Pertama, pengetahuan indrawi. Kedua, pengetahuan yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal atau rasional. Ketiga, pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan yang disebut pengetahuan isyraqi (iluminasi).
a. Pengetahuan indrawi.
Pengetahuan indrawi terjadi secara langsung ketika orang mengamati terhadap objek-objek material. Pengetahuan indrawi ini tidak memberi gambaran tentang hakikat suatu realitas. Pengetahuan indrawi selalu bersifat juz'iy (parsial). Pengetahuan indrawi sangat dekat pada pengindraannya, tetapi jauh dari gambaran tentang alam pada hakikatnya.
b. Pengetahuan rasional.
Pengetahuan tentang sesuatu yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal sifatnya universal, tidak parsial. Objek pengetahuan rasional ialah genus dan spesies, bukan individu. Orang mengamati manusia berbadan tegak dengan dua kaki, pendek, jangkung, berkulit putih, dan lain sebagainya. Semua ini akan menghasilkan pengetahuan indrawi. Tetapi jika orang mengamati manusia dan menyelidiki hakikatnya sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk berfikir, maka pengetahuan tersebut diperoleh dengan akal atau rasional, dan telah mencakup semua individu manusia.
c. c. Pengetahuan isyraqi.
Al-Kindi mengatakan bahwa pengetahuan indrawi saja tidak akan sampai pada pengetahuan yang hakiki tentang hakikat sesuatu. Pengetahuan rasional terbatas pada pengetahuan tentang genus dan spesies. Banyak filosof yang membatasi jalan memperoleh pengetahuan pada dua jalan tersebut. Al-Kindi, sebagaimana filosuf isyraqi lainnya, mengingatkan adanya jalan lain untuk memperoleh pengetahuan lewat jalan isyraqi (iluminasi). Yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh dari pancaran Nur Ilahi. Puncak dari jalan ini ialah wahyu yang diperoleh para nabi yang berasal dari Tuhan.
Selanjutnya, al-Kindi mengatakan bahwa selain Nabi mungkin ada sebagian orang yang mampu memperoleh pengetahuan isyraqi meskipun derajatnya di bawah yang diperoleh para nabi yang berasal dari wahyu Tuhan. Hal ini mungkin terjadi pada orang-orang yang suci jiwanya.

2. Metafisika
a. Filsafat ketuhanan.
Pandangan al-Kindi tentang ketuhanan sangat sesuai dengan ajaran Islam. Bagi al-Kindi Allah adalah wujud yang sebenarnya. Allah akan selalu ada dan akan ada selama-lamanya. Allah adalah wujud yang sempurna, tidak didahului oleh yang lain. Dia tidak berakhir. Sedangkan wujud yang lain disebabkan adanya Allah.
Menurut al-Kindi, benda-benda yang ada di alam ini mempunyai dua hakikat: sebagai juz'i (parsial) yang disebut 'aniah. Dan hakikat sebagai kulli (universal) yang disebut mahiyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies.
Tujuan akhir dalam filsafat adalah untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan tentang Tuhan. Allah dalam filsafat al-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti 'aniah dan mahiah. Allah tidak 'aniah karena Allah bukan benda yang mempunyai sifat fisik dan tidak pula termasuk benda-benda di alam ini. Allah tidak tersusun dari materi dan bentuk. Allah Tidak mahiah karena Allah tidak berupa genus atau spesies. Bagi al-Kindi, Allah adalah unik. Dia hanya satu dan tidak ada yang setara denganNya. Dialah yang benar pertama, dan yang benar tunggal. Selain dariNya semuanya mengandung arti banyak.
Untuk membuktikan adanya Allah, al-Kindi memajukan tiga argument. Pertama, baharunya alam. Kedua, keanekaragaman dalam wujud. Ketiga, kerapian alam.
Tentang dalil pertama, yakni baharunya alam, al-Kindi berangkat dari pertanyaan, "apakah mungkin sesuatu menjadi sebab bagi wujud dirinya?". Menurut al-Kindi, tidak mungkin, karena alam ini mempunyai permulaan waktu, dan yang mempunyai permulaan pasti berakhir. Oleh karena itu, setiap benda ada yang menyebabkan wujudnya dan mustahil adanya benda tersebut menjadi penyebab wujudnya. Hal ini berarti alam semesta sifatnya baru, dan diciptakan oleh yang menciptakannya, yakni Allah.
Tentang dalil kedua, yakni keanekaragaman dalam wujud, al-Kindi menyatakan bahwa terjadinya keanekaragaman dan keseragaman ini bukan secara kebetulan, tetapi ada yang menyebabkan atau merancangnya. Sebagai penyebabnya, mustahil jika alam itu sendiri yang menyebabkannya. Jika alam yang menjadi sebab, maka akan terjadilah tasalsul (rangkaian) yang tidak akan ada habisnya. Sementara itu, sesuatu yang tidak berakhir tidak mungkin terjadi pada alam ini. Oleh karena itu, penyebabnya harus yang berada di luar alam itu sendiri, yakni zat yang Maha dahulu. Dialah Allah Yang Maha Esa.
Tentang dalil ketiga, yakni kerapian alam, al-Kindi menegaskan bahwa alam empiris ini tidak mungkin teratur dan terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan mengendalikannya. Pengatur dan pengendalinya tentu yang berada di luar alam. Ia tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda atau fenomena-fenomena yang ada di alam ini. Zat itu tiada lain adalah Allah SWT.
b. Filsafat alam.
Di dalam risalahnya yang berjudul al-Ibanat 'an al 'illat al-Fa'ilat al-Qaribat fi kawn wa al-Fasad, pendapat al-Kindi sejalan dengan Aristoteles bahwa benda di alam ini dapat dikatakan wujud yang aktual apabila terhimpun empat 'illat, yakni: materi benda, bentuk benda, pembuat benda, manfaat benda.
Tentang barunya alam, al-Kindi mengemukakan tiga argumen, yakni gerak, waktu, dan benda. Benda untuk menjadi ada harus ada gerak. Masa gerak menunjukkan adanya zaman. Adanya gerak tentu mengharuskan adanya benda. Mustahil jika ada gerak tanpa ada benda. Ketiganya sejalan dan pasti berakhir.
Pada sisi lain, benda mempunyai tiga dimensi: panjang, lebar, dan tinggi. Ketiga dimensi tersebut membuktikan bahwa benda tersusun. Dan setiap yang tersusun tidak dapat dinamakan kadim. Apabila zaman kadim ditelusuri ke belakang tentu saja tidak akan sampai pada akhirnya, karena ia tidak mampunyai awal. Begitu pula zaman yang tidak mempunyai awal pada masa lampau tentu tidak akan sampai pada masa sekarang. Oleh karena itu, zaman yang sampai pada masa sekarang ini bukan kadim, melainkan baru.
Dalam pandangannya tentang alam, al-Kindi menolak secara tegas terhadap pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam semesta ini tak terbatas atau kadim. Pendapat al-Kindi tentang barunya alam sama dengan pendapat kaum theologi muslim dan berbeda dengan pandangan kaum filosof muslim yang datang sesudahnya yang menyatakan bahwa alam ini kadim. Telah dijelaskan juga bahwa Alquran hanya menginformasikan bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah SWT. Akan tetapi, Alquran tidak menginformasikan secara detail tentang proses penciptaannya.
c. Filsafat Jiwa.
Jiwa merupakan unsur utama bagi manusia, bahkan ada yang mengatakan sebagai intisari dari manusia. Kaum filosof muslim memakai kata al-nafs (jiwa) terhadap apa yang diistilahkan Alquran sebagai al-ruh. Kata ini telah masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi nafsu, nafas, dan roh.
Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW tidak menjelaskan secara tegas tentang roh atau jiwa. Bahkan Alquran sebagai sumber pokok ajaran Islam, menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah dan bukan urusan manusia.
Sebagaimana jiwa dalam filsafat Yunani, al-Kindi mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith (tunggal, tidak tersusun, tidak panjang dan tidak lebar). Jiwa mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansinya berasal dari Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan Ilahi. Sementara itu, jisim (tubuh) mempunyai hawa nafsu dan amarah.
Argumen tentang perbedaan jiwa dengan badan, menurut al-Kindi, jiwa menentang keinginan badan. Apabila nafsu marah mandorong manusia untuk melakukan kejahatan, maka jiwa menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa yang melarang tentu tidak sama dengan badan sebagai yang dilarang.
Dalam hal ini, al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa manusia sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua unsur, yakni materi dan bentuk. Materi ialah badan. Bentuk ialah jiwa manusia. Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa materi atau badan, dan begitu pula sebaliknya. Pendapat ini mengandung arti kemusnahan badan membawa kemusnahan jiwa. Namun pendapat al-Kindi dalam masalah ini lebih dekat pada pendapat Plato yang mengatakan bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accident. Binasanya badan tidak membawa binasanya jiwa. Di sisi lain al-Kindi juga menolak pendapat Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam ide.

3. Etika
Di muka telah disebutkan beberapa definisi filsafat yang disajikan al-Kindi. Sebagai contoh: filsafat adalah upaya meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh akal manusia. Yang dimaksud dengan definisi ini ialah agar manusia memiliki keutamaan yang sempurna. Filsafat sebagai latihan untuk mati. Yang dimaksud dengan definisi ini ialah mematikan hawa nafsu. Mematikan hawa nafsu ialah jalan untuk memperoleh keutamaan.
Al-Kindi berpendapat bahwa keutamaan manusia tiada lain ialah budi pekerti yang terpuji. Selanjutnya keutamaan-keutamaan tersebut dibagi menjadi dua bagian:
a. Keutamaan-keutamaan manusia merupakan asas dalam jiwa, tetapi bukan asas yang negatif, melainkan asas yang positif yakni ilmu dan amal (pengetahuan dan perbuatan). Bagian ini terbagi pula menjadi tiga, yakni hikmah (kebijaksanaan), sajaah (keberanian), dan iffah (kesucian jiwa). Kebijaksanaan adalah keutamaan daya pikir. Kebijaksanaan dapat berupa kebijaksanaan teoritis dan praktis. Kebijaksanaan Teoritis ialah mengetahui sesuatu yang bersifat universal secara hakiki. Kebijaksanaan praktis ialah menggunakan kenyataan-kenyataan yang wajib dipergunakan. Keberanian merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa. Keberaniaan memandang ringan pada kematian untuk mencapai dan menolak sesuatu yang harus ditolak. Kesucian adalah memperoleh sesuatu yang harus diperoleh guna mendidik dan memelihara badan serta menahan diri dari yang tidak diperlukan untuk itu.
Keutamaan kejiwaan dari tiga macam tersebut merupakan benteng keutamaan yang pada umumnya menjadi batas pememisah antara keutamaan dan kenistaan. Dengan kata lain, tiga macam keutamaan itu merupakan induk dari keutamaan-keutamaan lainnya. Oleh karena itu, kelebihan dan kekurangan dari tiga macam keutamaan itu terhitung sebuah kenistaan. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa keutamaan ialah tengah-tengah antara dua ujung yang ekstrim, yakni melampaui batas dan kurang semestinya. Dan kenistaan adalah salah satu dari dua ujung itu, yakni melampaui batas dan kurang semestinya.
b. Keutamaan-keutamaan manusia tidak terdapat dalam jiwa, tetapi merupakan hasil dari tiga macam keutamaan tersebut.
Dari uraian tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa keutamaan-keutamaan manusia terdapat dalam sifat-sifat kejiwaan dan hasil dari sifat-sifat tersebut. Jika manusia hidup dengan memenuhi nilai-nilai keutamaan tersebut, niscaya hasilnya menjadi sebuah kebahagiaan dalam hidupnya.

D. Pemaduan Filsafat dan Agama al-Kindi
Al-Kindi merupakan orang Islam pertama yang mengupayakan pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan agama, atau antara akal dan wahyu. Menurut al-Kindi antara keduanya, yakni filsafat dan agama tidaklah bertentangan karena masing-masing darinya adalah ilmu tentang kebenaran, sedangkan kebenaran hanyalah satu. Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keesaanNya, serta ajaran tentang cara memperoleh hal-hal yang bermanfaat dan menjauhi dari hal-hal yang merugikan dan berbahaya. Hal tersebut selaras dengan konsep yang dibawa oleh para nabi tentang keesaan Allah dan perbuatan-perbuatan yang diridhaiNya. .
Tujuan ungkapan al-Kindi di atas adalah untuk menghalalkan filsafat bagi umat Islam. Usaha yang ia lakukan cukup menarik dan bijaksana. Ia memulainya dengan membicarakan kebenaran. Hal itu sesuai dengan konsep agama bahwa agama mengajarkan manusia tentang kebenaran yang hakiki. Kemudian usaha berikutnya masuk pada persoalan pokok, yakni filsafat. Telah dijelaskan bahwa tujuan filsafat sejalan dengan ajaran yang dibawa oleh para nabi, yakni kebijaksanaan. Oleh karena itu, sekalipun filsafat datang dari Yunani, bagi manusia, menurut al-Kindi, wajib mempelajarinya, bahkan lebih jauh dari itu, yakni wajib mencarinya.
Pemaduan antara filsafat dan agama, menurut al-Kindi didasarkan pada tiga alasan. Pertama, ilmu agama merupakan bagian dari filsafat. Kedua, wahyu yang diturunkan pada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian. Ketiga, menuntut ilmu, baik secara logika atau yang lain, diperintahkan dalam agama.
Al-Kindi juga menghadapkan argumennya kepada kaum yang tidak senang terhadap fisafat dan filosof. Jika ada orang yang mengatakan bahwa filsafat tidak perlu, maka konsekuensinya mereka harus memberikan argumen yang jelas. Usaha pemberian argumen tersebut merupakan bagian dari pencarian pengetahuan tentang hakikat. Untuk sampai pada yang dimaksud, secara logika, mereka perlu memiliki pengetahuan filsafat. Kesimpulannya, bahwa filsafat harus dimiliki dan dipelajari karena berfilsafat merupakan kebutuhan manusia dan tidak dilarang dalam agama.

E. Kesimpulan
Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan pemaduan antara filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Sebagai seorang filosof, al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama, diakui keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metefisis. Oleh karena itu, menurut al-Kindi, diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan.
Pemikiran filsafat al-Kindi merupakan pemikiran awal dan sebagai pembuka jalan bagi para filosof sesudahnya.








DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1973. Falsafah dan Mistikisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Zar, Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Al-Fakhury, Hana dan Khalil al-Jarr. 1963. Tarikh al-Filsafat al-'Arabiyyat, Beirut: Mu'assaat li al Thaba'at wa al Nasyr.

Mustofa, A. 2009. Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Abu Riddah, Muhammad. 1950. Rasa'il al-Kindi al-Falsafiyyat, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi.

Daudy, Ahmad. 1989. Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Yaziji, Kamal. 1963. al-Nushush al-Falsafiyyat al-Muyassarat, Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin.

Syarif, M.M. 1967. The History of Moslem Philosophy, New York: Dover Publications.



A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 103.

Ibid., 104.

Ibid.

Ibid., 105-108.
Ibid., 108.

Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 50.
Harun Nasution, Falsafah dan Mistikisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), 16.
Ibid., 16.
Zar, Filsafat..., 53.

Hana al-Fakhury, dan Khalil al-Jarr, Tarikh al-Filsafat al-'Arabiyyat, (Beirut: Mu'assaat li al Thaba'at wa al Nasyr, 1963), 368.
Muhammad Abu Riddah, Rasa'il al-Kindi al-Falsafiyyat, (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabiy, 1950). 142-143.

Fakhury, Tarikh al-Filsafat..., 369.
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), 16.

Zar, Filsafat..., 56.
QS. al-Isra [17]:85.

Kamal al-Yaziji, al-Nushush al-Falsafiyyat al-Muyassarat, (Beirut: Dar al-'Ilm li al-Malayin, 1963), 76.
M.M. Syarif, The History of Moslem Philosophy, (New York: Dover Publications, 1967), 432.
Zar, Filsafat..., 59.
Ibid.

A. Mustofa, Filsafat..., 110.

Zar, Filsafat..., 45.
Ibid.
M.M. Syarif, The History..., 425.
Zar, Filsafat..., 47.

Kamis, 06 September 2012

pendidikan dan pengajaran


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan upaya untuka menfasilitasi individu lain. Dalm nencapai kemandirian. Serta kematangan mentalnya sehingga dapat survive di daalam kompetisi kehidupan pendidikan juga merupakan aktifitas untuk melayani orang lain Dalam mengekplorasi potensi dirinya, sehingaa trjadai proses perkembangan kemanusiaan agar mampu berkompetesi disdalam lingkupkehidupan (insane cerdas dan kompetitif). Aktifitas nyata mengajarkan (transfer knowledge) pengetrahuan, tekhmnologi dan keterampilan serta meningkatkan kecerdasan dan pengndalian emosinya sehingga seseorang mampu survive didalam kehdupan.
B. Rumusan Masalah
1. apakah pengrtian pendidikan itu?
2. apakah pengertian pengajjran itu?
3. apa hubungan antara pendidikan dan pengajaran ?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini supaya kita dapat mengetahui ap pengertian pendidikan dan pengajaran serta hubungan antara keduanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan
Para ahli pendidikan menemui kesultan dalam merumuskan definisi pendidikan. Kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan serta aspek kepribadian yang dibina dalam kegiatan itu, masing-masing kegiatan tersebut disebut pendidikan
1. menurut Rupert C. Lodge dalam philosophiy of education menyatakan bahwa dalam pegertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman.
2. joe park merumuskan pendidikan sebagai the art or process of importing or acquiring knowledge and habit through instructional as strudy. Dalam definisi ini ditekankan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran ( instruction ) sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan.
3. Theodore mayor greene mengajukan definisi yang sangat umum pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Dalam definisi ini aspek pendidikan luas sekali
4. alfed nort whitehead menyusun definisi pandidikan yang menekankan segi keterampilan menggunakan pengetahuan sehingga cakupan pendidika sempit.
Konperensi international tentang pendidikan islam yang pertama ( 1977) tenyata tidak juga berhasil menyusun suatu definisi pendidikan yang dapat mereka sepakati ( al-athas, 1979 : 157 ). Kesulitan yang mereka hadapi pada dasarnya sama dengan kesulitan yang dihadapi para ahli yang disebutkan tadi : banyaknya segi kepribadian yang dibina. Jadi, sanagt tidak mengkin mmbuat definisi pendidikan yang sangat singkat tetapi mencakupdaerah binaan yang luas itu.
Seandainya definisi pendidikan yang ,encakup itu diperlikan agaknya rumusan ini dapat ditawarka. Pendidika adalah meningkatkan diri dalam sega;la aspeknya. Definisi ini mencakup kgioatan penidika yang melibatakan guru aupun yag tidak melibatkan guru (pendidk). Mencakup pendidikan formal mau[un non formal sta informal. Segi yang dibina oleh pendidikan dalam definisi ini adalah selurh aspek kepribadian.
B. Pengertian Pengajaran
Para ahli berpendapat bahwa pendidikan tidk sana dengan pengajaran. Ada yang berpendpat bahwa pendidika lebih luas dari pada pengarajaran ada juga yang menagtkan pendidikan adalah uasaha pengembangan aspek rohani manusia, sedangkan pengajaran aspek jasmani dan akal saja. Bagaimana duduk persoalannya?
Sikun pribadi, guru besar IKIp BAndung, pernah menjelaskan msalah ini dalam tulisannya. Mneurut pendapatnya, mendiidk dalam arti pedagogis tidak dapt disamakan denganpengertian mengajar. Pengajaran meurut pendapatnya adalah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak, mengenai segi kognitif dan psikomotor semata-mata, yait supaya anak lebih banyak pengetahuaany, lebih cakap berpikir kritis, sistematis da obyektif serta trampil dalam mengerjakan sesuatu. Tujuan pengajaran lebih mudah dari pada tujuan pendidikan.
Uraian ini agak membingungkan. pada satu pihak , ia mengatakan bahwa mendidik tidak sama dengan mengajar. Tetapi pada pihak lain mendidik itu bertujuan mengembangkan seluruh aspek kepribadian. K.H Dewantoro berpendapat bahwa pengajaran itu adalah sebagian dari pendidikan. Ia menyatakan sebagai berikut” pengajaran (onderwijs) itu tidak lain dan tidak bukan ialah salah satu bagian dari pendidikan. Jelasnya, pengajaran tidak lain ialah pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan serta kecakapan”.
Tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara pendapat Sikun Pribadi dan pendapat Dewantoro. Menurut mereka mendidik ialah melaksanakan berbagai usaha untuk menolong anak didik dalam menuju kedewasaannya. Salah satu di antara sekian banyak usaha yang dapat dilakukan ialah dengan mengajar. Usaha lain umpamanya memberikan contoh yang baik, memberikan hadiah, memberikan hukuman dan sebagainya.
Sekalipun pengertian pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh Sikun Pribadi dan Dewantoro tersebut hanya berlaku bagi pendidikan yang melibatkan guru (si pendidik), namun pengertian itu dapat dipakai, sekurang-kurangnya untuk menentukan pengertian pendidikan dalam arti sempit.
C. Hubungan Pendidikan dan Pengajaran
Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan dan dapat diketahui bahwa pengajaran hanyalah salah satu usaha yang hanya dilakukan melalui pendidikan dalam mendidik anak didiknya.
Pendidik dalam rangka pengajaran dituntut untuk melakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan ilmiah. Oleh karena itu, peran pendidik tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai pembimbing yaitu sebagi wali yang memabantu anak didik mengatasi kesulitan dalam studynya dan pemecahan bagi permasalahan lainnya. Bila usaha-usaha selain pengajaran amat kurang dilakukan disekolah, kiranya dapat diduga hasil pendidikan tidak akan sempurna. Artinya, pendidikan tidak akan berhasil dalam mengembangkan anak didik secara utuh dan maksimal.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
a) Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya.
b) Pengajaran adalah dengan cara memeberikan ilmu atau pengetahuan serta kecakapan.
c) Hubungan pendidikan dan pengajaran adalah:
pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan dan dapat diketahui bahwa pengajaran hanyalah salah satu usaha yang hanya dilakukan melalui pendidikan dalam mendidik anak didiknya
B. Saran
Harapan kami semoga dengan selesainya makalah ini dapat memenuhi kebutuhan materi bacaan, terutama para mahasiswi PAI. Namun tidak menutup kemungkinan makalah ini bisa sesempurna mungkin. Maka dari itu kritik dan saran dari para pembaca kami harapkan, terutama dari bapak dosen pengampu.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. 2007. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Rosydakarya.

angin,, adzab dan nikmat


Angin, Antara Nikmat dan Adzab

Kategori: Nasehat Ulama
7 Komentar // 14 Januari 2010
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kami memujinya. Kami memohon pertolongan kepadaNya. Kami juga memohon ampunan dan bertaubat kepadaNya. Kami berlindung kepada Allah dari kejelekan jiwa kami dan keburukan amal perbuatan kami.
Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Demikian pula, barangsiapa yang Allah sesatkan maka tiada satu pun yang bisa memberi hidayah kepadanya.
Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata tanpa ada sekutu bagiNya. Dialah sesembahan orang-orang di masa silam dan masa datang serta penegak langit dan bumi.
Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya. Beliaulah manusia pilihan Allah, kekasih-Nya dan seorang yang Allah percaya untuk mendapatkan wahyu serta penyampai syariat kepada semua manusia.
Semoga Allah memuji dan memberi keselamatan untuknya, keluarganya dan seluruh shahabatnya.
Wahai orang-orang yang beriman, wahai hamba-hamba Allah bertakwalah kalian kepada Allah. Yakinlah bahwa takwa kepada Allah adalah sebaik-baik bekal menuju hari yang dijanjikan. Takwa adalah sebab yang paling penting untuk mendapatkan ridho Allah. Takwa adalah perkara yang Allah wasiatkan kepada orang-orang di masa silam ataupun orang di masa sekarang.
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ
Yang artinya, “Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah” (QS. an Nisa’:131).
Sesungguhnya tanda kekuasaan Allah yang menunjukkan keesaan Allah dan bahwa Dia adalah pengatur alam semesta itu banyak sekali, tidak bisa dihitung. Sebagaimana perkataan seorang penyair, “Dalam segala sesuatu terdapat bukti bahwa Dia adalah zat yang esa”.
Di antara tanda kekuasaan Allah yang besar, bukti nyata keesaan-Nya yang menunjukkan bahwa Dia itu benar-benar esa dan segala urusan itu ada di genggaman-Nya dan diatur penuh oleh diri-Nya adalah angin yang diatur oleh Allah sebagaimana yang Dia kehendaki. Angin itu bertiup mengikuti perintah-Nya dan setelah mendapatkan izin dari-Nya. Angin adalah makhluk yang diatur dan diperintahkan. Dia tidak bisa datang atau pun pergi baik di waktu pagi atau pun sore kecuali dengan seizin Tuhannya yang merupakan zat yang mengatur dirinya. Semua gerakan angin itu dengan seizin-Nya. Semua tiupan angin itu dengan perintah-Nya. Sekali lagi, angin adalah makhluk yang diatur dan diperintah. Terkadang dia datang dengan membawa kabar gembira dan rahmat Allah. Di waktu yang lain, dia membawa adzab dan hukuman Allah. Segala urusan sepenuhnya ada di tangan Allah.
Angin adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Sepantasnya seorang mukmin mengambil pelajaran dengan keberadaan angin. Dengan angin, seorang hamba mengetahui betapa agungnya Allah, zat yang mengatur angin.
Dalam angin terdapat pelajaran dan nasihat yang sangat berharga serta tanda kekuasaan yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan sang pencipta.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (46)
Yang artinya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya. Mudah-mudahan kamu bersyukur” (QS ar Rum: 46).
وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164)
Yang artinya, “Dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. al Baqarah: 164).
Memang benar, angin hanya menjadi tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Mereka memutar akal mereka untuk mengambil manfaat dan pelajaran dari berbagai tanda kekuasaan Allah yang menunjukkan bahwa Dialah sang pengatur alam semesta dan menunjukkan bahwa Dia adalah zat yang agung karena memiliki segala sifat kesempurnaan.
Angin itu terkadang menjadi hukuman dan siksaan, di samping terkadang menjadi nikmat dan rahmat. Itu semua terjadi dengan perintah Allah. Dalam sebuah hadits yang sahih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mencaci maki angin dengan alasan bahwa angin itu sekedar makhluk yang diatur dan diperintah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencaci angin karena angin itu diperintah”.
Hadits yang senada dengan hadits di atas jumlahnya banyak. Sebagiannya nanti juga akan kami sampaikan.
Diaturnya angin oleh Allah adalah sebuah nikmat yang sangat besar bagi manusia. Hendaknya kita merasakan adanya nikmat tersebut dan nilainya serta menyadari manfaat yang kita petik darinya. Seandainya angin itu tidak diatur oleh Allah tentu tidak akan ada kehidupan bagi manusia. Dunia hewan dan tumbuh-tumbuhan pun akan kacau balau. Makanan akan rusak dan busuklah seluruh penjuru bumi.
Pengaruh dan manfaat angin itu sangat banyak, tak terhitung. Seandainya angin itu hanya diam dan tenang tidak bergerak atau bertiup maka seluruh bagian bumi ini terutama tumbuh-tumbuhan akan busuk. Hewan-hewan akan menjadi bangkai.
Jadi bertiupnya angin itu sebuah nikmat. Karenanya ada pergerakan udara. Udara pun menjadi bersih dan jernih. Berbagai penyakit hilang dan berbagai nikmat, kebaikan dan manfaat besar pun datang. Semua itu karena angin yang diatur oleh Allah.
Terkadang Allah mengirim angin yang mendorong mendung yang memuat hujan. Hujan adalah kabar gembira dan pembawa berbagai kebaikan. Masih banyak manfaat dan hasil yang akan dirasakan oleh manusia oleh sebab angin. Oleh karena itu, dalam al Qur’an kita jumpai Allah menyebut angin dalam bentuk jamak. Hal ini mengisyaratkan banyak dan besarnya manfaat yang Allah letakkan pada angin.
Terkadang Allah mengirimkan angin sebagai siksaan dan hukuman. Angin datang membawa adzab yang menjadi sebab mati dan hancurnya manusia, tetumbuhan dan berbagai binatang. Hal ini terjadi sebagai hukuman Allah dan pelajaran yang bisa dipetik oleh orang yang mau mengambil pelajaran.
Di antaranya adalah kisah yang Allah ceritakan dalam al Qur’an tentang hukuman yang Allah berikan kepada kaum ‘Aad yang merupakan kaum Nabi Hud. Allah hancurkan mereka dengan angin.
وَفِي عَادٍ إِذْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الرِّيحَ الْعَقِيمَ (41)مَا تَذَرُ مِنْ شَيْءٍ أَتَتْ عَلَيْهِ إِلا جَعَلَتْهُ كَالرَّمِيمِ (42)
Yang artinya, “Dan juga pada (kisah) Aad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan. Angin itu tidak membiarkan satupun yang dilaluinya, melainkan dijadikannya seperti serbuk” (QS adz Dzariyat:41-42).
Dalam kisah yang Allah tuturkan dalam al Qur’an, pada saat angin adzab datang, saat pertama kali mengetahui hal tersebut, kaum ‘Aad beranggapan bahwa angin tersebut membawa awan yang akan menurunkan hujan. Mereka anggap bahwa angin tersebut adalah angin pembawa nikmat dan kabar gembira.
فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ (24)تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لا يُرَى إِلا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (25)
Yang artinya, “Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan!) bahkan Itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya. Maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa” (QS al Ahqof:24-25).
Yang dimaksud ‘tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka’ adalah tidak ada lagi satu pun orang yang hidup di dalam rumah-rumah mereka. Artinya seluruh mereka hancur dan mati disebabkan angin tersebut cukup dalam sekejap mata saja dengan sekali hembusan.
Sungguh ini adalah tanda dan bukti kekuasaan Allah yang sangat besar. Seyogyanya orang-orang yang beriman mengambil pelajaran darinya.
Di antara hal yang luar biasa dalam angin adalah dia bisa memahami perintah dan mentaati Tuhannya. Dia laksanakan semua perintah-Nya.
Di antara hal yang unik dalam angin adalah setiap hari Jumat angin itu merasa takut. Angin itu paham bahwa hari Kiamat akan terjadi pada hari Jumat. Karenanya setiap hari Jumat angin merasa takut dan khawatir jangan-jangan Kiamat akan terjadi. Hal ini disebabkan Allah memberi kemampuan untuk memahami bagi angin.
Dalam Sunan Ibnu Majah terdapat hadits yang kualitas sanadnya sahih, Nabi bercerita tentang hari Jumat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Pada hari Jumat Kiamat akan terjadi”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Tidak ada satu pun malaikat, langit, bumi, angin, gunung ataupun lautan melainkan merasa takut dan khawatir pada hari Jumat”.
Makhluk-makhluk ini merasa khawatir dengan terjadinya Kiamat pada hari Jumat.
Angin merasa takut dengan terjadinya Kiamat. Langit merasa takut. Bumi merasa takut. Lautan pun merasa takut. Sayangnya, mayoritas manusia lalai dan tidak memikirkan akan terjadinya Kiamat.
Sepatutnya kita mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah ini. Hendaknya hati kita merasa tergerak karena beriman, menghadapkan hati, bertaubat dan kembali kepada Allah.
Terdapat dalam hadits yang sahih dari Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ketika angin bertiup kencang dan berhembus dengan kuat seorang muslim berkewajiban untuk menghadapkan hatinya kepada Allah dengan memohon, berharap kepada Allah akan kebaikan angin tersebut dan meminta perlindungan kepada Allah akan keburukan angin tersebut.
Dalam sahih Muslim, ketika angin bertiup kencang, Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku meminta kebaikan angin ini dan kebaikan yang dibawanya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini dan keburukan yang dibawanya”.
Inilah petunjuk dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tidak sepatutnya kita menyibukkan diri dengan berbagai hal yang sebagian orang saling mengingatkan untuk melakukannya padahal hal tersebut tidak ada dalilnya dari sunah dan bukan bagian dari ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Dalam kondisi angin bertiup kencang, hendaknya hati kita tergerak untuk mengambil pelajaran dari berbagai tanda kekuasaan Allah.
Ya Allah, jadikanlah kami orang yang mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Mu dan tunjukilah kami jalan-Mu yang lurus.
Ini yang bisa kami sampaikan. Aku memohon ampunan untukku dan kalian serta seluruh kaum muslimin dari seluruh dosa.
Mohonlah ampunan kepada-Nya niscaya Dia akan mengampuni kalian sesungguhnya Dia maha pengampun lagi maha penyayang.
Khutbah Kedua
Segala puji itu milik Allah. Dialah dzat yang memiliki kebaikan yang sangat besar dan anugrah serta kedermawanan yang sangat luas.
Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tanpa ada sekutu baginya.
Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Semoga Allah menyanjung dan memberi keselamatan untuknya, keluarganya dan semua shahabatnya.
Beberapa hari yang lewat angin bertiup demikian kencang sehingga menggerakkan segala sesuatu di tempat yang tidak jauh dari tempat kita.
Seiring bergeraknya segala sesuatu, hati pun tergerak karena merasa takut dan ngeri dengan kejadian tersebut.
Tergeraknya hati berbarengan dengan hembusan angin yang sangat kuat adalah suatu hal yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim. Tergeraknya hati dengan peristiwa ini hendaknya jangan bersifat sementara namun hendaknya hembusan angin kencang ini menjadi pintu awal tergeraknya seorang mukmin untuk benar-benar bertaubat dan memberikan hatinya kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
Sesungguhnya yang menggerakkan angin pada hari-hari ini dengan demikian hebat sehingga menyebabkan banyak manusia yang mati atau luka-luka, banyak harta benda yang rusak dan berbagai perkara yang lain itu mampu menggerakkannya pada kesempatan yang lain.
Menjadi kewajiban kita bersama untuk benar-benar tulus menghadapkan hati kepada Allah, merasa takut dan bertaubat. Hendaknya pelajaran ini tidak menggerakkan hati kita sementara waktu, namun seterusnya.
Menjadi kewajiban kita dalam setiap saat dan pada setiap keadaan untuk merasa takut kepada Allah. Barangsiapa yang merasa takut kepada Allah maka segala sesuatu akan merasa takut kepadanya. Siapa yang tidak merasa takut kepada Allah maka Allah akan membuatnya merasa takut dengan segala sesuatu. Merasa takut kepada Allah, kembali dan berlari menuju Allah adalah sifat seorang mukmin di setiap waktu dan setiap kesempatan.
Menjadi kewajiban kita bersama untuk memperbesar rasa takut kita kepada Allah dan pada waktu yang bersamaan rasa harap kita pun semakin besar. Demikian pula pada waktu yang sama perhatian hati kita kepada Allah juga semakin besar.
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا (57)
Yang artinya, “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti” (QS al Isra:57).
Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan nafsunya lalu beramal untuk hidup setelah mati. Sedangkan orang yang tidak berdaya adalah orang yang jiwanya menuruti keinginan hawa nafsunya namun memiliki angan-angan sangat besar kepada Allah.
Hendaknya kalian bersholawat dan mendoakan keselamatan kepada Muhammad bin Abdillah sebagaimana yang telah Dia perintahkan dalam kitabNya.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Yang artinya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS al Ahzab:56).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bershalawat untukku sekali maka Allah akan bershalawat untuknya sebanyak sepuluh kali”.
Ya Allah, berikanlah shalawatMu untuk Muhammad dan untuk keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi shalawat untuk Ibrahim dan untuk keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau itu Maha Terpuji dan Maha Agung. Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi berkah untuk Ibrahim dan untuk keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau itu Maha Terpuji dan Maha Agung.
Ya Allah, berikan ridhoMu untuk empat khulafaur rasyidin yang merupakan para pemimpin yang mendapatkan hidayah yaitu Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali. Demikian pula ya Allah berikanlah ridhoMu untuk semua shahabat dan tabiin serta semua orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari Kiamat nanti. Demikian juga berikanlah ridhoMu untuk kami dengan anugrah, kemurahan dan kebaikanMu, wahai zat yang maha pemurah.
Ya Allah muliakanlah Islam dan kaum muslimin dan hinakanlah kemusyrikan dan para pelakunya dan hancurkanlah para musuh agama.
Ya Allah, berikanlah rasa aman untuk kami di negeri kami sendiri dan perbaikilah para penguasa dan pemimpin kami.
Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami adalah orang yang merasa takut dan bertakwa kepada-Mu serta mengikuti ridho-Mu wahai pemilik alam semesta.
Ya Allah, bimbinglah penguasa kami untuk meniti hidayahMu dan jadikanlah amalnya adalah amal yang Kau ridhoi.
Ya Allah, berikanlah kepada jiwa kami ketakwaan. Sucikanlah jiwa kami. Engkau adalah sebaik-baik yang mensucikan jiwa karena Engkau adalah zat yang mengatur jiwa manusia.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu agar memiliki rasa takut kepada-Mu baik ketika sendiri ataupun saat bersama banyak orang, perkataan yang benar saat gembira ataupun marah.
Ya Allah janganlah kau serahkan diri kami kecuali kepada-Mu.
Ya Allah, kasih sayang-Mu lah yang kami harapkan maka janganlah kau serahkan diri kami kecuali kepada-Mu.
Ya Allah, kasih sayang-Mu lah yang kami harapkan maka janganlah kau serahkan diri kami kecuali kepada-Mu.
Ya Allah, kasihanilah kelemahan kami dan hilangkanlah kesedihan kami.
Ya Allah, berilah kami taufik untuk melakukan apa yang Kau cintai dan Kau ridhoi, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu dengan nama-nama-Mu yang terindah dan sifat-sifat-Mu yang agung agar Engkau merasa kasihan dengan kelemahan orang-orang yang mendapatkan musibah karena sebab angin puting beliung dan Kau sayangi orang-orang yang sudah mati di antara kaum muslimin, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
Ya Allah, hilangkanlah kesedihan orang-orang yang mendapatkan musibah.
Ya Allah, berilah ganti untuk mereka dengan yang lebih baik.
Ya Allah, jadikanlah musibah mereka sebagai penghapus dosa dan rahmat-Mu, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
Ya Allah, berilah kami taufik untuk mengambil pelajaran dengan ayat-ayat-Mu dan jadikanlah kami orang-orang yang bisa mengambil pelajaran, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
Ya Allah, tunjukilah kami jalan-Mu yang lurus dan perbaikilah seluruh urusan kami, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
Ya Allah, ampunilah dosa kami, dosa orang tua kami dan dosa seluruh kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan dan seluruh orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan, baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia.
Wahai tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, kebaikan di akherat dan jagalah kami dari api neraka.
Wahai hamba-hamba Allah ingatlah Allah niscaya Allah akan mengingat kalian. Bersyukurlah atas nikmat-nikmat-Nya niscaya Dia akan memberi tambahan nikmat. Mengingat Allah itulah yang lebih besar dan Allah itu mengetahui apa yang kalian lakukan.
Khutbah Jumat pada tanggal 22 Jumadil Ula 1428 H, Syeikh ‘Abdur Rozaq bin Abdil Muhsin Al Abad Al Badr
Penerjemah: Ustadz Aris Munandar