I.
PENDAHULUAN
A.
Pengertian Filsafat
Ilsam
1.
Makna Filsafat : Kajian
Terminologis
Dalam lisan
Arab, kata filsafat berakar dari kata falsafa, yang memilki arti Al-Hikmah,
sebuah kata yang berasal dari luar bahasa arab. Kata falsafah dipinjam dari ata
yunani yangsngat terkenal. Philosophrti
yang berarti kecintaan pada kebenaran(wisdom). Dengan sedikit perubahan
falsafah diindonesiakn menjadi “filsafat” atau juga “Filosofi” (karena ada
pengaruh perubahan dari bsha inggris, philosophy).
Dalam tulisan
Ahmad Tafsir yang mengutip dari berbagai ilmuwan disebut bahwa pada fase
penggunaan filsafat sebagai sifat dan
kerja. Yaitu pada aristotees,
mislanya pengertian filsafat secara umumluas sekali saat itu, segala usaha
dalam mencari kebenaran dinamakan filsaft begitu pula hasil usaha tersebut
(bakri, 1971 : 11). Dikatakan luas sekali karena semua pengetahuan termasuk special science, tercakup dalam filsafat
(Rumes, 1971 : 23). Akibatnya defnisi dari Aristoteles tidak dapat difahami
oleh para pelajar zaman sekarang ini karena special
science (meminjam istilah Encyclopedia
of philosophy) telah memisahkan diri
dari filsafat.
Dalam analisi
Ahmad Tafsir, perbedaan definisi dapat disebabkan perbedan konotasi filsafat,
pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda serta akibat perkembangan
filsafat itu sendiri. Konotasi filsafat speada pemikiran esuatu yang tidak
dapat lagi diusahakan oleh sains. Oleh karena itu, fllsafat dikatakn sebgai
kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains secara memuaskan.
Kedua konotasi filsafat pada sifat dan objk filsafat. Sifatnya yaitu usaha
menjawab, objeknya ultimate question. Objek filsafat adalah sesuatu yang
difilsafati
Dengan
kata lain, bias dikatakn bahwa filsafat adalah studi yang me mpelajari seluruh
fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dengan logika yang
sistematis. Upaya ini hanya usaha untuk melakukan eksperimen-eksperimen dan
percobaan-percobaan, tetai dengan mengutarakan problems secara peris, mencari
solusi untuk iyu, memberikan argumentasi dalam alas an yang tepat untk solusi
tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektif “dialog”.
2.
Makna Filsafat Islam :
Kajian Historis
Prjalan
waktu yang panjnag mengantarkan pada konvensi antara ilmuwan bahwa filsaft islam
memiliki pengertian tersendiri karena ia memiliki sumber utama. Yakni Al-
Qur’an. Atas kemyataan ini, beragam definisi mengalir dari berbagai tokoh
tentang pengertian filsafat islam.
Hampir
semua penulis tidak sma dalam memberikan nama istilah filsafat Islam, pakah “filsafat Islam” Ataukah filsafat arab.
Carlo
nallino yang dikutip A. hanafi menguraikan istilah yang lebih tepat antara
filsaft islam dengan filsafat Arab, sebgai berikut :
“kalau ada orang arab
yang keberatan terhadap istilah tersebut dan mengatakan bahwa kata-kata “kaum
muslimin” lebih tepat dan lebih baik daripada Arab, saya dapat mengatakan bhwa
istilah terakhir ini tidak tepatkarena dua sebab”. Untuk
melengkapi kanyataan bahwa filsafat Islam diakui dan digunakan di dunia Islam, berikut
ini, penulis kutip pelbagai definisifilsafat islam :
1.
Filsafat islam adalah
jembatan yang menghubungkan antara falsafah kuno dengan falsafah abad
kebangkitan (Renaisance).
2.
Filsafat Islam dalah
filsafat yang diterapkan pada hokum Islam. Ia merupakan filsaft khusus dan
objeknya tetentu yaitu hokum Islam.
3.
Filsafat adalah
pemikiran secara ilmiah, sistematis dapat dupertanggungjawabkan dan radikah
tentang hukum Islam.
4.
Fislafat Islam ialah
pengetahuan tentang hakikat, rahasia dan tujuan Islam, baik yang menyangkut
materinya mauoun penetapannya.
5.
Filsafat Islam adalah
Fislfat yang berusha menangani pertanyaan fundamental secara ketat,
konsepsional, metodis, koheren, sistematis, radikal, universal dan
komprehensif, rasional, serta ertanggungjawab.
3.
Objek Filsafat Islam
Secara
rinci, Endang Saefudin Anshari menjelaskan bahwa objek filsafat terdiri dari:
a.
Objek material filsafat
dibagi menjadi 3 persoalan pokok:
1.
Hakikat Tuhan
2.
Hakikat alam
3.
Hakikat manusia
b.
Objek forma filsafat
ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalm-dalamnya sampai
keakarnya) tentang objek materi filsafat
(sarwa –yang ada).
Objek filsafat
dalam versi ushul fiqih diantara ada filsafat tasyri“ filsafat yang
memancarakan hukum Islam dan menguatkannya dan memeliharanya” dan filsafat
syariah “filsafat yang diungkapkan dari materi-materi hukum Islam sperti
ibadah, muamalah dll”.
B.
Hubungan Filsafat Islam
degna Fislafat Yunani
Hubungan
Filsafat Islam dengan Filsafat Yunani
Dari asfek
sejarah kelahiran filsafat Islam dilatarbelakangi oleh adanya usaha
penerjemaahan naskah-naskah ilmu filsafat kedalam arab yang telah dilakukakn
sejak masa klasik Islam.
Usaha ini jelas melahirkan sejumlah filsuf
muslim. Dunia Islam belahan timur yang berpusat di Baghdad, irak lebih dulu
melahrkan filsafat Islam daripada dunia islam belahan barat yang berpusat di
cordoba, spanyol.
Mempekuat
pernyatan diatas, Ahmad salabi dan Louis ma’luf menguraikan bahwa sejarah
kebudayaan Islam mencata, ilmu filsfat diketahui oleh orang-orang Islam,
kecuali setelah masa daulah Abbasiyah
pertma (132-232 H/750-847 M). ilmu ini dtransfer ke dunia islam melalui
penerjemaahan dari buku-buku filsafat Yunani yang telah tersebar ke daerah laut
putih. Buku-buku filsafat diperoleh dan diterjemaahkan sekalipun dari bahsa
suryani. Para cendikiawan berusaha memasukkan filsafat Yunani sebagai bagian
dari metodologi dalam menjelaskan Islam, terutama akidah untuk melihat perlunya
persesuaina antara wahyu dan akal.
Aktivitas
para filsuf muslim di atas bersentuhan dengan penafsiran Al-Qur’an. Bahkan
kecenderungan menafsirkan Al-Qur’an secara filosfis besar sekali. Al khindi,
misalnya yang dikenal sebgai bapak Filsuf Arab-Muslim, berpendapat bahwa
memahami Al-Quran dengan benar, isinya harus ditafsirkan secara rasional,
bahkan filosofis.
Masih
dapat dibenarkan meliat adanya pengaruh naoplatonisme dalam dunia emikiran
Islam, seperti yang kelak muncul dengan jelas dalam berbagai paham tasawuf.
Ibnu Sini mislalnya, dapat dikatakan sebagai Seorang Neo-Platonis disebabkan
ajaranya tentang mistik perjalanan rohani meunju Tuhan sperti yang dimuat dlam
kitab “ isharat”.
Berbicara
sepenuhnya tentang pengaruh Aristotelianisme, yaitu dari sudut kenyatan bahwa
kaum muslim memanfaatkan metode berpikir logis menurut logika formal. Cukup
sebgai bukti betapa jauhnya pengaruh ajaran Aritoteles ini- yang popupelnya
ilmu mantiq- dikalangan umat Islam.
Akan
tetapi, mustahil melihat filsafat Islam sebagai carbon hellenisme, misalnya,
meskipun terdapat variasi, semua pemikirn muslim berpandangan bahwa wahyu
adalah sumber ilmu pengetahuan, dan karena ituu,mereka jua membangun berbagai
teori tentang kenabian seperti dilakukan Ibnu Sina. Mereka juga mencurahkan
banyak tenaga untuk memvbahs kehidupan setelah mati, sutau yanh tidak terdapat
padanya dalam hellenisme, kecuali dengan sendirinya pada kaum hellenis Kristen.
Dengan
demikian , tampak jelas bahwa adanya hubungan yang bersifat akomodatif bahwa
filsafat Yunani memberikan modal dasar dalam pelurusan berpikir yang ditopang
sejatinya oleh Al-Qur’an sejak dulu. Secara teologis dapat dikatakan bahwa
sumber Al-Qur’an secara azali telah ada maka filsafat Yunani hanya sebagai
pembuka., semenatara bahan-bahnnya sudah ada dalam al-Qur’an sebagai desain
Allah SWT.
II.
FILSAFAT ISLAM DI DUNIA ISLAM TIMUR
A.
AL KINDI
1.
Biografi
Nama
lengkap: Abu Yusuf, Ya’kub Ibnu Ishak al-Sabah, Ibnu Imran, Ibnu Al-Asha’ath,
Ibnu Kays al-Kindi, Keturunan suku Kays, gelar Abu Yusuf (bapak dari anak yang
bernama Yusuf). Lahir tahun 185 H (801M) di Kufah, nama orang tua Ishaq
Ashshabbah dengan jabatan Gubernur di Kufah, pada masa pemerintah Al-Mahdi dan
Harun al-Rasyid dari Bani Abbas.
Al-Khindi [185
H/801 M-260 H/873 M] adalah fisuf yang pertama muncul di Islam. Dalam buku History of Muslim philosophy, Al-Khindi
disebut sebagai “Ahli filsafat Arab”.
Perjalanan
intelektual yang mengantarkan Al-Kindi menjadi ulama besar dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dua kota besar pada saat itu, yaitu Kufah dan Basrah. Kedua
kota tersebut pada abad ke-2 H/ke-8 M dan ke-3 H/ke-9 M, merupakan dua pusat
kebudayaan Islam yang bersaingan. Kufah lebih cenderung pada stadi-stadi
aqliah; di mana Al-Kindi melewatkan masa kanak-kanaknya. Dia menghafal
Al-Quran, mempelajari tata bahasa Arab, kesusastraan dan ilmu hitung, yang
kesemuanya itu merupakan kurikulum bagi semua anak Muslim. Ia kemudian
mempelajari fiqh dan disiplin baru yang disebut kalam. Akan tetapi, tampaknya
ia lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan filsafat, terutama setelah ia
pindah ke Baghdad. Pengetahuan lengkap tentang ilmu dan filsafat Yunani bisa
diperoleh dengan menguasai dua bahasa Yunani dan Syiria sebab banyak karya Yunani
diterjemahkan dengan dua bahasa tersebut. Al-Kindi mempelajari bahasa Yunani,
tetapi ia menguasai bahasa Syria dalam menerjemahkan beberapa karya klasik. Ia
juga memperbaiki beberapa terjemah bahasa Arab, seperti terjemahan Enneads-nya
Plotinus oleh Al-Himsi, yang sampai kepada orang-orang Arab sebagai salah satu
karya Aristoteles. Al-Qifti, sang penulis biografi, mengatakan bahwa, “Al-Kindi
menerjemahkan banyak buku filsafat, menjelaskan hal-hal yang pelik, dan membuat
intisari teori-teori canggih filsafat.”
Karya-karya Al Kindi
2.
Karya-Karya Al-Kindi
·
Kitab Kimiya al-itr
(Book Of the Chemistry of perfume)
·
Kitab fi isti’mal
Al-‘Adad Al Hindi (On The Use Of The Indian Numerals)
·
Risalah Fil’illa
Al-Failiali L-Madd wal –Fazr
·
Kitab Ash-shu ‘a at
·
The medical formulary
ofy aqrabandin of al kindi by M.levey
(1966)
3.
Filsafat Al Kindi
Sumber filosofis
Al kindi diperoleh dari sumber-sumber Yunani Klasik, terutama neoplatonik.
Subjek dan susunannya sesuai dengan neopalatonik, pada definisi pertama, Tuhan
disebut “sebab pertama” dengan “Agen pertama”nya Plotinus. Suatu ungkapan yang
juga digunakan Al-Kindi atau denga istilah “yang Esa Adalah sebab dari segala
sebab”.
Definisi-definisi
berikutnya dalam risalah Al Kindi dikemukakan dalam susuanan yang membedakan
antara alam atas dan alam bawah. Yang pertama ditandai dengan define akal,
alam dan jiwa, di ikuti dengan definisi
yang menandai alam bawah, dimulai dengan definisi badan”jism” peciptaan “ibda”,
materi “ hayula”, bentuk “ shurah” dan sebagainya.
a.
Filsafah ketuhanan
Menurut Al Kindi
pengetahuan terbagi menjadi dua bagian:
1.
Pengetahuan illahi (devine
science) sebgaimana tercantum dalam ALQur’an yaitu pengetahuan lamgsung yang
diperoleh Nabi dari Tuhan, Dasar pengetahuan ini adalah keyakinan.
2.
Pengetahuan manusiawi
(human science) atau falsafat, dasarnya ialah pemikiran (ratio-reason)
Menurut Al kindi
ialah pengetahuan tentang yang benar.tujuan agama ialah menerangkan apa yang
benar dan apa yang baik, falsafah itulah pula tujuannya, yang prt,a the fritst
truth bagi Al Kindi adalah Tuhan. Intisari filsafatnya adalahbahwa filsafat
yang paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan, sebagaimana ungkapannya “
falsafah yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah filsafah utama, yaitu
ilmu tentang yang benar pertama, yang menjadi sebab dari segala sebab yang
benar.
Filsafat yang
pertama berarti pengetahuan tentang AL Haqq, Al Haqq adalah satu-satunya sebab.
Alam pada awalnya beremanansi dari sebab pertama, bergantung pada dan berkaitan
dengan al haqq tetapi terpisah dariNya karena alam terbatas dalam ruang dan
waktu.
b.
Falsafah jiwa
Menurut Al Kindi
roh tidak tersusun, tetapi memilki arti penting, sempurna dan mulia.
Argumentasi yang digunakan Al Kindi tentang perbedaan rok dari badan ialah
keadaan bandan yang mempunyai hawa nafsu (carnal desire) dan sifat pemarah
(passion) . menurut Al Kindi ada tiga
macam akal yaitu akal yang brsiafat potensial, akal yang telah keluar dari
sifat otensial menjdi actual dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari
aktualitas yeng disebut dengan akal kedua.
Bagi Al Kindi
manusia disebut menjadi akil, jika ia telah mengetahui secara universal, yaitu
jika ia telah memperoleh akal yang di luar itu, akal pertma ini menurut Al
kindi mengandung arti banyak karena dia adalah universal. Sebagai limpahan dari
yang Mahasatu,. Akal ini yang pertama-tama merupakan yang banyak.
c.
Arah dan pembagian
Filsafat Al Kindi
Ruang lingkup
filsafat dalam pandangan Al kindi, sebagaimana dikutip dari Rosenthal, terbagi
menjadi dua bagian utama yaitu studi-studi teoritis (matematika, fisika dan
metafisika) dan studi-studi praktis ( etika, ekonomi, dan politik).Al Kindi
mengarahkan pada kesesuaian anatara filsafat dan agama, Filsafat berdasarkan
akal pikiran sedangkan agama berdasarkan dari wahyu.
Logika merupakan
metode filsafat sedangkan iman ,yang merupakan kepercayaan kepada yang hakiki
yang disebut dalam Al Qur’an. Al kindi adalah filosof pertama yang
menselaraskan antara filsafat dengan agama.
d.
Alam
Al Kindi berbeda
denan filsafat yang lainya menyatakan alam ini tidak kekal.dalam hal ini ia
memberika pemecahan yang radikal dengan membahas gagasan tentang ketak
terhingga secara matematik. Bentuk-bentuk fisik teridir dari materi dan bentuk,
bergerak di dalam ruang dan waktu.
e.
Roh dan Akal
Roh merupakan
suatu wujud sederhana, dan zatnya terpancar dari sang pencipta. Persisi seperti
sinar yang terpancar dari matahari., roh beriapat spiritual, ketuhanan,
terpisah dan berbeda dengan tubuh. Gagasan yang terpancar dari AlKindi adalah
“tidur ialah menghentikan penggunaan indrawi, bila roh berhenti menggunakan
indrawi, dan hanya mengguanakan nalar , ia bermimpi.
Al Kindi membagi
akal menjadi empat bagian :
1.
Akal yang selalu
bertindak
2.
Akal yag seacra
potensial berada di dalam roh
3.
Akal yang telah
berubah, di dalam roh, dari daya menjadi actual
4.
Akal yang kita sebut
akal kedua.
B.
Al RAZI
1.
Biografi
Al-Razi Nama
lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakariya Ibnu Zakaria Ibnu Yahya
Al-Razi Dalam wacana keilmuan Barat, Al-razi dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di Rayy, sebuah
kota tua yang masalalu bernama Rhasee, dekat Teheran Republik Islam Iran pada
tanggal 1 sya’ban 251 H/685 M. Ia hidup pada pemerintahan Dinasti Saman (204 -
395 H). Ada beberapa nama tokoh yang lain juga dipanggil Al-Razi, yakni Abu
Hatim Al-Razi, Fakhruddin Al-Razi dan Nazmuddin Al-Razi. Oleh karena itu, untuk
membedakan Al-Razi sang filosof ini, dari tokoh-tokoh yang lain, perlu
ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar yang merupakan nama kun-yahnya (gelarnya).
2.
Karya-Karya Al Razi
Adapun
karya-karya Al-Razi yang masih dapat dinikmati sampai sekarang meskipun
buku-buku tersebut dihimpun dalam satu kitab yang dikarang oleh orang lain
adalah:
·
Al-Tibb al-Ruhani
·
Al-Shirath al-Falasafiyah
·
Amarat Iqbal al Daulah
·
Kitab al-ladzdzah
·
Kitab al Ibnu al Ilahi
·
Makalah fi mabadd altalbiah
·
Al Syukur ’Ala Proclas
·
Manshuri
·
Kitab Sirr Al-Asrar
·
Muluki
·
Kitab Al-Jami Al-Kabir
3.
Filsafat Al Razi
Dasar
filsafatnya tampak dari pandangan Ar-Razi yang mengklaim bahwa praktik
kedokteran itu bersandar pada filsafat. Suatu praktik yang baik amat bergantung
pada pemikiran yang bebas (filsafat). Ia menganggap bahwa filsafat bukan
sekedar sarana bagi karya kedokteran, melainkan sebagai tujuan dalam dirinya
sendiri. Karyanya, Ath-Thibb Ar-Ruhani, yang ditulis untuk Al-Manshur
sebagai pelengkap Manshuri,
mengikuti presiden Al-Kindi dalam memperlakukan etika sebagai sejenis
pengobatan psikis atau psikologi klins, suatu pendekatan yang nantinya
digunakan oleh Gabirol dan Maimonides. Oleh karena itu, judulnya Spiritual
Physic, seperti yang secara artifisal digunakan kembali oleh Arberry,
Pengobatan Spiritual atau Psikologis.
a.
Filsafah lima kekal
Penjelasan
tentang lima kekal, sebagaimana Al-Biruni mengatakan, Muhammad Ibn Zakaria
Ar-Razi telah melaporkan kekekalan lima hal dari Yunani kuno, yaitu : Tuhan,
Roh Universal, materi pertama, ruang mutlak,dan waktu mutlak. Kelima hal ini
menjadi landasan ajarannya. Akan tetapi, ia membedakan antara waktu dan
keberlangsungan dengan mengatakan bahwa angka berlaku bagi satu dan bukan yang
lain, karena keterbatasan berkaitan dengan keangkaan. Oleh karena itu, para
filsuf mendefinisikan waktu sebagai keberlangsungan yang berawal dan berakhir,
sedangkan keberlangsungan (akhir) tidak berawal dan tidak berakhir. Dia juga
mengatakan bahwa balam kemaujudan,
lima hal berikut adalah perlu kesadaran bahwa materi terbentuk oleh susunan; ia
berkaitan dengan ruang karena itu harus ada ruang (tempat); pergantian
bentuknya merupakan kekhasan waktu, karena ada yang dahulu dan ada yang
berikut, dan karena waktu, ada kekinian dan kebaruan, ada kelebihtuaan dan
kelebihmudaan; sehingga waktu itu perlu. Dalam kemaujudan, terdapat kehidupan,
karena itu mesti ada roh? Dan hal ini; mesti ada yang dimengerti dan hukum yang mengaturnya haruslah sepenuhnya sempurna;
karena itu, dalam kenyataan ini harus ada pencipta yang bijaksana, maha tahu,
melakukan segala sesuatu sesempurna mungkin, dan memberikan akal sebagai bekal
mencari keselamatan.
Sistematika
filsafat lima kekal Ar-Razi dapat djelaskan sebagai berikut:
1)
Al-Bari
Ta’ala (Allah): hidup kekal dan aktif (dengan
sifat independen).
Tuhan bersifat sempurna. Tidak ada kebijakan setelah
tidak sengaja, karena itu ketidaksengajaan tidak bersifat kepada-Nya. Kehidupan
berasal dari-Nya sebagaimana sinar datang dari matahari Tuhan mempunyai
kepandaian yang sempurna dan murni. Kehidupan ini adalah mengalir dari ruh.
Tuhan menciptakan sesuatu dan tidak ada yang bisa menandingi dan tidak ada yang
bisa menolak kehendak-Nya. Tuhan Maha Mengetahui, segala sesuatu. Tetapi
ruh-ruh hanya mengetahui apa yang berasal dari eksperimen. Tuhan mengetahui
bahwa ruh cenderung pada materi dan membutuhkan kesenangan materi.
2)
An-Nafs
al-kulliyyah (jiwa universal): hidup dan aktif
dan menjadi al-mabda’ al-qadim ats-tsani (sumber
kekal kedua). Hidup dan aktifnya bersifat dependen. An-nafs al-kulliyyah tidak berbentuk. Namun, karena mempunyai
naluri untuk bersatu dengan al-hayula
al-ula, an-nafs al-kulliyyah memiliki zat yang berbentuk (form) sehingga bisa menerima, sekaligus
menjadi sumber penciptaan benda-benda alam semesta, termasuk badan manusia.
Ketika masuk pada benda-benda itulah, Allah menciptakan roh untuk menempati
benda-benda dan badan manusia di mana jiwa (parsial) melampiaskan
kesenangannya. Karena semakin lama jiwa bisa terlena pada kejahatan, Allah
kemudian menciptakan akal untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik
tersebut.
3)
Al-hayula
al-ula (materi pertama): tidak hidup dan
pasif, Al-hayula al-ula adalah
substansi (jauhar) yang kekal yang terdiri atas dzarrah, dzarat (atom-atom).
Setiap atom terdiri atas volume. Jika dunia hancur, volume juga akan terpecah
dalam bentuk atom-atom. Materi yang sangat padat menjadi substansi bumi, yang
agak renggang menjadi substansi air yang renggang menjadi substansi udara dan
yang lebih renggang menjadi api. Al-hayula
al-ula: kekal karena tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Buktinya, semua
ciptaan Tuhan melalui susunan-susunan (yang berproses) dan tidak dalam sekejap
yang sangat sederhana dan mudah. Dengan kata lain, Tuhan tidak mungkin menciptakan
sesuatu tanpa bahan sebelumnya yang kekal karena mendapat (semacam emanasi,
pancaran) dari Yang Maha kekal.
4)
Al-makan
al-muthlaq (ruang absolut): tidak aktif dan tidak
pasif. Materi yang kekal membutuhkan ruang yang kekal pula sebagai “tempat” yang
sesuai. Ada dua macam ruang: ruang partikular (relatif) dan ruang universal.
Yang partikular terbatas, sesuai keterbatasan maujud yang menempatinya. Adapun
ruang universal tidak terbatas dan tidak terikat pada maujud karena bisa saja
terdapat terjadi kehampaan tanpa maujud.
5)
Az-zaman
al-muthlaq (zaman absolut): tidak aktif dan tidak
pasif. Zaman atau masa ada dua: relatif/terbatas yang biasa disebut al-waqt dan zaman universal yang bisa
disebut ad-dahr. Yang terakhir ini (ad-dahr) tidak terikat pada gerakan alam
semesta dan falak atau benda-benda angkasa raya.
b.
Filsafat Rasional
Ar-Razi adalah
seorang rasionalis murni dalam bidang kedokteran, studi klinis yang
dilakukannya telah menghaslkan metode yang kuat tentang penemuan yang berpijak
pada observasi dan eksperimen. Dalam kitab Al-Faraj
ba’d Asy-Syiddah-nya At-Tanukhi (w 384 H/ 994 M ) dan dalam Maqalah-nya Nizami ‘Arudi Samarqandi yang ditulis sekitar tahun 550 H/ 1155 M,
kita dapati kasus-kasus yang dilakukan Ar-Razi, dimana ia menunjukkan metode
penemuan klinis yang sangat baik. E. G. Browne, dalam Arabian Medicine, telah
menerjemahkan satu halaman yang mungkin diambil dari Hawi-sebuah naskah yang
ditulis Ar-Razi yang menunjukkan metode ini
Rasionalis
seorang Al-Razi terhadap akal tampak jelas dalam bukunya Ath-Thibb Ar-Ruhani,
ia mengatakan, “Tuhan, segala puji bagi-Nya, Yang telah memberi kita akal agar
dengannya, kita memperoleh sebanyak-banyak manfaat; inilah karunia terbaik
Tuhan kepada kita. Dengan akal kita melihat segala yang berguna bagi kita dan
yang membuat hidup kita baik- dengan akal, kita dapat mengetahui yang gelap,
yang jauh, dan yang bersembunyi dari kita... dengan akal pula kita dapat
memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu pengtahuan yang tertinggi yang
dapat kita peroleh... jika akal sedemikian mulia dan penting, kita tidak boleh
melecehkannya; kita tidak boleh menentukannya, sebab ia adalah penentu, atau
memerintahnya, sebab ia adalah pemerintah; tetapi kita harus merujuk kepadanya
dalam segala hal dan menentukan segala masalah dengannya kita harus sesuai
dengan perintahnya.
Pernyataan
di atas dengan jelas menempatkan Al-Razi sebagai rasionalis murni, yakni tiada
tempat bagi wahyu atau intuisi mistis. Hanya akal logislah yang merupakan
kriteria tunggal pengetahuan dan perilaku. Tidak ada kekuatan irasonal dapat
dikerahkan. Al-Razi menentang kenabian, wahyu, kecenderungan berpikir
irasional. Manusia lahir dengan kemampuan yang sama untuk meraih pengetahuan.
Hanya melalui pemupukkan kemampuan inilah, manusia menjadi berbeda, ada yang
menggunakannya untuk spekulasi dan belajar, ada yang megabaikannya, atau
mengarahknnya untuk kehidupan praktis.
c.
Filsafat Moral
Filsafat ini
dapat digali dari karyanya: Ath-Thibb Ar-Ruhani dan Ash-Shirat
Al-Falsafiyyah. Ia menjelaskan teorinya tentang kesengan, suatu teori yang
ia bahas lagi dalam sebuah surat khusus. Baginya, kebahagiaan tidak lain adalah kembalinya apa yang telah tersingkir
oleh kemudharatan, misalnya, orang yang meninggalkan tempat yang teduh menuju
ke tempat yang penuh sinar matahari dan panas akan senang ketika kembali ke
tempat yang teduh tadi. Dengan alasan ini, kata Al-Razi, para filsuf alami mendefinisikan kebahagiaan sebagai
kembali kepada alam. Al-Razi mengutuk cinta sebagai suatu keberlebihan dan
ketundukan kepada hawa nafsu. Kemarahan muncul dalam diri binatang agar mereka
dapat melakukan pembelaan terhadap bahaya yang mengancam. Bila berlebihan, hal
itu berbahaya sekali bagi mereka.
Filsafat
moral atau etika Al-Razi sangat bijak, bahkan intelektualisme eksesif yang
tampaknya ia diagnosis ada dalam dirinya sendiri, mengikuti saran Galen bahwa
kita dapat menemukan keburukan-keburukan kita sendiri dari musuh kita, diakui
sebagai keburukan karena daya rusaknya terhadap kesehatan dan ketenagan pikiran
kita, dan karena rasa prustasi yang tak terelakkan yang diakibatkan oleh tak
terpenuhi ambisi intelektual. Karena itu, seperti telah saya tegaskan beberapa
tahun lalu, “kesenangan” menurut Al-Razi di sini “menjadi hakimnya akal dan
bukan alasan untuk bersennag-senang”.
Dalam tulisan
Lenn E. Goodman yang mempersamakan filsafat moral Ar-Razi dengan Epicurus.
Al-Razi menganggap sebagai kesalahan moral mendasarkan penilaian etis pada
pertimbangan-pertimbangan di luar kesenangan pribadi manusia dalam pengertian
ketenangan jiwa dan emosi (ataraxia). Keseluruhan etikanya difokuskan pada
imbauan kepada akal untuk mengontrol hawa nafsu (al-hawa). Seperti ditegaskan
Mohaghegh, ”Al-Razi lebih banyak menggunakan kata hawa daripada para
filsuf moral Islam lainnya” dalam
membicarakan pentingnya memerangi, menekan, menahan, dan mengendalikan hawa
nafsu.
C.
AL FARABI
1.
Biografi
Nama lengkap al
Farabi adalah Abu Muhammad ibn Muhammad Tarkhan ibn Auzalagh, ia lahir di
wasij, distrik Farab (sekarang dikenal dengan kota Atrar?Transoxiana) Turkistan
ada tahun 257H (870 M). ayahnya seorang jendral berkebangsaan Persia dan ibunya
berkebangsaan Turki. Sebutan Al Farabi diambil dari nama kota Farab, tempat ia
dilahirkan.
Sejak kecil Al
Farabi suka belajar dan ia mempuyai kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa.
Di antara bahasa-bahasa yang ia kuasai antara lain bahasa Iran, Turkistan, dan
Kurdistan, selain itu beliau juga belajar al-Quran, ilmu-ilmu agama (fiqh,
tafsir dan ilmu hadits) dan aritmatika dasar.
Al Farabi yang
dikenal sebagai filosof Islam terbesar, memiliki keahlian dalam bidang keilmuan
dan memandang filsafat secara utuh dan menyeluruh serta mengupasnya dengan
sempurna sehingga, filosof yang datang sesudahnya seperti Ibn Sina (370 H/ 980M
– 428 H/ 1037 M) dan Ibn Rusyd (520 H/ 1126M – 595 H/ 1198 M) banyak mengambil
dan mengupas sistem filsafatnya. Oemar Amin Huseini menyatakan bahwa Ibn Sina
telah membaca 40 kali buku metafisika karangan Aristoteles bahkan hampir
seluruh isi buku itu dihapalnya akan tetapi belum dipahaminya, setelah membaca
buku Al Farabi Tahqiq Ghardah Aristhu Fi
Kitabi ma Ba’da Ath-Thobi’ah yang menjelaskan maksud dan tujuan metafisika
Aristoteles barulah Ibn Sina memahaminya.
Maka beliau
dianggap sebagai filosof yang paling terpelajar dan tajam dari para komentator
karya Aristoteles, dan Plato sehingga ia dijuluki sebagai Al-Mua’lim Ats-Tsani (guru kedua) sedangkan Al-Mu’alim Al-Awwal (guru pertama) adalah Aristoteles.
2.
Karya- Karya Al Farabi
1.
Al
jam’u baina ra’yay Al-hakimain Aflathun wa Aristhu
2.
Tahqiq
Gardh Arusthu Fi Kitab ma Ba’da Ath Thabi’ah
3.
Syarah
Risalah Al zainun Al Yunani
4.
At
Ta’liqat
5.
Risalah
fima Yajibu Ma’rifat Qalba Ta’allumi Al Falsafah
6.
Kitab
tahsshil As Sa’adah
7.
Risalah
Fi Itsbat Al Muafaraqah
8.
‘Uyun
Al masa’il
9.
Ara’ahl
Al madinah Al Fadhilah
10.
Ihsa
Al’Ulum wa At Ta’rif bi Aghradita
11.
Maqalat
Fi Ma’ani Aql
12.
Fushul
Al hukm
13.
Risalah
Al Aql
14.
As
Siyasah Al Madaniyah
15.
Al-Masa’il
Al Falsafiyah wa Al-Ajwibah Anha.
3.
Filsafat AL Farabi
Secara
demontrasi Al farabi sendiri terpusat pada analisis terhadap syarat-syarat yang
harus dipenuhi agar memperolehilmu atau pengetahuan (‘ilm=epitesme dalam bahasa
yunani). Seperti pemikir muslim pengikut aristoteles yang lain. Al Farabi
berdasarkan analisis perbedaan antara dua kognitif dasar, yakni konsptualisasi
( tashawwur) dan pembenaran (tashdiq).
1.
Metafisika
Ajaran-ajaran
metafisika Al Farabi, dalam analisis Deborah L Black, menimbulkan banyak
kesulitan interpretative tertenntu bagi sarjana modern, tentang ilmu Tuhan Al farabi terpengaruh oleh
Aristoteles yang mengatakan bahwa Tuhan tidak mengetahui dan memikirkan Alam.
Pemikiran ini dikembangkan oleh Al Farabi dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak
menegtahui yang Juz’iyyah (particular).
2.
Filsafat kenegaraan
Pemikiran Al
Farabi tentang Negara yang utama (al madinah al Fadhilah) banyak dipengaruhi
oleh konsep plato yang menyamakan Negara dengan tubuh manusia. Al Farabi
memandang Negara sebagai sesuatu organisasi yang didalamnya terdiri dari
beberapa unsure yang berkaitan dan saling menopang.
Menurut Al
Farabi kepla Negara itu diadaknan dahulu, baru menysul kemudian rakyat yang
akan dikepalainya. Berkaitan dengan kepemimpinan Negara Al Farabi mirip dengan
Plato bahwa warga Negara terdiri atas tiga kelas : 1) kelas pertama dan
tertinggi yang terdiri dari pemimpin yang mempunyai kewenangan memerintah serta
mengelola Negara, 2) kelas kedua terdiri dari angkatan bersenjata yang
bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatan Negara, baikk terhadap
rongrongan di dalam dan di luar, 3) kelas ketiga dan terendah, terdiri dari
pandai besi, petani dan pedagang.
3.
Filsafat Praktis
Pemahaman
filsafat praktis Al Farabi dapat terlihat ketika membandingkan anatrkota fasik,
kota jahat, dan kota sesat. Kota fasik dan kota sesat adalah kota-kota yang
warganya sekarang atau dahulu mempunyai beberapa pengetahuan mengenai tujuan
kemanusian yang benar, tetapi gagal mengikuti pengetah baikuan tersebut.kota
jahat adalah kota yang warganya secara sengaja meninggalkan tujuan yang baik
demi tujuan lain, sedangkan kota sesat adalah kota yang pemimpinnya secara
pribadi mempunyai pengetahuan yang benar tentang tujuan semestinya yang harus
di ikuti oleh kota ini. Tetapi pemimpin itu menipu warganya dengan mengemukakan
citra-citranya dan gambaran-gambaran menyesatkan dari tujuan tersebut. (Al
Farabi[1964]; 74-108 Mahdi dan lemer [1963]: 35-56 [1985]: 228-56).
D.
IKHWAN ASH SHAFA
1.
Biografi
Identitas kelompok ini tidak jelas karena mereka bersama para anggota
merahasiakan diri dan aktivitas mereka. Menurut informasi As-Sijistani, para
pemuka mereka adalah Abu Sulaiman Al-Busti, Abu Al-Hasan Az-Zanjani, Abu Ahmad
An-Nahrajuri, Abu Hasan Al-Aufi, dan Zaid bin Rita’ah. Kalangan Syiah terutama
isma’iliah mengklaim bahwa ikhwan Ash-Shafa adalah kelompok dari kalangan
mereka. Kendati identitas mereka tidak jelas, risalah ensiklopedia yang mereka
hasilkan itu, menurut Abu Hayyan At-Tauhidi dan dara internal dalam risalah
mereka, dapat disimpulkan berasal dari masa antara tahun 347H/958 M sampai
tahun 373 H/983 M atau dari perempat ketiga abad ke-4 H. pusat kegiatan mereka
di kota Basrah, tetapi di Baghdad juga terdapat cabang dari kelompok rahasia
itu. Pemikiran mereka sangat layak dikaji karena lebih dari sekadar kajian
artificial, disamping ihkwan ash shafa sangat dikenal di Timur Tengah,
sebagaimana Hegel, Kant dan Voltaire yang sangat dikenal di Barat. Penyebutan
diri mereka sebagai “ Orang-orang yang
tertidur dalam gua Adam” sebagaimana dalam kitabnya Rasa’il yang diambil dari
Al-Quran dan Tujuh Orang yang Tertidur dalam legenda Epheus, mencerminkan
misteri identitas mereka. Pengaruh Plato, Aristoteles dan terutama Plotinus ada
dalam filsafat ikhwan,.
2.
Karya-Karya Ikhwan Ash Shaffa
Ikhwan
Ash-Shafa’ menghasilkan sebagian magnus
opus (masterpiece)-nya yang terhimpun kedalam sebuah tulisan yang terdiri
dari 52 Risalah dengan keluasan dan
kualitas beragam yang terkaji subjek-subjek berspektrum luas dari musik smpai
sihir. Tekananya bersifat amat didaktik. Sedangkan kandunganya sangat eklektik.
Ini memberikan cerminan paedagogis dan kultural mereka serta beragam filsafat
dab kredo masa itu. Rasa’il sendiri di bagi dengan apak menjadi empat
bagian utama : 14 terfokus pada ilmu matematis
17 membahas ilmu kealaman, 10 berhubungan dengan ilmu Psikologis dan
intelektual, dan 11 mengakhiri empat jilid edisi Arab terakhirb dengan memusatkan pada apa yang disebut matefisika
atau ilmu teologis.
Aspek pokok Rasa’il adalah bagian utama yang
menampilkan perdebatan antara manusia dan para utusan dari kerajaan
binatang; ini mengisi sebagian Risalah Ke -22 yang berjudul On How Animals and Their Kinds are Formed (Netton
[1982]:2). Bagian ini telah di telaah secara ilmiah, dianalisis secara tejemah
oleh L.E. Goodman (1978).
3.
Filsafat Ikhwan Ash
shafa
a.
Filsafat Alam
Sebagaimana
Al-Farabi, ikhwan Ash-Shafa’ juga menganut paham penciptaan alam oleh Tuhan
melalui cara emanasi. Namun, paham emanasi mereka berbeda dengan paham emanasi
Al-Farabi. Menurut paham emanasi mereka, Tuhan memancarkan akal universal
atau akal aktif. Akal universal memancarkan jiwa universal. Jiwa universal lalu
memancarkan materi pertama, yaitu bentuk dan jiwa dan dari materi pertama,
muncul tabiat-tabiat yang menyatu dengan jiwa. Jiwa universal dengan bantuan
akal universal menggerakan materi pertama sehingga mengambil bentuk yang
memiliki dimensi panjang. Bila diurutkan dari yang pertama muncul wujud itu
dari yang pertama sampai yang terakhir, urutannya adalah : (1) Tuhan, (2) akal
universal, (3) jiwa universal, (4) materi pertama dan bentuk, (5) tabiat, (6)
tubuh mutlak, (7) falak/langit, (8) unsur yang empat (tanah, air, udara dan
api), dan (9) yang dilahirkan dari empat unsur mulai benda-benda mineral,
tumbuhan, binatng, dan manusia.
b.
Filsafat dan Angka
Ikhwan memegang
“keyakinan Phytagorean bahwa sifat dasar hal-hal yang diciptakan adalah sesuai
dengan sifat dasar bilangan” dan menyatakan, “inilah mazhab pemikiran Ikhwan
kami” (Netton[1982]:10). Mereka juga mengikuti kaum Phytagorean dalam hal
kepeduliannya yang besar pada angka-angka tertentu. Menurut Ikwan Ash-Shafa’, seorang dapat
belajar tentang keesaan Tuhan dengan mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan
angka dan mereka menyatakan, “Pythagoras percaya bahwa yang kedua menuntun ke
yang pertama (Rasa’il, 3:200).
c.
Manusia dan Jiwa
Seperti halnya
Al-Kindi, Ar-Razi, dan Al-Farabi , Ikhwan Ash-Shafa’ memandang manusia terdiri
dari dua unsure, yaitu jiwa yang bersifat imateri, dan tubuh yang merupakan
campuran dari tanah, air, udara, dan api. Dalam salah satu tulisan mereka,
dikatakan bahwa masuknya jiwa kedalam tubuh merupakan hukuman kepada jiwa yang
telah melakukan pelanggaran (melanggar larangan Tuhan, seperti dalam kisah Adam
dan Hawa).
E.
IBNU MISKAWAIH
1.
Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu Ali
al-Khasim Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih. Sebutan namanya yang lebih masyhur
adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih. Nama tersebut diambil dari nama kakeknya
yang semula beragama Majusi kemudian masuk Islam. Maskawaih hidup pada masa
pemerintahan Bani Abbas yang berada di bawah pengaruh Bani Buwaihi yang
beraliran Syi’ah dan berasal dari keturunan Parsi Bani Buwaihi yang mulai
berpengaruh sejak Khalifah al Mustakfi dari Bani Abbas mengangkat Ahmad bin
Buwaih sebagai perdana menteri dengan gelar Mu’izz al Daulah pada 945 M.
2.
Karya-karya ibnu maskawaih
1.
Al-fauz Al-akbar
(tentang keberhasilan besar
2.
Al-fauz Al-Ashghar
(tentang keberhasilan kecil)
3.
Tajarib Al-Umam
(tentang pengalaman bangsa-bangsa sejak awal sampai ke masa hidupnya)
4.
Uns Al-Farid (kumpulan
anekdot, syair, pribahasa, dan kata-kata mutiara)
5.
Tartib As-Saadah
(tentang akhlak dan politik)
6.
Al-Musthafa (
syair-asyair pilihan)
7.
Jawidan Khirad
(kumpulan ungkapan bijak)
8.
Al-Jami
9.
As-Siyar (tentang
aturan hidup)
10.
Tahzib Al-Akhlak
(pendidikan Akhlak)
11.
Ajwibah wa Al-As’ilah
fi an-Nafs wa Al-Aql (Tanya jawab tentang jiwa)
12.
Al-Jawab fi Al-Masa’il
As-Salas (jawaban tentang tiga masalah)
13.
Taharat An-Nafs
(kesucian jiwa)
14.
Risalah fi Al-Ladzadzat
wal-Alam fi Jauhar An-Nafs
15.
Risalah fi jawab fi
Su’al Ali bin Muhammad Abu Hayyan Ash-Shufi fi Haqiqat Al-Aql
16.
Risalah fi Haqiqah
Al-Aql.
3.
Filsafat Ibny Miskawaih
a.
Filsafat Etika
Sebagai
“Bapak Etika Islam”, Ibnu Maskawaih dikenal juga sebagai Guru Ketiga (al
Mu’allim al tsalits), setelah al Farabi yang digelari Guru Kedua (al
Mu’allim al tsani). Sedangkan yang dipandang sebagai Guru Pertama (al
Mu’allim al awwal) adalah Aristoteles. Teori Maskawaih tentang etika dituangkan
dalam kitabnya yang berjudul Tahzib al Akhlaq wa That-hir al ‘Araq (Pendidikan
budi pekerti dan pembersihan watak).
b.
Filsafat Ketuhanan
Miskawaih
mengatakan bahwa sebenarnya tentang adanya tuhan pencipta itu telah menjadi
kesepakatan filosof sejak dahulu kala. Tuhan pencipta itu Esa, Azali (tanpa
awal) dan bukan materi (jisim).Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak
bergantung pada kepada yang lain. Tampaknya pemikiran ini sejalan dengan
pemikiran Al-Farabi. Argumen yang digunakan Ibnu Miskawaih untuk membuktikan
adanya tuhan yang paling ditonjolkan adalah adanya gerak atau perubahan yang
terjadi pada alam.
F.
IBNU SINA
1.
Biografi
Dalam
sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan
sampai sekarang, sosok Ibnu Sina (371/980 M-428/1037 M) merupakan sosok filsuf
muslim yang sangat unik dan dikenal dengan kecerdasannya. Adapun nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu
Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina, nama pendeknya Abu Ali. Juga dikenal sebagai Asy-Syaih
Ar-Rais. Ibnu Sina lahir di Afsahan (Desa kecil dekat Bukhara, Ibu Kota
Dinasti Samaniyah dimana ayahnya seorang Gubernur Kharmayathnah pada
pemerintahan Dinasti Saman-Bukhara).
2.
Karya- karya
1. As-Syifa
(The Book of
Recovery or The Book of Remedy)
2.
Al-Syarat Wat-Tanbihat
3.
Al-Hikmat Al-Masyriqiyyah
4.
Al-Qanun
5.
Sadidiyya. Buku ilmu
kedokteran.
6.
Al-Musiqa. Buku tentang musik.
7.
Al-Mantiq, diuntukkan buat Abul Hasan Sahli.
8.
Qamus el Arabi, terdiri atas lima jilid.Danesh Namesh. Buku
filsafat.
9.
Danesh Nameh. Buku filsafat.
10.
Uyun-ul Hikmah. Buku filsafat terdiri atas 10 jilid.
didalam ilmu filsafat
11.
Mujiz, kabir wa Shaghir. Sebuah buku yang menerangkan tentang dasar - dasar ilmu logika secara lengkap.
12.
Al-Inshaf. Buku tentang Keadilan Sejati.
13.
Al-Hudud.
3.
Filsafat Ibnu Sina
a.
Metafisika
Menurut Ibnu Sina, metafisika adalah
ilmu yang memberikan pengetahuan tentang prinsip-prisip filsafat teoritis. Ini
dilakukan dengan cara mendemonstrasikan perolehan sempurna prinsip-prinsip
tersebut melalui intelek. Metafisika berhubungan dengan maujud (eksisten atau
yang ada). Sepajang ia ada, maksudnya, berhubungan degan maujud mutlak atau
umum dan berhubungan dengan apa yang terkait dengannya.
b.
Filsafat wujud
Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang
terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala sifat lain, walaupun
esensi sendiri (quiddity) sediri. Esensi, dalam faham Ibnu Sina, terdapat dalam
akal, sedangkan wujud terdapat diluar akal. Wujudlah yang membuat tiap esensi
yang dalam akal mempunyai kenyataan di luar akal.
c.
Filsafat jiwa atau
filsafat manusia
Ibu Sina seperti Al-Farabi, berpendapat
bahwa jiwa adalah wujud rohani yang berad dalam tubuh. Wujud imateri yang tidak
berada dalam atau tidak langsung mengendalikan tubuh disebut akal. Akan tetapi,
apabila mengedalikan secara langsung di sebut jiwa. Badan bisa berubah-ubah
secara fisik, tetapi jiwa ada sebelum badan itu ada dan dan berubah.
a.
Filsafat tentang kenabian
Berbeda
dengan Ar-Razi, ibnu sina menegaskan adanya kenabian. Alasan logis yang
disampaikan ibnu sina bahwa adanya perbedaan keunggulan atau keutamaan pada segenap wujud,
dan pada akhirnya menegaskan bahwa para nabi yang akal teoritis mereka
mengaktual dengan sempurna secara langsung lebih utama dari pada mereka
(filusuf), yang akal teoritis mereka mengaktual sempurna secara tidak langsung
(yakni dengan perantaraan seperti latihan dan belajar keras).
G.
AL GHAZALI
1.
Biografi
Al-Ghazali yang nama lengkapnya
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, dilahirkan di Thus, salah satu kota
di Khurasan (Persia) pada pertengahan abad kelima hijriyah (450 H/1058 M). Ia
adalah salah seorang pemikir besar Islam yang dianugerahi gelar hujjat
Al-Islam (bukti kebenaran agama Islam) dan zany ad-din (perhiasan
agama). Al-Ghazali meninggal di kota kelahirannya, Thus pada tanggal 14 Jumadil
Akhir 505 H (19 Desember 1111 M). Al-Ghazali pertama-tama belajar agama di kota
Thus, kemudian meneruskan di kota Jurjan, dan akhirnya di Naisabur pada Imam
Juwaini sampai yang terakhir ini wafat pada tahun 478 H/1085 M. Ayah Al-Ghazali
adalah seorang wara’ yang hanya makan dari usaha tangannya sendiri.
Pekerjaannya ialah sebagai pemintal dan penjual wol. Pada waktu-waktu
senggangnya, menurut cerita, ia selalu mendatangi tokoh-tokoh agama dan para
ahli fiqih di berbagai majelis dan khalawat mereka untuk mendengarkan
nasihat-nasihatnya. Tampaknya tentang pribadi sifat-sifat ayah Al-Ghazali ini
tidak banyak ditulis orang, kecuali sikap pengabdiannya yang mengagumkan
terhadap para tokoh agama dan ilmu pengetahuan.
2.
Karya-karya
Abdurahman
mengklasifikasikan kitab-kitab yang ada hubungannya dengan karya Al-Ghazali
dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok kitab yang dapat dipastikan
sebgai karya Al-Ghazali yang terdiri atas 72 buah kitab. Kedua, kelompok
kitab yang diragukan sebagai karyanya yang asli terdiri atas 22 buah kitab. Ketiga,
kelompok kitab yang dapat dipastikan bukan karyanya, terdiri atas 31 buah
kitab. Kitab-kitab yang ditulis oleh Al-Ghazali tersebut meliputi berbagai
bidang ilmu yang populer pada zamannya, di antaranya tentang tafsir Al-Quran,
ilmu kalam, ushul fiqh, tasawuf, mantiq, falsafah dan lain-lain.
3.
Filsafat Al Ghazali
Tiga pikiran
filsafat metafisika yang menurut Al – Ghazali sangat berlawanan dengan islam,
dan yang oleh karenanya para filosof harus dinyatakan sebagai orang ateis ialah
:
1.
Qadim – nya alam;
2.
Tidak mengetahuinya
Tuhan terhadap soal – soal peristiwa kecil; dan
3.
Pengingkaran terhadap kebangkitan
jasmani.
Setelah
melakukan pengembaraan intelektual berupa analisi dan koreksi terhadap sejulah
filosof-filosof besar, akhirnya Al-Ghazali mengklasifikasikan para filosof
menjadi tiga golongan yaitu :
1.
Filosof materialis (Dahriyyun)
2.
Filosof naturalis (Thabi’iyyun)
3.
Filosof ketuhanan (Ilahiyun/)
H.
SUHRAWARDI AL-MAQTUL
1.
Biografi
Abu al-Futuh Yahya bin Habash bin Amirak
Shihab al-Din as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153M di
Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia
memiliki sejumlah gelar : Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist,
al-Hakim, ash-Shahid, the Martyr, dan al-Maqtul.
Sebagaimana umumnya para intelektual muslim,
Suhrawardi juga melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk mengembangkan
wawasannya. Wilayah pertama yang ia kunjungi adalah Maragha yang berada di
kawasan Azerbaijan. Di kota ini ia belajar filsafat, hukum dan teologi kepada
Majd al-Din al-Jili. Untuk memperdalam kajian filsafat ia juga berguru pada
Fakhr al-Din al-Mardini. Tampaknya tokoh terakhir ini merupakan guru filsafat
yang sangat berpengaruh bagi Suhrawardi.
2.
Karya-Karya
Suhrawardi adalah filosof yang sangat menggemari dunia tulis
menulis, ia termasuk salah satu filosof yang produktif, hal ini bisa dilihat
dari penguasaan Suhrawardi terhadap ajaran-ajaran tasawuf dan filosofis
terdahulu. Karya-karyanya lebih dari 50 buah dan dituliskan dalam bahasa arab
dan parsi
Dalam buku Three
Muslim Sages yang ditulis oleh Sayyed Hossein Nashr, sebagaimana yang
dikutip oleh Amroeni Drajat dalam bukunya Filsafat
Illuminasi: Sebuah Kajian Terhadap Konsep “Cahaya” Suhrawardi, menurut
Nashr ada 5 kategori pengelompokan karya-karya Suhrawardi, yaitu:
Kategori pertama adalah kitab al-Talwihat al-Lawiyat al-‘Arsyiyat (The book of Intimations), al-Muqawamat (The Book of Oppositions), al-Masyari’ wa al-Mutharahat (The Book
of Conversations), Hikmat al-Isyraq (The
Theosophy of the Orient of Light).
Kategori kedua adalah al-Lamahat
(The Flashes of Light), al-Alwah
al-‘Imadiyah (Tablets Dedicated to ‘Imad al-din), Bustan al-Qulub, Hayakil al-Nur (Tamples of Light, Alatar-altar
Cahaya), Risalah fi al-Isyraq,
Partaw-namah (Treatise on Illumination, Karangan tentang pancaran), Ma’rifat Allah (The Knowledge of God), Fi al-‘I’tiqad al-Hukuma (Symbol of
Faith of the Philosophers).
Kategori ketiga adalah karangan-karangan pendek yang berisi
lambing-lambang mistis, yaitu Qishshat
al-Ghurbah al-Gharbiyah (A Tale of Occidental Exile, Pengasingan di Barat), ‘Aql-i surkh, al’Aqlu al-‘Ahmar (The
Red Intelect, Akal Mertah), Awaz-i Par-i
Jibra’il, Hafifu jinahi Jibril (The Chant of the Gabriel’s Wing, bunyi
sayap jibril), Yawman ma’a Jama’at
al-Shufiyin (A Day with a Group of Sufis, Ruzi Ba Jama’at Sufian), Fi Halah al-Thufuliyah (On the State of
Childhood), Lughat an-Naml, Lughat-i Muran
(The Language of the Ants, bahasa semut-semut), Fi al-‘Isyq (On the Reality of Love, tentang cinta), Risalah fi al-Mi’raj (Treatise on the
Nocturnal Journey), Safir-i Simurgh (The
Simurgh’s Shrill Cry, Siulan dari Simurgh).
Kategori keempat yang berkenaan dengan komentar dan
terjemahan adalah Risalah al-Thayr (The
Treatise of the Birds), sebuah risalah dari Ibn Sina yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Parsi, komentar tentang kitab Isyarat
Ibn Sina, Risalah fi al-‘Isyq karya
yangdidasarkan pada Risalah fi al
al-‘Ishq Ibn Sina, komentar-komentarnya dari beberapa ayat al-Quran dan
Hadits.
Kategori kelima berisi doa-doa, wirid-wirid dan dzikir yang
dikenal dengan al-Waridat wa al-Taqdisat,
(doa dan penyucian).
3.
Filsafat Suhrawardi Al maqtul
a.
Akar Filsafat
Menurut akar pemikiran filsafat suhrawardi dapat ditemukan
dari kecenderungan iluminasionisme suhrawardi yang merujuk kepda plato.
Suhrawardi mengambil kesimpulan bahwa tidak tepat baginya
mengarungi dunia indrawi dan materi bersama orang-orang yang terjebak dengan
dunia materi.
b.
Filsafat
Illuminasi: Konsep Cahaya)
Cahaya adalah suatu yang unik dan
menarik, cahaya identik dengan sinar sehingga dapat menyinari dan menembus
kegelapan. Seperti salah satu nama aliran filosofis yang dipilih oleh
Suhrawadi, yaitu Hikmah Isyraqiyah artinya
hikmah yang yang didapat dari matahari pagi, dalam kata “hikmah” terkandung
filsafat dan pikiran merupakan tempat dari filsafat tersebut, dan dalam kata
“isyraq” terkandung arti tersimpan cahaya matahari karena kebersihan rohani di
dalam mencari tujuan dan hati sanubarilah tempatnya.
III.
FILSAFAT ISLAM DI DUNIA ISLAM BARAT
A.
IBNU BAJJAH
1.
Biografi
Nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad bin Yahya Ibnu Bajjah yang
terkenal dengan julukan Ibnul-Sha’igh (anak tukang emas). Ibnu Bajjah Lahir di
Saragosa dalam abab ke-5 M danwafat pada tahun 533H/1138 M. Tanggal lahirnya
tidak diketahui orang.Al Bajjah berasal dari keluarga At Tujib.
Menurut Leo Africanus, yang dikutip oleh Lenn E. Goodman,
Ibnu Bajjah aalah seorang dokter, musisi, penulis lagu dan puisi polpuler
dengan “abkat lirik yang mengagumkan”. Pada tahun 504 H/1110 M saragona jatuh
ketangan Al-Murabithun, Revivalis Muslim dari AFrika Utara. Ketika di utus
menjadi duta kepada mantan penguasa yang masih merdeka, ia malah dipenjara, di
duga karena ia di anggap menyerahkan dirinya kepada penakluk. Beberapa bulan
setelah dibebaskan ia mulai melakukakn perjalanan ke Valencia, tempat ia
mendapat informasi tentang kematian Ibnu Tifalwith, selama melakukan perjalanan
ke Seville, ia menampilkan diri sebagai seorang dokter kemudian pindah ke
Granada, tempat ia menjadi terkenal berkat ilmunya.
2.
Karya-Karya IIbnu Bajjah
Sebagaimana buku yang diedit oleh M.M Syarif, beberapa karya
Ibnu Bajjah, baik dalam bentuk bahasa Arab atau Bahasa Inggris menjadi bukti
sebuah pengakuan dari dunia luar atas karyanya, diantaranya :
·
tardiyyah sebuah puisi
·
karya-karya yang disunting oleh Asin Palacios dengan
terjemah bahasa spanyol 1) Kitab An-Nabat Al Andalus, Jilid V, 2) Risalah
Ittishal Al-Aql bi Al-Insan, Al Andalus Jilid VII 1942, 3) Risalah Al-Wada
Al-Andalus, Jilid VIII 1943, 4) Tadbir Al Mutawahid berjudul El Regimen Del
Solitario, 1946.
·
Karya-karyanya yang disunting oleh Dr. Shagir Hasab
Al-Ma’sum: 1) Kitab An-Nafs, 2) Risalah Al-Ghayyah Al-Insaniyyah.
3.
Filsafat Ibnu Bajjah
Filsafat ibnu Bajjah mendasarkan
pada realitas adalah wajar karena ia adalah penganut filsafat dan logika karya-karya
Al Farabi.
a.
Materi
Menurut Ibnu Bajjah “ materi dapat bereksistensi tanpa
bentuk” menurut Ibnu Bajjah kata bentuk
dipakai untuk mencakup arti jiwa, sosok,, kekuatan , makna, dan konsep. Menurut
pendapatnya, bentuk suatu tubuh menjadi tiga tingkatan.
1.
Bentuk jiwa umum atau bentuk intektual
2.
Bentuk kejiwaan khusus
3.
Bentuk fisik.
Menurut
pandangan Ibnu Bajjah, materi (al-Hayula) tidak mungkin bereksistensi tanpa
bentuk (al-Shurat). Sementara itu, bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya
tanpa materi. Jika tidak, secara pasti kita tidak mungkin dapat menggambarkan
adanya modifikasi (perubahan-perubahan) pada benda. Perubahan-perubahan
tersebut adalah suatu kemungkinan dan inilah yang dimaksud dengan pengertian
bentuk materi.
b.
Teori Ittishal
Dalam
teori ini Ibnu Bajjah berpendapat, bahwa manusia pada prinsipnya mampu untuk
berhubungan dan meleburkan diri dengan akal faal melalui perantaraan ilmu dan
pertumbuhan kekuatan insaniyahnya. Segala keutamaan dan perbuatan budi pekerti
mendoring kesanggupan ilmu yang berakal, serta penguasannya terhadap nafsu
hewani.
Untuk
sampai kepada tujuan tersebut manusia harus melepaskan diri dari
keburukan-keburukan masyarakat dan menyendiri serta dapat memakai kekuatan
pikiran untuk memperoleh pengetahuan dan ilmu sebesar mungkin. Juga seseorang
dapat memenangkan segi pikiran pada dirinya atas pikiran hewaninya.
Lebih lanjut beliau menyarankan, bahwa untuk
menapai kedekatan dengan Tuhan manausi ahrus melakukan tiga hal : 1). Membuat
lidah selalu mengigat Tuhan dan memuliakannya, 2) membuat organ-organ tuhan
bertindak sesuai dengan wawasan fikiran, dan 3). Menghindari segala yang
membuat lalai mengingat Tuhan atau membuat hati berpaling dari-Nya. Boleh jadi
kita akan mengira bahwa Ibnu Bajjah meminta kepada seseorang untuk menjauhi
masyarakat sama sekali, yaitu uzlah (penyendirian) seperti yang diperintahkan
orang-orang sufi. Akan tetapi sebenarnya uzlah yang dikemukakan oleh Ibnu
Bajjah bukanlah menjauhi manusia, melainkan tetap juga berhubungan dengan
masyarakat.
B.
IBNU THUFAIL
1.
Biografi
nama Abu Bakar
Muhammad ibn ‘Abd al-Malik ibn Muhammad ibn Muhammad Ibnu Thufail, atau dalam
bahasa Latin dikenal dengan nama Abu Bacer. Merupakan tokoh filsafat pertama
dalam pemikiran tokoh Muwahhid yang berasal dari Spanyol yang lahir di kota
Guadix, Provinsi Granada, Spanyol pada tahun 506 H (1110 M) dan
meninggal di kota Maradesh, Maroko pada tahun 581 H (1185 M) sebagai seorang
keturunan Arab yang terkemuka yaitu Qais.
Seperti halnya
filosof pada umumnya Ibnu Thufail juga menguasai beberapa disiplin ilmu,
seperti kedokteran, matematika, astronomi, dan juga sebagai penyair yang sangat
terkenal dari Dinasty Muwahhid Spanyol. Lewat karirnya sebagai dokter ia bisa
menjadi sekretaris pribadi Gubernur Buetadan Tangier oleh putra al-Mu’min
penguasa al-Muwahhid Spanyol.
2. Karya-karya
Disebutkan bahwa Ibnu Thufail
memiliki beberapa karangan tentang kedokteran, Astronomi, Filsafat, dan
Psikologi. Tetapi tidak banyak buku- bukunya tentang psikologi yang sampai
ketangan kami, kecuali kisah Hayy ibn Yaqzhan buku ini merupakan
kisah filosofis- sufistik yang membuat Ibnu Thufail sangat terkenal.
Ernst Beker menyebutkan dalam
bukunya Tarikh al- Qishshat al- Injiliziyah, yang diterbitkan pada
tahun 1942 dan buku- buku lain berbahasa Eropa dan Arab bahwa kisah Hayy
ibn Yaqzhan karangan Ubnu Thufail merupakan salah satu rujukan sumber
novelnya, Robenson Corozo yang diterbitkan pada tahun 1719.
Karya tulis Ibnu Thufail yang
dikenal orang sedikit sekali. Karyanya yang terpopuler dan masih dapat
ditemukan sampai sekarang ialah Hayy ibn Yaqzhan (
Roman Philosophique), yang judul lengkapnya risalat Hayy ibn Yaqzhan
fi Asrar al- Hikmat al- Masyriqiyyat.
Karya Ibnu Thufail ini merupakan
suatu kreasi yang unik dari pemikiran filsafatnya. Sebelumnya, judul ini telah
diberikan oleh Ibnu Sina kepada salah satu karya esoteriknya. Demikian juga,
nama tokoh Absal dan Salmantelah ada dalam buku Ibnu Sina, Salman wal Absal.
Kendatipun kisah ini tidak orisinal, bahkan sebelum Ibnu Sina juga kisah ini
sudah ada, seperti kisah Arab kuno, Hunain ibnu Ishak, Salman dan Absal Ibnu
Arabi dan lain- lain namun Ibnu Thufail berhasil menjadikan kisah ini menjadi
kisah romanfilosofis yang unik. Ketajaman filosofisnya yang menandai kebaruan
kisah ini dan ia menjadikannya salah satu kisah yang paling asli dan paling
indah pada abad pertengahan. Hal ini terbukti dengan banyaknya buku ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani, Latin, Inggris, Belanda, Perancis,
Spanyol, Jerman, dan Rusia. Bahkan pada zaman moderenpun minat terhadap karya
Ibnu Thufail ini tetap ada. Ahmad Amin ( 1952) menerbitkannya ke dalam edisi
bahasa Arab yang diikuti terjemahannya dalam bahasa Persi dan Urdu.
Dalam Hayy ibn
Yaqzhan, Ibnu Thufail berusaha membuktikan kebenaran tesis kesatuan
kebijaksanaan rasional dan mistis melalui kisah fiktif
Buku Hayy ibn
Yaqzhan dinamakan juga Asrarul hikmah al- masraqiyyah. Judul yang
sebenarnya dari buku itu sangat panjang yaitu: Risalah Hayyu bin Yaqdzan
fi Asraril Hikmah Al Masraqiyyah, Istakhlashaha Min Durari Jawahiri Al- Fahilur
– Ra’is Abi ‘Ali Ibn Sina, Al- Imam Al- Failasuf Al- kamil Al’Arif Abi Ja’far
Muhammad bin Thufail ( risalah hayyu bin yaqzhan tentang rahasia filsafat
al Masraqiyyah,diringkas oleh abu ja’far muhammad bin thufail dari mutiara
ucapan ar Ra’is Abi ‘Ali Ibn Sina) . Dari judul itu saja cukup kita ketahui
bahwa ibnu thufail mengikuti ibnu sina
3.
Filsafat Ibnu Thufail
Pada suatu hari rusa yang
mengasuhnya sejak kecil makin hari makin lemah yang akhirnya mati. Disamping
susah, Hayy juga heran, karena belum pernah melihat seekor hewan mati dengan
sendirirnya. Kemudian Hayy memeriksa rusa tersebut kalau-kalau ada yang rusak
darinya tapi tak ditemukanya.Kemudian ia mengoperasinya dan membedahnya dan
ternyata semunya masih lengkap, dan Hayy berpikir sebab dari kematian itu
diluar dari badannya. Akhirnya sampailah Hayy pada pengakuan adanya Tuhan.
Selain itu disebut pula ada sebuah
pulau di seberang yang penduduknya sukanya berfoya-foya dan suka bermaksiat.
Karenanya salah seorang penduduknya mengasingkan diri dari pulau tersebut dan
pergi ketempat dimana Hayy berada yang akhirnya betemu dengan Hayy. Pemuda itu
bernama Absal, seorang yang percaya kepada wahyu, mereka berdua bercerita
tentang pengalaman masing-masing. Hayy bercerita tentang pengalaman filsafatnya
yang akhirnya percaya adanya Tuhan sedang Absal tentang wahyu, yang akhirnya
bertemulah antar akal dan wahyu.
Kemudian mereka pergi
ke sebuah pulau yang dipimpin oleh Salaman , sahabat Absal. Salaman
menerima ajaran yang disampaikan nabi dan ia lebih suka hidup ditengah
masyrarakat dan melarang orang lain untuk menyepi. Akan tetapi setelah Hayy dan
Absal menceritakan pengembaraanya masyarakat banyak yang mencemoohnya
akhirnya mereka pergi ketempat dimana mereka mengasingkan sampai meninggal.
Ada beberapa cara untuk mengetahui
adanya Tuhan, dalam hal ini adalah gerak. Seperti yang diungkapkan oleh
Aristoteles, gerak membutuhkan penggerakatau pennyebab efisiensi
dari gerak itu. Jika penyebab efisiensi ini berupa sebuah benda,
maka kekuatanya tentu terbatas dan karenanya tidak mampu menghasilkan suatu
pengaruh yang tak terbatas. Oleh sebab itu penyebab efisiensi dari gerak kekal
harus bersifat imaaterial.
Tuhan dan dunia yang keduanya
kekal, bagaiamana bisa yang pertama dianggap sebagai penyebab adanya yang
kedua? Dengan mengikuti pandangan Ibnu Sina, Ibnu Thufail membuat
perbedaan antara kekekalan dalam esensi dan kekelan dalam waktu. Dan
percaya Tuhan ada sebelum adanya dunia dalam hal esensi tapi tidak dalam hal
waktu. Ambilah satu contoh, jika pegang satu benda dengan tanganmu
dan kau gerakan dengan tangansmu maka benda itu tak pelak lagi akan bergerak
dikarenakan gerak tangan itu, jadi gerak itu tergantung dari gerak tangan.
Gerak tangan mendahukui gerak benda dalam esensinya, dan gerak benda diambil
dari gerak tangan tersebut, meskipun dalam soal waktu keduanya tidak saling
mendahului.
b. Bentuk
dan jiwa
Menurut Ibnu Thufail ( juga filosof
Muslim sebelumnya), jiwa terdiri dati tiga tingkat: dari yang rendah jiwa
tumbuhan ( al- nafs al - nabatiyyat), ketingkat yang lebih tinggi jiwa
hewan ( al- nafs al- hayawaniyyat), kemudian ketingkat jiwa yang
martabatnya yang lebih tinggi dari keduannya yaitu jiwa manusia ( al –nafs
al- natiqat).
Mengenai keabadian jiwa manusia dan
hubungannya dengan Allah Ibnu Thufail mengelompokan jiwa dalam tiga keadaan
berikut:
a. Jiwa
yang sebelum mengalami kematian jasad telah mengenal Allah mengagumi kebesaran
dan keagunganNya dan selalu ingat kepadaNya, maka jiwa seperti ini akan kekal
dalam kebahagiaan.
b. Jiwa
yang telah mengenal Allah tetapi melakukan maksiat dan melupakan Allah, jiwa
seperti ini akan abadi dalam kesengsaraan.
c. Jiwa
yang tidak pernah mengenal Allah dalam hidupnya, jiwa ini akan berakhir seperti
hewan.
Agaknya Ibnu Thufail meletakkan
tanggung jawab manusia dihadapan Allah atas dasar pengetahuannya tentang Allah.
Orang yang mengetahui Allah dan menjalankan kebaikan akan kekal dalam
kebahagian. Orang yang mengetahui Allah tetapi terus melakukan suatu maksiat
akan kekal dalam kesensaraan. Orang yang sama sekali tidak pernah mengetahui
Allah jiwanya akan lenyap seperti lenyapnya jiwanya hewan.
C. IBNU RUSYD
1. Biografi
Filsuf muslim yang muncul di
belahan Barat setelah Ibnu Thufail adalah Ibnu Rusyd. Keahliannya diakui
sebagai filsuf. Nama lengkapnya Abu Al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad
bin Rusyd lahir di Cordova pada tahun 520 H/1126 M.
Keterkenalan Ibnu Rusyd dalam
bidang filsafat diawali dari peristiwa Khalifah Abu Ya’qub yang menyuruh Ibnu
Thufail untuk menyuruh orang meringkas intisari filsafat Aristoteles. Sejak
Ibnu Rusyd mampu meramu dan meringkas pikiran-pikiran filsafat Yunani, Bouyges
yang dikutip Ahmad Fuad Al-Ahwani, Ibnu Rusyd layak disebut sebagai “Juru ulas”
dan dengan sebutan itulah, dia dikenal oleh masyarakat Eropa abad pertengahan.
Dante dalam karyanya Divine Comedy menyebut nama Ibnu Rusyd
bersama-sama dengan Euclid, Ptolomeus, Hippocrates, Ibnu Sina, dan Galen, serta
menjulukinya “Juru ulas yang agung”. Di negeri-negeri Eropa Latin, Ibnu Rusyd
terkenal dengan nama Explainer (Asy-Syarih) atau Juru Tafsir.
Maksudnya, juru tafsir filsafat Aristoteles.
Dengan realitas yang dialami
sebagai qadhi, dokter, dan didukung oleh berbagai penguasaan ilmu, seperti
matematika, fisika, astronomi, kedokteran, logika, dan filsafat, Ibnu Rusyd
menjadi ulama dan filsuf yang sulit ditandingi. Kehebatannya dapat dilihat dari
berbagai karya yang telah ditulisnya.
2. Karya-karya Ibnu Rusyd
sampai hari ini karya tulis Ibnu
Rusyd yang masih dapat kita temukan adalah sebagai berikut. :
·
Fashl al-Maqal fi ma
bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishal, berisikan korelasi antara
agama dan filsafat.
·
Al-Kasyf ‘an Manahij
al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Millat, berisikan kritik terhadap metode para
ahli ilmu kalam dan sufi.
·
Tahafut
al-Tahafut, berisikan kritikan terhadap karya Al-Ghazali yang
berjudulTahafut al-Falasifat.
·
Bidayat al-Mujtahid wa
Nihayat al-Muqtashid, berisikan uraian-uraian di bidang fiqih.
3. Filsafat
Ibnu Rusyd
a. Agama
dan Filsafat
dalam rangka membela filsafat
dan martabat para filsuf Muslim dari serangan para ulama ortodoks khususnya
Al-Ghazali, Ibnu Rusyd menegaskan bahwa agama (Islam) dan filsafat tidak berada
dalam titik pertentangan. Inti filsafat tidak lain dari berpikir
tentang wujud untuk mengetaui pencipta segala yang ada ini. Ibnu Rusyd
mendasarkan argumennya dengan dalil Al-Qur’an surah (al-Hasyr: [59] 2), yang
artinya: “….Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran hai
orang-orang yang mempunyai pandangan.” Dan surah (al-Isra’: [17] 184),
yang artinya:“Katakanlah, tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya
masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalannya.” Dengan demikian, Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk berpikir
tentang wujud atau alam yang tampak ini dalam rangka mengetahui Tuhan. Dengan
demikian Al-Qur’an menyuruh umat manusia berfilsafat. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan berdasarkan perintah Al-Qur’an bahwa kaum Muslim wajib berfilsafat
(wajib al-‘aql), atau mempelajari (mengambil manfaat) filsafat Yunani, bukan
dilarang atau diharamkan.
Jadi, Al-Qur’an memerintahkan
manusia untuk mempelajari filsafat karena manusia harus membuat spekulasi atas
alam raya ini dan merenungkan bermacam-macam kemaujudan. Sasaran agama secara
filosofis, yakni; agama berfungsi sebagai pencapai teori yang benar dan
perbuatan yang benar. Sebab, pengetahuan sejati ialah pengetahuan tentang
Tuhan, kemaujudan lainnya, dan kebahagiaan serta kesengsaraan di akhirat.
Lebih lanjut, Ibnu Rusy membagi
manusia dalam tiga golongan, sebagaimana dalam Al-Qur’an. Manusia terdiri atas
tiga golongan; para filsuf, para teolog, dan orang-orang awam (al-Jumhur). Para
filsuf ialah kaum yang menggunakan cara demonstratif. Para teolog-yaitu
orang-orang asy-‘Ariah, yang ajaran-ajaran mereka menjadi ajaran-ajaran
resmi pada masa Ibnu Rusy-ialah kaum yang lebih rendah tingkatannya karena
mereka memulai dari penalaran dialektis dan bukan dari kebenaran ilmiah. Orang
awam ialah orang-orang retoris yang hanya bisa menyerap sesuatu lewat
contoh-contoh dan pemikiran puitis.
Sejauh ini, agama sejalan dengan
filsafat. Tujuan dan tindakan filsafat sama dengan tujuan dan tindakan agama.
Yang ada adalah masalah keselarasan keduanya dalam metode dan permasalahan
materi. Jika yang tradisional itu (al-Manqul) ternyata bertentangan dengan yang
rasional (al-Ma’qul), yang tradisional harus ditafsirkan sedemikian rupa supaya
selaras
dengan yang rasional.
b. Qadimnya Alam
Dalam rangka menangkis serangan
Al-Ghazali terhadap paham keqadiman alam, Ibnu Rusyd meyatakan bahwa paham
tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an.
Bahkan sebaliknya, paham yang dianut para teolog yang menyatakan bahwa alam
diciptakan Tuhan dari tiada justru tidak memiliki dasar pijakan dalam
Al-Qur’an. qadim adalah sifat bagi sesuatu yang dalam kejadian kekal (kejadian
terus-menerus) yaitu, kejadian yang tidak bermula dan tidak berakhir.
Berbagai madzhab yang membahas
masalah alam sebenarnya tidak terlalu berjauhan. Tetapi mengapa yang satu mesti
mengkafirkan lainnya. Justru pendapat-pendapat yang mengkafirkan itulah yang
mesti dijaukan.
c. Kebangkitan
Jasmani
Al-Ghazali berpandangan bahwa yang
akan dibangkitkan itu adalah jasmani. Al-Ghazali berkata:
“… adalah bertentangan dengan
seluruh keyakinan Muslim, keyakinan mereka yang mengatakan bahwa badan jasmani
manusia tidak akan dibangkitkan pada hari Kiamat, tetapi hanya jiwa yang
terpisah dari badan yang akan diberi pahala dan hukuman, dan pahala dan hukuman
itupun akan bersifat spritual dan bukannya bersifat jasmaniah. Sesungguhnya,
mereka itu benar di dalam menguatkan adanya pahala dan hukuman yang bersifat
spritual karena hal itu memang ada secara pasti; tetapi secara salah, mereka
menolak adanya pahala dan hukuman yang bersifat jasmaniah dan mereka dikutuk
oleh hukum yang telah diwahyukan dalam pandangan yang mereka nyatakan
itu. ”
Menurut Ibnu Rusyd sanggahan
Al-Ghazali terhadap para filsuf Muslim, tentang kebangkitan jasmani di akhirat
tidak ada, adalah tidak benar. Mereka tidak mengatakan demikian. Semua agama,
tegas Ibnu Rusyd, mengakui adanya hidup kedua di akhirat, tetapi mereka berbeda
interpretasi mengenai bentuknya. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa
yang akan dibangkitkan hanya rohani dan ada pula yang mengatakan rohani dan
jasmani. Namun yang jelas, kehidupan di akhirat tidak sama dengan kehidupan di
dunia ini. Jadi, menurut Ibnu Rusyd, tidaklah ada ijma’ (kesepakatan)
ulama tentang kebangkitan jasmani pada hari akhirat, dan karena itu, paham yang
mengatakan kebangkitan di akhirat hanya bersifat rohani saja, tidak dapat dikafirkan
dengan alasan adanya ijma’.
IV.
FILSAFAT
ISLAM SESUDAH IBNU RUSYD
A. NASIRUDDIN
ATH THUSI
1.
Biografi
Nasiruddin
Ath-Thusi dikenal sebagai “ Ilmuan serba bisa “ (Multi talented).
Julukan (laqob) itu rasanya amat pantas disandangnya karena sumbangannya bagi
perkembangan ilmu pengetahuan modern sungguh tak ternilai besarnya. Selama
hidupnya, ilmuan Muslim dari Persia itu mendedikasikan diri untuk mengembangkan
berbagai ilmu, seperti astronomi, biologi, kimia, matematika, filsafat,
kedokteran, hinga ilmu agama islam.
Serjan
Muslim yang kemansyhurannya setara dengan teolog dan filsuf besar sejarah
gereja seperti Thomas Aquinas, memiliki nama lengkap Abu Ja’far Muhammad bin
Muhammad bin Al-Hasan Nasiruddin Ath-Thusi. Ia lahir pada tanggal 18
Februari tahun 1201 M / 597 H, di kota Thus yang terletak di dekat Mashed,
disebelah timur lautan Iran. Sebagai seorang Ilmuan yang amat kondang pada
zamannya, Nasiruddin memiliki banyak nama antara lain, Muhaqqiq, Ath-Thusi,
Khuwaja Thusi, dan Khuwaja Nasir.
Nasiruddin lahir pada awal abad ke 13 M, ketika itu
dunia islam telah mengalami masa-masa sulit. Pada saat itu, kekuatan militer
Mongol yang begitu kuat menginvensi wilayah kekuasaan Islam yang amat luas.
Kota-kota Islam dihancurkan dan penduduknya dibantai habis tentara Mongol
dengan sangat kejam. Hal itu dipertegas J.J.O’Connor dan E.F.Robertson, bahwa
pada masa itu, dunia diliputi kecemasan. Hilang rasa aman dan ketenangan itu
membuat banyak ilmuwan sulit untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya. Nasiruddin
pun tak dapat mengelak dari konflik yang melanda negerinya. Sejak kecil,
Nasiruddin digembleng ilmu oleh ayahnya yang beprofesi sebagai ahli hukum di
sekolah Imam Kedua Belas.
Selain digembleng
ilmu agama di sekolah itu, Ath-Thusi mempelajari Fiqih, Ushul, Hikmah dan
Kalam, terutama Isyarat-nya Ibnu Sina, dari Mahdar Fariduddin Damad,dan
Matematika dari Muhammad Hasib, di Nishapur. Dia kemudian pergi ke Baghdad di
sana, dia mempelajari ilmu pengobatan dan Filsafat dari Qutbuddin,dan juga
Matematika dari Kamaluddin bin Yunus dan Fiqih serta Ushul dari Salim bin
Bardan.
Pada tahun 1220 M,
invasi militer Mongol telah mencapai Thus dan kota kelahiran Nasiruddin pun
dihancurkan. Ketika situasi keamanan tak menentu, penguasa Islamiyah ‘Abdurahim
mengajak sang ilmuwan untuk bergabung. Tawaran itu tidak disia-siakannya,
Nasiruddin pun bergabung menjadi salah seorang pejabat istana Islamiyah. Selama
mengabdi di istana itu, Nasiruddin mengisi waktunya untuk menulis beragam
karyanya yang penting tentang logika, filsafat, matematika, serta astronomi.
Karya pertamanya adalah kitab Akhlaq-I Nasiri yang ditulisnya pada tahun 1232
M.
2.
Karya-karya
Adapun
karya-karya Nasiruddin Ath-Thusi sebagi berikut[9] .
1.
Karya dibidang logika diantaranya:
a.
Asas Al-Iqtibas
b.
At-Tajrid fi Al-Mantiq,
c.
Syarh-I Mantiq Al-Isyarat
d.
Ta’dil
e.
Al-MI\i’yar
2.
Di bidang metafisika meliputi :
§ Risalah dar Ithbat-I Wajib,
§ Itsar-I Jauhar Al-Mufariq,
§ Risalah dar Wujud-I Jauhar-I
Mujarrad,
§ Risalah dar Itsbat-I ‘Aqi-I Fa’al,
§ Risalah Darurat-I Marg,
§ Risalah Sudur Kharat Az Wahdat,
§ Risalah ‘Ilal wa Ma’lulat Fushul,
§ Tashawwurat,
§ Talkis Al-Muhassal dan
§ Hall-I Musykilat Al-Asyraf.
3.
Di bidang etika meliputi :
·
Akhlak-I Nashiri,
·
Ausaf Al-Asyarf.
4.
Sementara di bidang dogmatik adalah :
§ Tajrid Al’Aqa’id,
§ Qawa’id Al-‘Aqa’id,
§ Risalah-I I’tiqodat.
5.
Di samping itu, beberapa karyanya dalam bidang astronomi
terangkum pada :
a.
Al-Mutawassithat Bain Al-Handasa wal Hai’a,: buku suntingan
dari sejumlah karya Yunani, Ikhananian Table ( penyempurnaan Planetary Tables )
b.
Kitab At-Tazkira fi al-Ilmal-hai’a; buku ini terdiri dari
atas empat bab ( I ) pengantar geometrik dan sinematika dengan diskusi-diskusi
tentang saat berhenti, gerak-gerik sederhan, dan kompleks. ( II )
pengertian-pengertian astronomikal secara umum, perubahan sekular pembiasan
ekliptik. Sebagian bab ini diterjemahkan oleh Carr De Vaux penuh dengan
kritikyang tajam atas Almagest karya Ptolemy. Kritikan ini merupakan pembuka
jalan bagi Copernicus, terutama pembiasan-pembiasan pada bulan dan gerakan
dalam ruangan planet-planet.( III ) bumi dan pengaruh benda-benda angkasa
atasnya, termaksuk di dalamnya tentang laut, angin, pasang surut, serta
bagaimana hal ini terjadi. ( IV ) besar dan jarak antar planet.
c.
Zubdat Al-Hai’a 9 yang terbaik dari astronomi),
d.
Al-Tahsil fil An-Nujum,
e.
Tahzir Al-Majisti,
f.
Mukhtasar fial-ilm At-Tanjim wa Ma’rifat At-Taqwin (
ringkasan astrologi dan penanggalan),
g.
Kitab Al-Bari fi Ulum At-Taqwim wa Harakat Al-Afak wa
Ahkam An-Nujum ( buku terunggul tentang Almanak, gerak
bintang-bintang dan astrologi kehakiman ).
6.
Di bidang arritmatika, geometri, dan trogonometri adalah :
a.
Al-Mukhtasar bi Jami Al-Hisab bi At-Takht wa At-Turab (
ikhtisar dari seluruh perhitungan dengan tabel dan bumi ),
b.
Al-Jabr wa Al-Muqabala ( risalah tetang Al-Jabar )
c.
Al-Ushul Al-Maudua ( risalah mengenai Euclidas Postulate ),
d.
Qawa’id Al-Handasa ( kaidah-kaidah geometri ),
e.
Tahrir al-Ushul,
f.
Kitab Shakl Al-Qatta ( risalah tentang Trilateral ), sebuah
karya dengan keaslian luar biasa, yang ditulis sepanjang abad pertengahan. Buku
tersebut sanagat berpengaruh di Timur dan di Barat sehingga menjadi rujukan
utama dalam penelitian trigonometri.
7.
Di bidang optic, ia tuangkan keilmuannya tersebut dalam
a.
Tahrir Kitab Al-Manazir,
b.
Mabahis Finikas Ash-Shu’ar wa in Itaafiha ( penelitian
tentang refleksi dan defleksi sinar-sinar).
8.
Di bidang seni ( syair ) meskipuntidak sekeliber Omar Khayam
atau pun Jalaluddin Rumi, ia juga mampu menghasilkan karya yang diabadikan
dalam buku yang berjudul Kitab fi Ilm Al-Mau-Siqi dan Kanz At-Tuhaf.
9.
Karya di bidang medical adalah kitab Al-Bab Bahiyah fi
At-Tarakib As-Sultaniyah; buku ini bercerita tentang cara diet,
peraturan-peraturan kesehatan dan hubungan seksual.
Beberapa
pikiran lainnya dapat dikemukaakn di sini tentang kajian perbandingan dan
pembagiannya. Thusi dengan jelas menyatakan bahwa setiap perbandingan suatu
besaran, apakah sepadan atau tidak dapat dikatakan sebagai bilangan, suatu
pernyataan Newton yang membantu menegaskannya kembali dalam Universitas
Arithemetic pada tahun 1707.
2.
Filsafat Nasiruddin Ath THusi
a.
Filsafat jiwa
Thusi
berasumsi bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang bisa terbukti sendiri dank
arena itu tidak memerlukan bukti lain. Lagi pula jiwa tidak bisa dibuktikan.
Dalam masalah semacam ini, pemikiran yang lepas dari eksistensi orang itu
sendiri merupakn suatu kemustahilan dan kemusykilan yang logis sebab suatu
argument mensyaratkan adanya seorang ahli argument dan sebuah masalah untuk
diargumentasi, sedangkan dalam hal ini keduanya sama yaitu jiwa.
Jiwa
merupan subtansi sederhana dan immaterial yang dapat merasa sendiri. Ia
mengontrol tubuh melalui otot-otot dan alat-alat perasaan, tapi ia sendiri
tidak dapat dirasa lewat alat-alat tubuh. Setelah menyebutkan argumentasi Ibnu
Miskawaih mengenai jasmaniah jiwa dari sifatnya yang tidak dapat dibagi,
kemampuanya untuk membuat bentuk-bentuk baru tanpa kehilangan bentuk-bentuknya
yang lama, pemahamannya akan bentuk-bentuknya yang bertentangan pada waktu yang
sama, dan pembetulannya akan ilusi rasa.\
Ath-Thusi menambahkan
jiwa imajinatif yang
menempati posisi tengah diantara jiwa hewan dan manusiawi. Jiwa manusiawi
ditandai dengan adanya akal ( nutq ) yang menerima pengetahuan dari akal
pertama. Akal itu ada dua jenis yaitu akal teoritis dan akal praktis,
sebagaiman yang dikemukan oleh Aristoteles. Dengan mengikuti pendapat Al-Kindi,
Ath-Thusi beranggapan bahawa akal teoritis merupakan suatu potensialita, yang
perwujudannya mencangkup empat tingkatan, yaitu akal material ( Aql-I Hayulani
), akal malaikat ( Aql-I malaki ), akal aktif ( ‘Aql-I bi al-Fi’il ), dan akal
yang diperoleh (‘Aql-I Mustafad ). Pada tingkatan akal yang diperoleh setiap
bentuk konseptual yang terdapat didalam jiawa menjadi nyata terlihat, seperti
wajah seseorang yang ada didalam kaca yang dapat dilihat oleh orang tersebut.
Di pihak lain, akal praktis berkenaan dengan tindakan-tindakan yang tidak
sengaja dan sengaja. Oleh karena itu, potensialitasnya diwujudkan lewat
tindakan tindakan moral, kerumah tanggaan dan politis.
b.
Metafisika
Menurut
Thusi, metafisika terdiri atas dua bagian, ilmu ketuhanan ( ‘Ilm-I Ilahi ) dan
filsafat pertama ( Falsafah-I Ula ) pengetahuan tentang tuhan, akal dan jiwa
merupakan ilmu ketuhan dan pengetahuan mengenai alam semesta dan hal-hal yang
berhubunga dengan alam semesta merupakan filsafat pertama. Pengetahuan tentang
kelompok-kelompok ketunggalan dan kemejemukan, kepastian dan kemungkinan,
esensi, dan eksistensi kekekalan dan ketidak kekalan juga membentuk bagian dari
filsafat pertama tersebut.
Diantara
cabang (furu’) metafisika itu termaksuk pengetahuan kenabian ( Nubuwwat ),
kepemimpinan spiritual ( Imamat ) dan hari pengedalin (Qiyamat ). Jelajah
subjek itu menunjukan bahwa metafisika merupakan esensi filsafat Islam dan
lingkup sumbangan utamanya bagi sejarah gagasan-gagasan.
c.
Logika
Mengenai
logika, karya-karyanya meliputi Asas Al-Iqtibas, Syarh-I Mantiq Al-Isyarat,
Ta’adil Al-Mi’yar dan Tajrid fi Al-Mantiq. Karya yang disebut pertama
memberikan penjelasan yang gambalang mengenai masalah itu dalam bahasa Persia
atas dasar logika Ibnu sina dalam Asy-Syifa.
Ath-Thusi
menganggap logika sebagai suatu ilmu dan suatu alat ilmu. Sebagai ilmu, ia
bertujuan memahami makna-makna dan sifat dari makna-makna yang dipahami itu.
Adapun sebagai alat, aia menjadi kunci unutuk memehami berbagai ilmu. Kalau
pengetahuan tentang makan dan sifat dari makna-makna itu menjadi sedemikan
berurat akar di dalam pikiran sehingga tidak diperlukan lagi pemikiran
refleksi, ilmu logika menjadi suatu seni yang bermanfaat ( san’at ) yang
membebaskan pikiran dari kesalahan pengertian di suatu pihak, dan kekacauan di
lain pihak.
Setelah
mendefenisikan logika Ath-Thusi, sebagaimana Ibnu Sina memulai dengan
pembahasan pendek mengenai teori pengetahuan. Semua pengetahuan adalah konsep (
Tashawwur ) atau penilaian ( Tashdiq ) ; yang pertama bias didapat lewat
defenisi dan yang kedua lewat silogisme. Dengan begitu, defenisi dan silogisme
merupak dua alat untuk mencapai pengetahuan.
d.
Tuhan
Setelah menyangkal
kemungkinan logis eteisme dan adanya dualitas pokok, Thusi tidak seperti
Farabi, Ibnu Miskawaih, dan Ibnu Sina, mengemukakan bahwa logika dan metafisika
sama sekali tidak dapat membuktikan eksistensi Tuhan secara rasional. Sebagai
penyebab utama bagi adanya bukti-bukti dan kerenanya merupakan dasar dari semua
logika dan metafisika. Dia sendiri tiadak bergantung pada bukti-bukti logis,
sebagaiman hokum-hukum dasar logika formal, ia tidak memerlukan dan memberikan
kemungkinan untuk pembuktian. Ia adalah prinsip logika kosmik yang bersifat a
priori, mendasar, perlu dan membuktikan diri. Eksistensinya harus diterima dan
dianggap sebagai postulat, bukannya dibuktikan. Dari studi kehidupan moral pun,
Thusi sampai pada kesimpulan yang sama dan seperti Kant pada zaman modern, dia
beranggapan bahwa eksistensi Tuhan merupakan suatu postulat pokok etika.
Selnjudnya Thusi
mengemukakan bahwa bukti mengisyaratkan pemahaman sempurna tentang sesuatu yang
harus dibuktikan. Dan karena mustahil bagi manusia yang terbatas untuk memahami
Tuhan dalam keseluruhan-Nya, dan mustahil pula bagi manusia untuk membuktikan
eksistensi-Nya.
D
alam Tashawwurat, Thusi berpandangan bahwa refleksi Tuhan sepadan dengan
penciptaan dan merupakan hasil dari kesadaran diri-Nya. Di situ dia menganggap
Tuhan sebagai pencipta yang bebas dan menumbangkan teori penciptaan karena
desakan. Jika tuhan menciptakan karena dia butuh mencipta, Thusi mengemukakan
berarti tindakan-tindakanya tentu berasal dari esensi-Nya. Dengan begitu jika
suatu bagian dari dunia ini menjadi tak maujud, esensi Tuhan itu tentu juga
menjadi Tiada, karena penyebab keberadaan itu ditentukan oleh ketiadaan satu
bagian dari penyebabnya. Hal itu selanjudnya ditetapkan oleh ketiadaan bagian
lain dari penyebabnya dan seterusnya. Karena semua yang ada itu bergantung
perunya Tuhan, ketidakadaan mereka akhirnya menjadi ketidaan Tuhan sendiri.
B. MUHAMMAD IQBAL
1. Biografi
Muhammad Iqbal lahir pada tanggal 9
November 1877 di Sialkot (India Inggris), sekarang Pakistan, Muhammad
Iqbal berasal dari golongan menengah di Punjab. Ia adalah seorang
penyair, filsuf dan politisi yang menguasai bahasa Urdu, Arab, dan Persia. Dia
adalah inspirator kemerdekaan bangsa India menjadi Pakistan.
2. Karya-karya Muhammad Iqbal dan
filsafatnya
Agak sulit memetakan Iqbal sebagai
seorang filsuf murni disbanding dengan filsuf lainnya. Hal ini disebabkan ia
lebih fokus pada sastra dan politik disbanding kajian filsafat. Tak heran,
kalau Iqbal dikenal sebagai penyair politisi dalam kasus kemerdekaan bangsa
India dari Inggris. Meskipun demikian, secara khusus Iqbal menulis kajian
filsafat dalam bukunya dengan tema “The Philosophical Test of the Revelations
of Religious Experience”. Dalam topic ini, tampak teori Iqbal tentang filsafat
dalam bentuk teori dinamika. Pemikiran Iqbal ini didasari dari berbagai teori
ilmu alam yang telah disampaikan oleh para tokoh dunia sebelumnya, seperti
Einstein, Newton, dan sebagainya. Sehingga Iqbal berkesimpulan bahwa dunia
(pemikiran) ini adalah dinamis.
Lebih lanjut Iqbal menjelaskan
pentingnya arti dinamika dalam hidup. Tujuan akhir setiap manusia adalah hidup,
keagungan, kekuatan dan kegairahan. Teori dinamika Iqbal ini diawali dengan
kesadaran sendiri bahwa kita ini harus bangkit dari keterpurukan. Konsep
sendiri inilah yang menjadi dasar teori dinamika Iqbal.
Dalam pemikiran filsafat Iqbal,
pusat dan landasan organisasi kehidupan manusia adalah ego yang dimaknai
sebagai seluruh cakupan pemikiran dan kesadaran tentang kehidupan. Ia
senantiasa bergerak dinamis untuk menuju kesempurnaan dengan cara mendekatkan
diri pada ego mutlak, Tuhan. Karena itu, kehidupan manusia dalam ke-egoannya
adalah perjuangan terus menerus menaklukkan rintangan dan halangan demi
tercapainya ego tertinggi. Dalam hal ini, karena rintangan terbesar adalah
benda atau alam, manusia harus menumbuhkan instrument-instrumen tertentu dalam
dirinya, misalnya daya indera, daya nalar, dan lainnya yang membantu
menyesuaiakan penghalang-penghalangnya. Keindahan tidak lain adalah bentuk dari
ekspresi kehendak, hasrat, dan cinta ego dalam mencapai ego mutlak tersebut.
Menurut Iqbal, pendidikan itu harus
dinamis dan kreatif dan di arahkan untuk memupuk dan memberikan kesempatan
gerak pada semangat kreatif yang bersemayam dalam diri manusia serta
mempersenjatainya dengan kemauan dan kemampuan unutuk menguasai bidang seni dan
bidang ilmu yang baru. Jadi, pendidikan di maksudkan hendaknya merupakan
pendidikan yang di ilhami oleh suatu keyakinan yang optimis tentang tujuan
akhir manusia.
Dalam pada itu pendidikan tersebut
hendaknya tidak pula menciptakan suatu antitesis yang rancu antara system nilai
yang diwakili ilmu pengetahuan dengan system nilai yang diwakili agama.
Sehubungan dengan ini pendirian Iqbal sangat jelas dan tandas. Pada satu fihak
ia mengakui adanya bobot dan makna yang praktis dan intelektual dari ilmu pengetahuan,
dalam zaman modern ini, dan sebagai konsekuensinya di akuinya pula bobopt dan
maknanya bagi pendidikan. Akan tetapi di lain fihak Iqbal menyadari benar,
bahwa ilmu pengetahuan itu hanyalah mampu menangkap tanggapan sesaat dari
kenyataan dan oleh karena itu, ia hanya mewakili salah satu metode saja tidak
akan mampu memberikan gambaran yang menyeluruh dan memuaskan kita mengenai
dunia kenyataan atau realita.
Sebaliknya agama mengharapkan
pemahaman mengenai kenyataan itu secara menyeluruh. Oleh karena itu agama dalam
mengolah dan memadukan segala data dari pengalaman insani, agama hendaknya
menduduki posisi yang pokok. Agama bukan untuk dipertentangkan dengan ilmu
pengetahuan, melainkan agama itu hendaknya di pandang sebagai pelengkap yang
mengimbangi pandangan yang didapatkan melalui ilmu pengetahuan.
Perjalanan
intelektual iqbal hingga memberikan pengaruh yang besar dalam rekontruksi
pemikiran islam abad sekarang. Terutama bagaimana mengembangkan dinamika sebuah
pemikiran kea rah yang maju.
C. MULLA
SANDRA
1. Biografi
Mulla
Shadra adalah salah seorang filosof Islam yang paling terkenal, yang dilahirkan
pada abad ke-10 H Syamsiyah (abad 16 M) di Syiraz, sebuah kota yang paling
terkenal di Iran, di kawasan sekitar Persepolis (979 H.S./1571 M). Ia adalah
anak tunggal dari salah satu bangsawan kota tersebut (tampaknya pejabat menteri
di provinsi Fars), bernama Ibrahim Qawami. Ia dinamai Muhammad namun
orang-orang memanggilnya Shadruddin atau shadra. Belakangan, ia terkenal
sebagai Mulla Shadra, dan bahkan digelari Shadr al-Muta’alihin (gelar yang
paling terkenal di kalangan filosof). Nama lengkapnya Muhammad ibn Ibrahim
Yahya Qawami Syirazi,serig di sebut Shadr al-Din al-Syirazi atau Akhund Mulla
Shadra. Sebagai anak yang cerdas dan saleh,ia dengan cepat menguasai hampir apa
saja yang diajarkan kepadanya,bahasa arab,bahasa Persia,al-qur’an hadis,dan
disiplin ilmu-ilmu keislaman lainnya.
Mulla
Shadra meninggalkan tiga putri dan dua putra. Putra tertuanya adalah (Mulla)
Ibrahim, seorang filosof, muhadits, mutakallim, fakih dan mistikus dengan bakat
kepenyairan yang menonjol, matematikawan, dan menguasai ilmu-ilmu lain.
Singkatnya, ia seorang ulama prolifik. Putra keduanya, Nizamuddin Ahmad –lebih
dikenal sebagai Mirza Nizam dan Abu Turab- yang lahir 1031 H (menurut catatan),
adalah seorang filosof, mistikus, sastrawan, dan penyair. Tiga putrinya adalah
Ummah Kultsum, Zubaidah dan Ma’shumah. Dua dari putrinya ini menikah dengan
Syaikh Abdurrazak Lahiji, dikenal sebagai Faidh, dan Mulla Muhsin Faidh
al-Kasyani- merupakan murid-murid favoritnya dan tergolong sebagai ulama yang
menguasai bidang filsafat, ’irfan, dan ilmu-ilmu Islam. Baik anak-anak maupun
menantu Mulla Shadra tergolong sebagai ulama terpandang di masanya yang
menguasai ilmu-ilmu Islam tradisional.
2. Karya-karya
Mulla Shandra
- Al Asfar Al ‘Aqliyah Al Arba’ah
fi Al Hikmah Al Muta’aliyah (Empat perjalanan intelektual (akal) dalam hikmah
yang memuncak / hikmah transendental). Kitab ini terkenal juga dengan nama Hikmah
Transendental atau sebagai 4 Pengmbaraan (Perjalanan) atau AlAsfar
Al Arba’ah, merupakan karya utamanya yang menjadi dasar pada karya
pendeknya dan sebagai risalah pemikiran pasca Ibn Sina pada umumnya.
- Al Hasyr (Tentang kebangkitan)
- Al Mabda wa Al Ma’ad (Permulaan dan pembalian). Berisikan
tentang metafisika, kosmologi dan eksatologi. Dalam buku ini, ia secara
tegas menandaskan keserasian penuh prisip-prinsip rasional teosofis
dan nilai-nilai tradisional Islam.
- Al Hikmah Al ‘Arsyiyyah (Hikmah yang diturunkan dari
‘Arasy Ilahi)
- Huduts Al Alam (Penciptaan alam)
- Kasr Al asnam Al jahiliyah fi
Ahamm Al Mutasawwifin(Penghancuran arca-araca paganisme (berhala-berhala
Jahiliyah) dalam mendebati mereka yang pura-pura menjadi sufi). Kata
Mutasawwifin disini berarti mereka yang berpura-pura menjadi sufi tetapi
meninggalkan syari’at.
- Khalq Al ‘Amal (Sifat kejadian perbuatan
manusia)
- Al lama’ah Al Masyriqiyyah (Percikan cahaya
ahli isyraq dalam seni logika)
- Mafatih Al ghaib (Kunci alam ghaib)
- Al Masya’ir (Keprihatinan), tentang
penembusan metafisika.
- Al Mi’raj, Tentang perilaku perasaan
- Mutasyabihat al qur’an (Ayat-ayat mutasyabihat dalam
al Qur’an).
- Al Qadawa Al Qadr fi Af’al Ab
basyar (Tentang
masalah qadla dan qadar dalam perbuatan manusia), membahas ketetapan,
pembebasan dn bgiman pemberian tuhn dapat dilihat dri kcmta manusia.
- Al syawahid al rububiyah fi Al
manahij al Sulukiyah (Penyaksian ilahi akan jlan ke arh kesederhanaan
rohani). Dll.
Bukti-bukti
menyebutkan bahwa ia senantiasa mengajar. Sebab itu, banyak muridnya yang
tercatat dalam sejarah. Sebagian diantaranya adalah:
1.
Faidh al-Kasyani (Muhammad bin Murtadha, dikenal sebagai Mulla Muhsin).
Dalam doktrin filsafat, ia tidak begitu terkenal.
Dalam doktrin filsafat, ia tidak begitu terkenal.
2.
Abdurrazaq Lahiji
Ia
murid Shadra yang tersohor sebagai filosof, mutakallim dan penyair yang piawai.
Kepastian kelahirannya tidak jelas. Diduga –sebagaimana ia tulis sendiri- ia
lahir pada 1072 (1662 M), atau 1071 atau 1051.
3.
Murid lain, yang tidak terkenal seperti dua murid di atas adalah Mulla Husain
Tunkabuni. Ia seorang filosof-mistik. Ia sangat akurat dalam karya-karyanya dan
setia kepada doktrin-doktrin gurunya. Tunkabuni wafat sekitar tahun 1101
H/1105. Kematiannya disebabkan serangan sekelompok massa di Masjid al-Haram. Ia
mengomentari al-Syifa’-nya Ibn Sina, menulis sebuah buku tentang keterciptaan
dunia secara temporer dan kesatuan eksistensi, dan ulasan atas karya komentar
Khafri tentang Tajrid al-Ulum.
4.
Filsuf lain yang disebutkan dalam sejarah sebagai murid Mulla Shadra adalah Aqa
Jani (atau Muhammad bin Ali Ridha bin Aqa Jani). Salah satu karyanya berupa
komentar atas Qabasat-nya Mir Damad. Diduga ia belajar kepada dua orang guru
yakni Mulla Shadra sendiri dan Mir Damad. Tentang kelahiran dan wafatnya tidak
diketahui.
3. Filsafat
Mulla Shandra
Dalam tulisan Abdul Hadi, ada empat
pokok masalah kefilsafatan yang dibahas oleh Mulla Shandra dalam karyanya,
diantaranya :
·
Berkenaan dengan teori
pengetahuan atau epistemology Mulla Shandra membahs masalah pengetahuan dan
hubungan yang mengetahui (alim) san yang tidak diketahui (ma’lum)
·
Metafisika atau
ontology Mulla Shandra yang embahs kesatuan transenden wujud (wahdah al wujud),
·
Gerakan substnsial atau
Al-harakah al jauhariyah yang dibahas dalam filsafat isyraqiyyah semenjak As
Suhrawardi.
·
Masalah jiwa dan
faulty-nya, generasi, kesempurnaan, dan kebangkitan di hari akhir yang dibahas
bail oleh filsuf Masya’iyah maupun isyraqiyyah dan wujudilah.
Alhamdulillaah,,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar