Kamis, 12 Juli 2012

mensyukuri hidayah

وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ (الأنعام: 111)

Analisis Lafadh

 

Malaikat. Kata “الْمَلَائِكَةَ” adalah bentuk jamak (plural) dari “الملك”, berasal dari kata “الألوكة” yang bermakna pesan/utusan. Menurut para ulama, malaikat adalah makhluk Allah swt. berupa materi yang sangat lembut dan diberi kemampuan untuk berubah ke berbagai bentuk, mereka hidup di langit. Merekalah yang mengemban tugas dari Allah swt. untuk mengatur alam semesta. Sehingga ada malaikat langit, petir, gunung, laut, dan sebagainya.

الْمَلَائِكَةَ

Orang-orang yang telah mati. Yaitu mereka yang sudah diketahui telah mati, dan didatangkan untuk mengabarkan apa yang telah mereka lihat dalam alam kematian.

الْمَوْتَى

Dan Kami kumpulkan.

وَحَشَرْنَا

Ke hadapan mereka. Kata ini berasal dari kata “القبلة” yang bermakna menghadap. Oleh karena itu, mereka bisa melihat dengan mata kepala mereka mukjizat-mukjizat yang mereka minta.

قُبُلًا

 

Tafsir dan Pelajaran yang Dipetik

1.    Ayat ini berbicara tentang orang-orang kafir yang sangat sulit mendapatkan hidayah dari Allah swt. Ketika menolak dakwah Rasulullah saw., mereka menyampaikan alasan-alasan yang dibuat-buat. Ayat ini membuktikan bahwa jika alasan tersebut tidak ada, mereka pun tetap tidak akan beriman. Sebab penolakan tersebut adalah karena mereka orang-orang bodoh. Alasan tersebut antara lain:

a.    Kenapa rasul berasal dari kalangan manusia seperti mereka, bukan dari kalangan malaikat.

b.    Mereka tidak percaya dengan alam kubur.

c.    Mereka ingin utusan Allah swt. membawa mukjizat-mukjizat yang luar biasa.

2.    Alasan pertama:

a.    Orang-orang kafir menolak dakwah Rasulullah saw. dengan alasan beliau adalah manusia biasa seperti mereka. Makan, minum, bekerja, dan sebagainya.

-          وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى إِلَّا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ اللَّهُ بَشَرًا رَسُولًا [الإسراء: 93].

-          وَلَئِنْ أَطَعْتُمْ بَشَرًا مِثْلَكُمْ إِنَّكُمْ إِذًا لَخَاسِرُونَ [المؤمنون: 34]

-          وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا. [الفرقان: 7].

b.    Mereka ingin utusan itu berwujud malaikat, karena mereka lebih baik, sempurna, tidak berbuat kesalahan, dan dekat dengan Allah swt. Atau para malaikat datang untuk membuktikan kebenaran para rasul. Namun Allah swt. menjawab bahwa malaikat akan menjadi para rasul jika yang hidup di atas bumi ini adalah malaikat juga.

قُلْ لَوْ كَانَ فِي الْأَرْضِ مَلَائِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُولًا  [الإسراء: 95]

c.    Banyak sekali hikmah bahwa para rasul itu dari kalangan manusia:

-          Bisa diteladani oleh manusia, karena kesamaan bentuk, karakter, kebutuhan, kecenderungan, dan sebagainya. Jika rasul berupa malaikat, manusia tidak akan bisa meneladani karena malaikat tidak makan, minum, berbuat dosa, dan sebagainya.

-          Tidak ada alasan untuk menolak ajaran yang dibawa. Kalau rasul berupa malaikat, banyak manusia yang menolak ajaran dengan alasan rasul bisa melaksanakan kewajiban karena dia malaikat, sedangkan mereka bukan malaikat makanya tidak bisa melaksanakan.

-          Perbedaan yang sangat besar antara manusia dan malaikat. Tidak semua orang bisa berkomunikasi dengan malaikat. Hanya orang-orang pilihan saja yang bisa, yaitu para nabi yang merupakan manusia pilihan Allah swt. Hal itu dapat diketahui misalnya dalam kisah-kisah turunnya wahyu kepada Rasulullah saw.

قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ [إبراهيم: 11]

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ [الكهف: 110].

3.    Alasan kedua:

a.      Mereka tidak percaya dengan hal-hal ghaib (yang tidak mereka tangkap dengan indera mereka). Misalnya kehidupan setelah kematian, diutusnya rasul, diturunkannya kitab, dan sebagainya. Pengetahuan mereka hanya terbatas apa yang mereka lihat di dunia saja. Selebihnya, mereka hanya menggunakan hawa nafsu.

-             أَإِذَا كُنَّا تُرَابًا أَإِنَّا لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ [ الرعد: 5]

-             أَيَعِدُكُمْ أَنَّكُمْ إِذَا مِتُّمْ وَكُنْتُمْ تُرَابًا وَعِظَامًا أَنَّكُمْ مُخْرَجُونَ [المؤمنون: 35]

-             وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَإِذَا كُنَّا تُرَابًا وَآبَاؤُنَا أَئِنَّا لَمُخْرَجُونَ [النمل: 67]

-             وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ مِنْ شَيْءٍ [الأنعام: 91]

-             وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا. فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ. [النجم: 30].

b.    Padahal tidak semua yang tidak terlihat dan tertangkap dengan indera itu tidak ada. Karena kalau demikian, apakah kita akan menafikan adanya listrik, siaran radio dan televisi, telepon, sms, dan sebagainya.  

c.    Banyak sekali hal yang membuktikan adanya yang ghaib (Allah swt., alam akhirat, dan sebagainya).

-          Bukti adanya Allah swt. dan kekuasaan-Nya adalah penciptaan alam semesta yang sangat indah dan baik ini.

-          Bukti adanya alam akhirat adalah bahwa episode kehidupan manusia adalah tiada-ada-tiada-ada. Manusia sudah beramal kebaikan di dunia; pahalanya di akhirat. Banyak manusia berbuat kejahatan di dunia; balasannya di akhirat.

4.    Alasan ketiga:

a.    Mereka meminta para rasul menampakkan kejadian-kejadian luar biasa.

وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعًا (90) أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْأَنْهَارَ خِلَالَهَا تَفْجِيرًا (91) أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ قَبِيلًا (92) أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا (93) وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى إِلَّا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ اللَّهُ بَشَرًا رَسُولًا (94)  [الإسراء: 90-94].

b.    Padahal bukti kenabian seorang nabi adalah lebih pada akhlaknya yang mulia. Karena orang yang berakhlak mulia:

-          Tidak akan berbohong ketika mengaku menjadi nabi.

-          Tidak akan mencelakakan kaumnya ketika memerintahkan sesuatu.

-          Akan berjuang dan berkorban untuk kebaikan kaumnya.

c.    Banyak orang yang kuat imannya masuk Islam karena akhlak Rasulullah saw., bukan karena mukjizat yang nampak pada diri beliau.

-          Ibunda Khadijah ra. Beliau mengetahui benar bagaimana akhlak mulia suaminya, misalnya menyambung tali kekerabatan, menanggung beban keluarga, menjamu tamu, membantu orang miskin, membantu dalam musibah, dan sebagainya. Saat beriman, beliau belum melihat satu mukjizat pun pada diri Rasulullah saw. Bahkan beliaulah yang menguatkan hati Rasulullah saw. ketika bimbang saat didatangi malaikat Jibril as.

-          Abu Bakar ra. Beliau adalah kawan karib Rasulullah saw. Tahu benar bagaimana kejujuran Rasulullah saw. Sehingga ketika mengaku menjadi nabi, Abu Bakar ra. langsung beriman dan mendakwahkan agama yang baru kepada musyrikin yang lain.

-          Raja Najasyi ra. Raja negeri Habasyah ini tidak pernah bertemu dengan Rasulullah saw. Namun ketika mendengarkan sifat-sifat dan perjalanan dakwah beliau, Najasyi langsung meyakini bahwa Muhammad saw. adalah penerus Isa as.

5.    Tiga hal itu di antara yang menjadi alasan orang-orang kafir tidak mau masuk Islam. Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa jika tiga hal di atas Allah swt. penuhi, niscaya mereka pun tetap tidak akan masuk Islam.

a.    Jika Allah swt. menurunkan para malaikat menjadi utusan Allah swt. di bumi. Seperti diketahui, para malaikat:

-          Tidak berbuat kekurangan.

مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ [التحريم: 6]

-          Tidak mempunyai syahwat makan, minum, seks, dan sebagainya.

-          Selalu dalam keadaan ibadah kepada Allah swt.

Walaupun terdapat keistimewaan-keistimewaan itu, mereka tetap tidak akan percaya terhadap apa yang mereka sampaikan.  

b.    Jika orang-orang yang sudah mati dibangkitkan lagi ke alam dunia untuk mengabarkan bahwa Rasulullah saw. adalah benar-benar utusan Allah swt.; bahwa semua yang dikabarkannya adalah benar. Dalam kondisi ini, mereka tetap tidak akan masuk Islam.

-          Padahal alam kubur dan sebagainya sudah tidak menjadi ghaib lagi karena sudah dikabarkan oleh orang yang merasakannya.

-          Orang-orang yang mengabarkannya juga sama dengan mereka, yang ketika masa hidupnya menolak dakwah Rasulullah saw. sehingga di alam kubur mendapatkan siksaan.

-          Mungkin saja orang yang dibangkitkan adalah ayah mereka sendiri yang sangat ingin anaknya selamat di akhirat.

c.    Jika Rasulullah saw. mendatangkan mukjizat-mukjizat yang mereka minta.

-          Mendatangkan mata air dan sungai.

-          Mendatangkan kebun kurma dan anggur.

-          Mendatangkan siksa Allah swt. dari langit.

-          Mendatangkan Allah swt. dan malaikat.

-          Mempunyai rumah yang indah.

-          Terbang ke langit. Dan sebagainya [Al-Isra: 90-94].

Walaupun semua itu sudah dihadirkan sebagai mukjizat, mereka pasti tidak akan beriman. Mereka pernah meminta mukjizat berupa membelah bulan. Namun setelah terbelah, mereka tetap kafir terhadap Rasulullah saw.

اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ. وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ. وَكَذَّبُوا وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ وَكُلُّ أَمْرٍ مُسْتَقِرٌّ [القمر: 1-3].

6.    Semua itu karena ada penyakit hati dalam diri mereka, dan Allah swt. tidak memberi mereka hidayah. Hidayah ada dua macam:

a.    Hidayah Bayan. Yaitu bagaimana Allah swt. menerangkan dan membuktikan hal-hal yang harus diyakini. Semua orang mendapatkan hidayah ini, kecuali orang yang hidup di zaman-zaman kekosongan para rasul.

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌ [فاطر: 24].

     Hal ini dengan cara:

-          mengirimkan para rasul

-          menurunkan kitab-kitab

-          menampakkan mukjizat-mukjizat

-          memberi mereka akal pikiran, dan sebagainya.

b.    Hidayah Taufiq. Yaitu bagaimana Allah swt. meletakkan keimanan dalam hati orang yang dikehendaik-Nya. Hidayah ini merupakan hak Allah swt.

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ . [القصص: 56]

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ [الأعراف: 43].

7.    Dari keterangan di atas, dapat kita rasakan betapa mahalnya hidayah dari Allah swt. Oleh karena itu:

a.    Harus kita syukuri dengan beramal kebaikan.

b.    Harus selalu berdoa kepada Allah swt. untuk selalu diberi hidayah. Seperti diajarkan dalam surat Al-Fatihah:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ  صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ.

Tafsir_Nasihat Al quran dalam beribadah

قُلْ يا عِبادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هذِهِ الدُّنْيا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ واسِعَةٌ إِنَّما يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسابٍ (10) قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصاً لَهُ الدِّينَ (11) وَأُمِرْتُ لِأَنْ أَكُونَ أَوَّلَ الْمُسْلِمِينَ (12) قُلْ إِنِّي أَخافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (13) قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصاً لَهُ دِينِي (14) [الزمر : 10 – 14]
Analisis Bahasa:
Bertakwalah kepada Allah swt. Takwa berasal dari kata (وقى) yang bermakna menjaga sesuatu. Kemudian kata (اتقى) yang merupakan kata dasar takwa bermakna menjadikan sesuatu sebagai penjaga dan pelindung. Bertakwa kepada Allah swt. berarti menjadikan sesutu sebagai pelindung dari siksaan Allah swt. Karena siksaan Allah swt. adalah hal yang sangat menakutkan, sehingga kita melindungi diri kita darinya. Dari sini, kata takwa bisa bermakna takut. Karena orang yang takut akan membuat perlindungan.
اتَّقُوا رَبَّكُمْ:
Berbuat baik. Dari kata (إحسان). Ihsan bisa bermakna merasa selalu diawasi Allah swt., bisa juga bermakna berbuat (الحسن) yang bermakna segala sesuatu yang dipuji didunia, dan dibalas pahala di akhirat. Lebih khusus lagi, bermakna melaksanakan ketaatan kepada Allah swt.
أَحْسَنُوا:
Dipenuhi, disempurnakan, tanpa dikurangi. Seperti membayar hutang secara sempurna, menepati janji seperti yang dijanjikan.
يُوَفَّى:
Orang-orang yang sabar. Sabar berarti menahan. Hal ini bisa diterapkan dalam banyak hal sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
الصَّابِرُونَ:
Tanpa timbangan dan takaran. Tanpa dihitung-hitung, untuk menunjukkan betapa banyaknya.
بِغَيْرِ حِسابٍ:
Beribadah. Secara bahasa, ibadah berarti hina dan tunduk. Berasal dari kata (طريق معبد) yang berarti jalan setapak. Sebuah tempat menjadi jalan setapak karena sering diinjak-injak (hina). Dengan ibadah, manusia mengakui posisinya sebagai makhluk di depan (معبود) yang menciptakan.
أَعْبُدَ:
Secara ikhlas, yaitu bersih dari kesyirikan dan riya’. Ikhlas bermakna murni, selamat, pilihan. Ikhlas berarti usaha membersihkan hati dari hal-hal yang mengotorinya kemurniannya beribadah hanya untuk Allah swt.
مُخْلِصاً:
Orang muslim pertama, dari di antara umat ini.
أَوَّلَ الْمُسْلِمِينَ:
Merasa takut
أَخافُ:
Menentang perintah Allah swt., dengan cara mengabaikan keikhlasan, menyukai riya’, dan melakukan kesyirikan.
عَصَيْتُ:

Pelajaran yang Dipetik:

 1.    Beribadah adalah ketundukan kepada Allah swt. Mengakui bahwa diri kita adalah hamba, dan Allah swt. adalah pemilik dan tuan hamba. Segala perintah-Nya kita laksanakan.

Ø  Ibadah bukan spiritual, usaha mencari ruhaniyah yang tinggi. Karena mencari ruhaniyah tidak hanya dapat dilakukan dalam Islam. Dalam agama dan aliran lain pun bisa. Yaitu dengan mengurangi jatah/bagian jasad kita, sehingga dengan otomatis akan menaikkan ruh kita.

Ø  Ibadah bukan spiritual, karena dalam Islam ibadah diatur sedemikian rupa. Kesamaan ibadah kita dengan aturan itu menjadi syarat diterima dan dibalasnya dengan pahala.

2.    Perintah orang-orang mukmin untuk bertakwa.

Ø  Bukan berarti mereka belum bertakwa, tapi bagaimana mereka bisa selalu mempertahankan ketakwaan.

Ø  Karena orang mukmin selalu diperintahkan, maka ketakwaan juga bisa selalu berkembang. Besarnya ketakwaan sejalan dengan besarnya rasa takut kepada Allah swt. dan siksa-Nya, sejalan dengan besarnya rasa rindu kita kepada Allah swt. dan kenikmatan surga-Nya. Kedua hal ini bisa diusahakan.

Ø  Takwa hendaknya menjadi dasar dan motivasi dalam beribadah.

3.    Orang yang sabar mendapatkan pahala tanpa dihitung.

Ø  Sabar adalah hasil pergulatan kita dengan diri kita. Kalau kita berhasil mengalahkannya, berarti kita orang yang bersabar. Orang yang bersabar dipatikan dapat memaksa dirinya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah swt. dan meninggalkan larangannya. Sebaliknya, orang yang kalah, akan sangat jauh dari ketaatan. Sehingga sangat wajar kalau pahala adalah tanpa batas. Karena dengan kesabaran, seseorang akan sampai kepada apa yang diinginkannya.

Ø  Mengalahkan diri bertujuan agar diri tidak mengikuti hawa nafsunya, yang selalu menginginkan hal-hal yang enak, santai, rehat, dan sebagainya. Juga agar diri tidak mengikuti syahwatnya, yang mencintai wanita, anak, harta dengan berbagai bentuknya [Ali Imran: 14].

Ø  Syahwat tidak bisa dimatikan sama sekali, tapi diluruskan dan diperbaiki. Karena semua itu sudah menjadi fitrah manusia yang tidak bisa dirubah, dan keberadaannya sangat dibutuhkan manusia.

Ø  Kesabaran yang dituntut dalam beribadah demikian besar hingga seandainya tidak bisa beribadah dengan baik di negerinya, seorang muslim harus bersabar meninggalkan negerinya untuk mendapatkan negeri baru yang memungkinkan untuk ibadah.

4.    Beribadah dengan keikhlasan.

Ø  Ikhlas adalah syarat utama diterimanya amal ibadah. Disebutkan dalam sebuah hadits tiga orang yang pertama kali dimasukkan neraka, yaitu orang yang pandai membaca Al-Qur’an, orang yang banyak bersedekah, dan orang yang berjuang di jalan Allah swt., namun mereka menyisipkan hal lain selain Allah swt.

Ø  Orang yang ikhlas, doanya cepat dikabulkan (kisah tiga orang yang terjebak di gua, kisah orang yang menjebol benteng)

Ø  Tanda-tanda orang yang ikhlas dalam beribadah:

                                 i.    Berprasangka buruk kepada diri sendiri dan tidak tertipu dengan amal sendiri.

                                ii.    Sama dalam menanggapi pujian dan celaan.

                               iii.    Berkeinginan kuat menyembunyikan amal kebaikan.

                               iv.    Lebih senang tidak diketahui daripada terkenal.

Ø  Yang menjadi penghalang untuk ikhlas: diri kita, hawa, dunia, dan setan.

Ø  Jalan menuju keikhlasan:

                                 i.    Berdoa kepada Allah swt.

                                ii.    Selalu menghitung nikmat-nikmat dari Allah swt.

                               iii.    Menghindari pandangan dan penilaian orang lain.

                               iv.    Berprasangka buruk kepada diri sendiri.

5.    Perasaan takut diperlukan sehingga bisa berhati-hati dalam menjaga ibadah.
Ihsan (perasaan selalu diawasi Allah swt.) akan mendorong kita selalu dalam keadaan yang diridhai-Nya.

Tafsir hadits_cinta Rasul kepada umatnya

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ  [التوبة: 128]
Analisis Lafadh
Seorang rasul. Berasal dari kata رسل yang berarti bangkit dengan pelan-pelan. Kata ناقة رسلة bermakna unta yang bergerak dengan lembut. على رسلك artinya jangan buru-buru. Bisa juga bermakna pergi karena diutus, oleh karena itu kata رسول bermakna utusan. Dalam hal ini bisa digunakan untuk manusia, bisa juga untuk malaikat (ولما جاءت رسلنا إبراهيم بالبشرى). Bisa berarti meniupkan angin (إِذْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الرِّيحَ الْعَقِيمَ), menurunkan hujan (وأرسلنا السماء عليهم مدرارا), membebaskan setan tanpa larangan (ألم تر أنا أرسلنا الشياطين على الكافرين تؤزهم أزا), melepaskan dan tidak menahan (ما يفتح الله للناس من رحمة فلا ممسك لها وما يمسك فلا مرسل له من بعده).
رَسُولٌ
Berat terasa olehnya. Berasal dari kata “العزة” yang bermakna kondisi seseorang yang sulit dikalahkan. Kata أرض عزاز bermakna tanah yang kuat, keras. Allah swt. bersifat العزيز artinya mengalahkan dan tidak bisa dikalahkan, kuat dan tidak bisa dikalahkan (إنه هو العزيز الحكيم). Kata ini bisa untuk pujian, bisa juga untuk celaan (بل الذين كفروا في عزة وشقاق). Hal itu karena izzah Allah swt. adalah tetap dan abadi, sedangkan izzah selain Allah swt. bersifat sementara. Izzah selain karena Allah swt. adalah sebuah kehinaan كل عز ليس بالله فهو ذل”. Bisa juga bermakna sulit dan berat, seperti dalam ayat ini.
عَزِيزٌ عَلَيْهِ
Penderitaanmu. Berasal dari kata عنت yang bermakna terjebak dalam hal yang menghancurkan (ودوا ما عنتم). Bisa bermakna tunduk dan hina (وعنت الوجوه للحى القيوم).
مَا عَنِتُّمْ
Sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu. Berasal dari kata حرص yang bermakna keinginan kuat, ambisi (ولتجدنهم أحرص الناس على حياة).
حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ
Amat belas kasihan. Belas kasihan. Kata berasal dari kata رؤف yang bermakna lembut hati dan menyayangi. Kata الرؤوف juga termasuk Al-Asma’ul Husna. Ada yang mengatakan, kata الرأفة adalah belas kasihan yang membuat seseorang menghindarkan orang yang lain dari kesulitan.
رَءُوفٌ
Lagi penyayang. Berasal dari kata رحم - رحمة yang berarti rasa sayang yang mendorong seseorang untuk berbuat baik kepada orang lain.
رَحِيمٌ

Tafsir dan Pelajaran yang Dipetik

1.    Firman Allah swt. (لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ).
Kedatangan Rasulullah saw. adalah nikmat dari Allah swt. karena beliau datang dari diri umatnya.
a.    Merupakan pengkabulan doa nabi Ibrahim as (رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ) “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka.” [Al-Baqarah: 129]. Doa pastilah permohonan sebuah kebaikan
b.    Apalagi di ayat lain, disebutkan jelas-jelas hal tersebut (لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ) “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri.” [Ali Imran: 164].
c.    Muhammad saw. adalah dari golongan mereka sendiri. Ini merupakan sebuah kebaikan  bagi mereka:
1)   Mudah memahami karena satu bahasa
2)   Mudah meneladaninya
3)   Tidak ada alasan untuk menolaknya
4)   Bisa melanjutkan dakwahnya
5)   mereka sudah tahu bagaimana asal-muasal Rasulullah saw.; keluarganya, masa pertumbuhannya hingga dewasa, sifat-sifatnya, dan sebagainya. Bahkan bahwa beliau adalah anak yang terlahir dari pernikahan yang sah, bukan dari perzinaan. Ini semua akan membuat orang-orang Arab itu tidak menaruh curiga sedikit pun terhadap Rasulullah saw. bahwa beliau adalah orang yang benar-benar baik, dan menginginkan kebaikan bagi mereka.
2.    Firman Allah swt. (عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ).
Rasulullah saw. sangat bersedih ketika melihat umatnya dalam keadaan  yang susah.
a.    Sedih ketika melihat ada umatnya merubah agama yang mudah ini menjadi sulit. Allah swt. berfirman (وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ) “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”[Al-Hajj: 78]. Sedangkan Rasulullah saw. bersabda ((إِنَّ هَذَا الدِّينَ يُسْرٌ)) “Sesungguhnya agama ini adalah mudah.” [HR.Bukhari]. Oleh karena itu, agama Islam ini harus dipahami secara benar. Tidak dipersulit.
b.    Beliau juga sedih jika ada umatnya yang disiksa di neraka. Perlu dipahami, bahwa kata “umat Rasulullah saw.” tidak hanya meliputi orang yang beriman saja. Tapi meliputi semua orang yang hidup setelah beliau diangkat sebagai nabi dan rasul. Sehingga orang Yahudi, Nasrani, Majusi, dan lain-lain adalah umat Rasulullah saw. juga. Beliau merasa sedih jika orang-orang itu tidak masuk Islam.
1)   Dalam Al-Qur’an disebutkan (لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ) “Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” [Asy-Syu’ara: 3]. Beliau sakit karena sedih memikirkan umatnya yang tidak masuk Islam.
2)   Dalam sebuah hadits disebutkan
إنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ النَّاسِ كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَوْقَدَ نَارًا، فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ جَعَلَ الفَرَاشُ وَهَذِهِ الدَّوَابُّ الَّتِي تَقَعُ فِي النَّارِ يَقَعْنَ فِيهَا،
فَجَعَلَ يَنْزِعُهُنَّ وَيَغْلِبْنَهُ فَيَقْتَحِمْنَ فِيهَا، فَأَنَا آخُذُ بِحُجَزِكُمْ عَنِ النَّارِ، وَهُمْ يَقْتَحِمُونَ فِيهَا
“Perumpaanku adalah seperti seseorang yang menyalakan api unggun. Setelah api menyala, banyak binatang (laron) yang berhamburan menghinggapinya. Orang itu menghalau binatang-binatang itu agar tidak masuk ke dalam api. Tapi binatang-binatang itu mau dihalau, dan tetap ingin masuk api. Maka akhirnya mereka masuk api. Demikianlah, aku menghalau kalian dari masuk api neraka.” [HR. Bukhari dan Muslim].
c.    Beliau sama sekali tidak pernah marah dan menghardik
مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ، وَلَا امْرَأَةً، وَلَا خَادِمًا، إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَمَا نِيلَ مِنْهُ شَيْءٌ قَطُّ،
فَيَنْتَقِمَ مِنْ صَاحِبِهِ، إِلَّا أَنْ يُنْتَهَكَ شَيْءٌ مِنْ مَحَارِمِ اللهِ، فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Sungguh Rasulullah saw. tidak pernah memukul sesuatupun dengan tangannya. Tidak isterinya, pembantunya, kecuali jika sedang berjihad di jalan Allah swt. Ketika beliau disakiti, beliau tidak pernah membalas dendam kepada orang yang melakukannya. Kecuali jika yang dilanggar adalah kemuliaan Allah swt., maka beliau akan membalasnya karena Allah swt.
3.    Firman Allah swt. (حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ). Rasulullah saw. sangat menghendaki umatnya beriman. Keinginan inilah yang membuat beliau berjuang sedemikian rupa demi umatnya mendapatkan hidayah dari Allah swt.
a.    Beliau rela dihina, dikucilkan, disiksa, dan sebagainya demi umatnya mendapatkan kebaikan. Bisa dibayangkan beliau berbuat baik kepada mereka, tapi sebaliknya mereka berbuat keburukan kepada Rasulullah saw. Walaupun begitu, beliau tetap berdakwah dengan penuh rasa saying. Tidak berubah sama sekali. Sebuah kesabaran yang sangat besar.
b.    Semua hal yang baik pasti telah beliau perintahkan; dan semua keburukan pasti telah beliau larang. Semua itu adalah demi kebaikan umatnya. Dalam sebuah hadits disebutkan
مَا تَرَكْتُ شَيْئًا مِمَّا أَمَرَكُمُ اللَّهُ بِهِ إِلَّا قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ، وَمَا تَرَكْتُ شَيْئًا مِمَّا نَهَاكُمْ عَنْهُ إِلَّا قَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ،
“Aku telah perintahkan kalian semua yang Allah swt. perintahkan; dan aku juga telah melarang kalian semua yang telah Allah swt. larang.”
c.    Sehingga orang yang tidak masuk surga hanyalah orang-orang yang enggan. Bukan berarti orang yang bernasib buruk. Rasulullah saw. Bersabda
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّةَ  وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
 “Setiap umatku pasti masuk surga, kecuali orang yang enggan masuk surga.” Para sahabat bertanya, “Siapa orang yang enggan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang menaati akan masuk surga, sedangkan orang yang tidak menaati adalah orang yang enggan masuk surga.” [HR. Bukhari].
4.    Firman Allah swt. (بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ). Rasulullah saw. sangat sayang kepada umatnya; banyak memberikan kebaikan, dan khawatir umatnya mendapatkan keburukan.
a.    Beliau berdoa kepada Allah swt. agar umatnya tidak dibinasakan. Dalam sebuah hadits disebutkan
دَعَا بِأَنْ لاَ يُظْهِرَ عَلَيْهِمْ عَدُوّاً مِنْ غَيْرِهِمْ. وَلاَ يُهْلِكَهُمْ بِالسِّنِينَ. فَأُعْطِيَهُمَا. وَدَعَا بِأَنْ لاَ يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ. فَمُنِعَهَا
“Rasulullah saw. berdoa agar umat Islam tidak dikuasai oleh musuh mereka, agar mereka tidak dibinasakan dengan paceklik. Dua doa itu dikabulkan. Kemudian beliau berdoa agar umat Islam tidak terpecah-belah, tapi doa ini tidak dikabulkan.”
b.    Beliau tidak mau umatnya dibinasakan karena menolak dakwah Rasulullah saw. Padahal umat-umat terdahulu semuanya binasa ketika mereka menolak dakwah para nabi. Misalnya kaum nabi Nuh as. dibinasakan dengan banjir, kaum nabi Luth as. dengan hujan batu, dan sebagainya. Sedangkan hal seperti itu tidak berlaku untuk umat Islam.
c.    Bagaimanapun penderitaan yang beliau rasakan dari umatnya, beliau tetap bersikap baik kepada mereka. Dalam sebuah hadits
ضَرَبَهُ قَوْمُهُ فَأَدْمَوْهُ، وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ وَيَقُولُ: «اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ
 “Beliau dipukuli kaumnya hingga berdarah. Namun sambil menghapus darah dari wajahnya, beliau berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” [HR. Bukhari].