Pada suatu kesempatan, pimpinan para bidadari-bidadari Syurga sekaligus istri khalifah ke-4 yang tidak lain adalah Fathimah radhiallahu ‘anha bertanya kepada ayahandanya, yakni Abul Qashim, Rasulullahi sallallahu ‘alaihi wassalam sendiri mengenai syurga, …“ Wahai ayahku, siapakah wanita pertama yang nantinya akan memasuki syurga pertama kali..? ”.
Maka rasulullahi sallallahu ‘alaihi wassalam menjawab, “dia adalah Mutiah”. Mendengar jawaban ayahanda, fathimah seketika kaget Nabi tidak menyebutkan namanya, akan tetapi nama yang gharib (asing) terdengar dan sekaligus penasaran, siapakah gerangan Mutiah yang dijanjikan oleh ayahnya akan memasuki Syurga pertama kali dari golongan wanita.
Maka bulatlah tekad fathimah untuk mencari tahu bagaimana bisa wanita ini mendapatkan ‘penghargaan terbaik’ yang banyak diperjuangkan oleh wanita bahkan seluruh wanita yang pernah hidup di kolong langit Allah ini. Maka ia meminta izin pamit dari sang suami, yakni ‘Ali bin Abi Thalib (Abu Thurob) untuk mengecek perihal kabar yang membuatnya penasaran ini, sambil ia membawa putranya Hasan bergegas menuju ke rumah wanita tersebut.
Alkisah…setelah melewati perjalanan yang panjang, akhirnya fathimah menemukan lokasi rumah yang dimaksud, maka tanpa buang-buang waktu ia langsung mengucapkan salam minta izin untuk diberikan bertamu. Maka terdengarlah dari dalam rumah suara seorang wanita yang menyahut.. “siapa…?” , maka fathimah menjawab, “saya…fathimah…”, mendengar jawaban tersebut sang wanita rumah sangat senang sekali, bayangkan saja, di Madinah, siapa yang tidak tahu fathimah, putri tercinta dari makhluk terbaik yang Allah subhanahu wata’ala utus ke bumi. Lalu berkatalah wanita ini kepada fathimah,…”engkau sendiri wahai fathimah..?”, dijawab, “..dengan hasan (putraku)…”, mendengar jawaban itu, wanita ini kaget dan dengan sangat menyesal berkata kepada fathimah, “…maaf wahai fathimah, aku tidak bisa menerima tamu pria, aku harus minta izin dahulu dari suamiku untuknya…, jika engkau tidak keberatan, datanglah esok..”, mendengar jawaban itu, fathimahpun pulang, dengan tangan kosong, karena ia tidak diizinkan masuk lantaran membawa putra kecilnya, hasan.
Bayangkan hanya pria kecil yang tidak faham dengan aurat, syahwat atau yang semisalnya pun tidak diizinkan masuk, … bandingkan dengan kita, tentu ini menjadi suatu pelajaran yang berharga sekali bagi kaum muslimin, khususnya kaum muslimat yang bertugas dalam menjaga rumah suaminya. Kita lanjutkan…
Esoknya, fathimahpun datang bersama hasan di temani adiknya husein yang umur lebih muda dari hasan, ketika sampai di depan rumah, fatimahpun mengucapkan salam untuk diizinkan bertamu, lalu wanita dari dalam rumah ini menjawab salam fathimah sambil berkata, “engkaukah itu fathimah dengan si kecil Hasan?..” , maka dijawab, “ya…dengan hasan dan husein (saudara hasan)..”, mendengar jawaban fathimah itu, si wanita ini kembali kaget dan dengan menyesal kembali ia harus mengatakan, “…kenapa engkau tidak berita tahu aku kemarin, aku hanya mendapati izin bagi si kecil hasan, tidak dengan husein, jika engkau berkenan..datanglah esok, aku akan mintakan izin bagi husein juga…”.
Perhatikan sekali lagi, siapa husein? Adiknya hasan yang umurnya lebih muda dan lebih tidak faham lagi dengan aurat-aurta wanita tapi tetap saja ditolak dengan lemah lembut lantaran belum mendapatkan izin dari sang tuan rumah yaitu suami Mutiah sendiri.
Esoknya, fathimah, hasan dan husein kembali datang ke rumah wanita ini, seperti biasa diawali dengan salam, lalu dijawab dengan salam pula dan kali ini fathimah diizinkan masuk, … ketika fathimah masuk ke dalam rumah sederhana itu, dilihatnya ternyata isi rumahnya begitu sederhana, perabotan-perabotannya juga sangat sederhana meskipun begitu tertata dengan rapi dan anehnya rumah itu seolah-olah mendatangkan ketenangan di dalam hati orang-orang yang memasukinya, begitu yang dialami fathimah dan ke-2 putranya hasan husein yang begitu senang bermain-main pelataran yang sempit itu, biasanya mereka tidak begitu betah berlama-lama tapi tidak kali ini.
…akan tetapi wanita ini ternyata sedang sibuk dengan pekerjaan rumahnya, iapun berkata, “.., maafkan aku karena tidak bisa bermain dengan hasan husein, karena aku sedang mempersiapkan keperluan-keperluan rumah sebelum suamiku nanti pulang… fathimah-pun bisa maklum. Dilihat fathimah wanita ini menata sendiri makanan-makanan yang ia persiapkan di ruang makan, anehnya disamping makanan itu ada semacam rotan kayu yang juga dipersiapkan wanita ini untuk suami tercinta. Lalu fathimahpun penasaran dan kemudian bertanya, “wahai sudaraku, untuk apakah gerangan rotan yang engkau letakkan tepat disebelah hidangan itu..?” , maka wanita ini tersenyum,…lalu menjawab, “..ah..tidak ada apa-apa, hanya untuk mengukur pelayananku saja, jika nanti suamiku pulang, lalu aku akan tanyakan padanya: ‘bagaimana suamiku? Apakah engkau senang / ridho dengan masakanku?’ jika dijawab : ‘Ya..’, maka tidak akan terjadi apa-apa, sebaliknya jika jawabannya ‘Tidak’, maka aku sediakan rotan itu untuk menghukum / mencambuk ku yang tidak becus / pandai melayaninya…”.
Mendengar jawaban itu, fathimahpun kagum sambil bergumam di hati : “…subhanallah, alangkah ta’atnya wanita ini kepada suaminya…”, lalu fathimah bertanya, “apakah suamimu yang memerintahkan disediakannya rotan ini? ” , maka wanita ini kembali tersenyum manis sambil berkata, “tidak, suamiku adalah hamba yg ta’at kepada Allah, akan tetapi ini adalah inisiatifku sendiri, agar aku terpacu untuk bisa memberikan layanan terbaikku padanya… ”.
Setelah beberapa saat, fathimah dan anak-anaknya minta izin untuk pulang dan barulah fathimah dapat tahu memang benar apa yang dikatakan ayahandanya, bahwa wanita inilah yang akan memimpin wanita-wanita muslimah memasuki syurga.
Jadi, bagi kaum muslimah yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala, jika ingin memasuki syurga dengan jalan pintas sebagaimana jalannya mobil di atas jalan tol, maka datangilah pintu berbakti kepada suami, karena ia benar-benar akan mengantarkan seorang istri ke syurga yang Allah janjikan keni’matan yang belum pernah terdenting di hati, belum juga terlihat oleh mata dan belum terdengar oleh telinga.
Semoga Bermanfaat.
Jumat, 13 April 2012
Selasa, 03 April 2012
Hukum sewa beli Ijarah Bit Tamlik
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Hukum
Sewa Beli atau Ijarah al Muntaha Bit Tamlik (IMBT) adalah akad yang belum ada
pada masa Rasulullah, Akad ini pertama didapatkan pada tahun 1846 masehi di
Inggris, dan yang memulai bertransaksi dengan akad ini adalah seorang pedagang
alat-alat musik di inggris, dia menyewakan alat musiknya yang diikuti dengan
memberikan hak milik barang tersebut, dengan maksud adanya jaminan haknya itu. Setelah itu tersebarlah akad seperti ini dan pindah dari perindividu ke
pabrik-pabrik, dan yang pertama kali menerapkannya adalah pabrik sanjar
penyedia alat-alat jahit di inggris. Selanjutnya berkembang, dan tersebar akad
ini dengan bentuk khusus di pabrik-pabrik besi yang membeli barang-barang yang
sudah jadi, lalu menyewakannya Kemudian setelah itu tersebar akad semacam ini
dan pindah ke Negara-negara dunia, hingga ke Amerika Serikat pada tahun 1953
masehi. Lalu tersebar dan pindah ke Negara Perancis pada tahun 1962 masehi.
Terus tersebar dan pindah ke Negara-negara Islam dan Arab pada tahun 1397
hijriyah.
Penggunaan akad ini
semakin banyak digunakan pada masa sekarang ini sebagai salah satu pilihan akad
yang dapat digunakan untuk melakukan pembiayaan yang berkenaan dengan sewa yang
diakhiri dengan hak kepemilikan oleh nasabah.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Sewa Beli atau Ijarah al Muntaha Bit Tamlik (IMBT)?
2. Apa Dasar hukum, Tujuan serta Manfa’at dari
Sewa Beli atau Ijarah al Muntaha
Bit Tamlik (IMBT)?
3. Bagaimana bentuk Sewa Beli atau Ijarah al Muntaha Bit Tamlik (IMBT)?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Sewa Beli (Al Ijarah Al
Muntahiya bit Tamlik)
Sewa Beli (Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik) atau Akad
sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan adalah sebuah istilah modern yang
tidak terdapat dikalangan fuqaha terdahulu. Istilah ini tersusun dari dua kata:
a. at-ta’jiir / al-ijaaroh (sewa)
b. at-tamliik (kepemilikan)
Kita akan mendefinisikan dua kata tersebut, setelah itu
kita akan definisikan akad ini secara keseluruhannya.
Pertama: at-ta’jiir menurut bahasa; diambil
dari kata al-ajr ,yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan, dan juga dimaksudkan
dengan pahala. Adapun al-ijaaroh: nama untuk upah, yaitu suatu yang diberikan
berupa upah terhadap pekerjaan.
Sedangkan al-ijaaroh dalam istilah para ulama ialah suatu
akad yang mendatangkan manfaat yang jelas lagi mubah berupa suatu dzat yang
ditentukan ataupun yang disifati dalam sebuah tanggungan, atau akad terhadap
pekerjaan yang jelas dengan imbalan yang jelas serta tempo waktu yang jelas.
Kita simpulkan bahwa al-ijaaroh atau akad sewa terbagi
menjadi dua: pertama sewa barang, kedua sewa pekerjaan.
Kedua: at-tamliik
secara bahasa bermakna: menjadikan orang lain memiliki sesuatu. Adapun menurut
istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa.
Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda,
kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak.
a.
Jika kepemilikan terhadap sesuatu
terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli.
b.
Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat
dengan adanya ganti maka disebut persewaan.
c.
Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa
adanya ganti maka ini adalah hibah/pemberian.
d.
Adapun jika kepemilikan terhadap suatu
manfaat tanpa adanya ganti maka disebut pinjaman.
Ketiga: definisi “al ijarah al muntahia bit
tamlik” (persewaan yang berujung kepada kepemilikan) yang terdiri dari dua kata
adalah; kepemilikan suatu manfaat (jasa) berupa barang yang jelas dalam
tempo waktu yang jelas, diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu
barang yang bersifat khusus dengan adanya ganti yang jelas.
o
Ungkapan mereka: kepemilikan suatu
manfaat (jasa), inilah ijaaroh/sewa menyewa.
o
Ungkapan mereka: diikuti dengan adanya
pemberian kepemilikan suatu barang, ini adalah jual beli.
Maka ini yang disebut persewaan yang berujung kepada
kepemilikan (al ijarah al muntahia bit tamlik)
B. Dasar Hukum
a. Dasar hukum Negara
Undang-undang No.10/1998 tentang
Perbankan :
§ pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah wajib dikembalikan disertai imbalan (prinsip ijarah) (pasal 1.12);
§ prinsip
syariah dalam pembiayaan barang modal dapat dilakukan dengan pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari Bank oleh Nasabah (pasal 1.13).
Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR 12 Maret 1998 tentang Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah :
§ Bank wajib
menerapkan prinsip syariah dalam menyalurkan dana antara lain melalui transaksi
jual beli berdasarkan prinsip ijarah (pasal 28).
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002 28 Maret 2002:
§ harus
laksanakan akad ijarah dulu;
§ akad
pemindahan kepemilikan (jual beli/hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa
ijarah selesai.
Pernyataan
Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59 :
§ objek sewa
dikeluarkan dari aktiva pemilik objek sewa pada saat terjadinya perpindahan hak
milik objek sewa;
§ perpindahan
hak milik objek sewa diakui jika seluruh pembayaran sewa telah di selesaikan
dan penyewa membeli/menerima hibah dari pemilik objek sewa.
C.
Prinsip
IMBT
Transaksi IMBT dilandasi adanya
perpindahan manfaat (hak guna) yang nantinya akan terjadi perpindahan
kepemilikan (hak milik) bisa melalui akad hibah, atau melaui akad jual beli.
D. Tujuan dan manfaat IMBT
IMBT bertujuan
untuk mengatasi permasalahan kontemporer yang semakin banyak. Permasalahan
tersebut diantaranya adalah bagaimana seorang nasabah dapat memiliki benda yang
sangat dibutuhkannya dengan cara menyicil dengan cara yang dibenarkan oleh
syariat.
E. Bentuk-bentuk IMBT
a.
Ijarah dengan janji akan menjual pada
akhir masa sewa
Pilihan untuk menjual barang di akhir massa sewa
(alternatif 1) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar
sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai
sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir masa periode sewa belum mencukupi harga
beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan bank. Karena itu, untuk
menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang
tersebut, ia harus membeli barang tersebut di akhir periode.
Ilustrasi:
Bapak Ahmad hendak menyewa sebuah ruko selama satu tahun
mulai dari 1 Agustus 2009 sampai 1 Agustus 2010 dan bermaksud membelinya di
akhir masa sewa. Pemilik ruko menginginkan pembayaran sewa secara tunai di muka
sebesar Rp.2 Miliyar (tanggal 1 Agustus 2009) dan Rp. 2 Miliyar di akhir masa
sewa (tanggal 1 Agustus 2010) untuk membeli ruko tersebut. Dengan pola
pembayaran seperti di atas, kemapuan keuangan Bapak Ahmad tidak memungkinkan.
Bapak Ahmad hanya dapat membayar sewa secara cicilan sebesar Rp. 300 juta per
bulan dan membeli ruko akhir masa sewa. Oleh karena itu, Bapak Ahmad meminta
pembiayaan dari Bank Syariah sebesar Rp. 2 Miliyar di awal masa sewa (1 Agustus
2010). Bank Syariah menginginkan prosentase keuntungan sebesar 20% per tahun
dari pembiayaan yang diberikan.
Analisis Bank:
Harga barang
Harga sewa 1
tahun (tunai di muka) : Rp.
2.000.000.000,-
Harga ruko (di
akhir masa sewa) : Rp.
2.000.000.000,-
Keuntungan bank : Rp. 800.000.000,-
Total harga
barang : Rp.
4.800.000.000,-
Kemampuan
membayar nasabah
Pembayaran sewa
cicilan : Rp. 300 juta
Per bulan :
Rp. 3.600.000.000,-
Pembelian ruko di akhir masa sewa : Rp. 1.200.000.000,-
Total kemampuan membayar : Rp. 4.800.000.000,-
b.
Ijarah dengan janji untuk memberikan
hibah pada akhir masa sewa
Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir masa sewa
(alternatif 2) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar
sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relatif besar, akumulasi
sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan
margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan
barang tersebut di akhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
Ilustrasi:
Dengan semakin pesatnya kemajuan usaha Bapak Fadhil di
bidang penjualan komputer, maka Bapak Fadhil memerlukan sebuah mobil untuk
kegiatan operasional toko. Bapak Fadhil memerlukan mobil tersebut pada tanggal
1 April 2009 dengan cara menyewa selama 1 tahun kemudian membelinya di akhir
masa penyewaan yaitu tanggal 1 April 2010. Penjual mobil menginginkan pola
pembayaran sewa tunai di muka sebesar Rp. 60 juta (1 April 2009) dan Rp. 90
juta di akhir masa sewa(1 April 2010) untuk dapat memiliki mobil tersebut,
dengan pola pembayarn seperti di atas, kemampuan keuangan Bapak Fadhil tidak
memungkinkan. Beliau hanya dapat membayar cicilan sebesar Rp. 15 juta per
bulan. Untuk itu Bapak Fadhil mengajukan pembiayaan kepada Bank Syariah
menginginkan prosentase keuntungan sebesar 20 % per tahun.
Analisis Bank:
Harga barang
Harga sewa 1 tahun (tunai di muka) : Rp. 60.000.000,-
Harga ruko (di akhir masa sewa) : Rp. 90.000.000,-
Keuntungan bank : Rp. 30.000.000,-
Total harga barang :
Rp. 180.000.000,-
Kemampuan membayar nasabah
Pembayaran sewa cicilan :
Rp. 15 juta
Per bulan :
Rp. 180.000.000,-
Pembelian ruko di akhir masa sewa : Rp. 0,-
Total
kemampuan membayar :
Rp. 180.000.000,-
F. Posisi Bank dalam IMBT
Dalam IMBT bank
bertindak selaku pihak yang menyewakan dalam akad pertama dan selaku pemeberi
hibah atau penjual dalam akad kedua. Sedangkan nasabah bertindak selaku penyewa
pada tahap pertama dan selaku penerima hibah/pembeli pada akad kedua.
Hal itu karena
akad ijarah dan akad hibah / jual beli tidak bisa digabungkan pada waktu, asset
dan pihak yang sama.
Tahapan IMBT di Bank Syariah:
·
Nasabah
menejelaskan kepada bank bahwa suatu saat di tengah atau di akhir periode
ijarah ia ingin memiliki
·
Setelah melakukan penelitian, bank
setuju akan menyewakan asset itu kepada nasabah
·
Apabila bank setuju, bank terlebih
dahulu memiliki aset tersebut
Bank membeli atau menyewa aset yang dibutuhkan nasabah
Bank membeli atau menyewa aset yang dibutuhkan nasabah
·
Bank membuat perjanjian ijarah dengan
nasabah untuk jangka waktu tertentu dan menyerahkan asset itu untuk
dimanfaatkan
·
Nasabah membayar sewa setiap bulan yang
jumlahnya sesuai dengan kesepakatan
Bank melakukan penyusutan terhadap asset. Biaya penyusutan dibebankan kepada laporan laba rugi
Bank melakukan penyusutan terhadap asset. Biaya penyusutan dibebankan kepada laporan laba rugi
·
Di
tengah atau di akhir masa sewa, bank dan nasabah dapat melakukan pemindahan
kepemilikan asset tersebut secara jual beli cicilan
·
Jika pemindahan kepemilikan di akhir
masa sewa, akadnya dilakukan secara nisbah.
BAB III
PENUTUP
a.
Simpulan
Berdasarkan hasil survey dan pengamatan lapangan, terlihat
bahwa IMBT adalah akad yang dibutuhkan untuk beberapa penyelesaian akad
pembiayaan di bank syariah. Akad IMBT adalah salah satu alternatif
pilihan dari beberapa akad yang dapat diterapkan dalam pembiayaan tertentu.
IMBT memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya. Namun, disisi
lain akad ini memiliki kelemahan berupa rumitnya proses yang terdapat didalam
akad tersebut.
b.
Saran
Dalam pembuatan
karya tulis ilmiah, berupa makalah dan sebagainya pasti tidak akan terlepas
dari kesalahan baik dari segi tulisan, kata ataupun maksud. Oleh karena itu
untuk tercapainya makalah yang berkualitas, penulis sangat berharap sekali
saran ataupun kritik yang dapat membangun dari para pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Yariah: dari teori ke praktik. Jakarta :
Tazkia Cendekia
Karim, Adiwarman A. 2004. Bank
Islam: Analisis Fiqh dan keuangan. Jakarta: Rajawali Pers
Sjahdeini,
Sutan Remi. 2007. Perbankan islam: dan kedudukannya dalam tata hukum
perbankan Indonesia. Jakarta: Frafiti
Suhendi,
Hendi.2010. Fiqih Mu’amalah, Jakarta: Rajawali Pers
Syafe’i, Rahmat. 2001. Fiqih
Mu’amalah,Bandung: C.V. Pustaka Setia,
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/pembiayaan-ijarah-di-bank-syariah
http://www.karimsyah.com/imagescontent/article/20050923100918.pdf
Langganan:
Postingan (Atom)