BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Era modern dengan segala propagandanya
telah meluluhlantahkan nilai-nilai moral di seluruh dunia. Remaja digiring pada
nilai-nilai materialisme yang menjunjung tinggi hedoisme tanpa melibatkan
nilai-nilai agama. Lengkaplah sudah dunia ini dipenuhi mode-mode jahiliah yang
mengusung kebebasan berpikir dan berperilaku yang steril dari nilai-nilai
islam. Ironinya, kemunduran ini disebut kemajuan. Pamer aurot dianggap seni.
Perzinaan dianggap zamannya, sehingga lahirlah generasi instan, yaitu generasi
yang tidak memiliki kepedulian terhadap moral ataupun segala sesuatu yang
berhubungan dengan hasil ciptaan Allah.Yang mereka pikirkan hanya kenikmatan
sesaat walaupun harus merugikan orang lain dan diri sendiri.
Pantas jika zaman ini disebut zaman edan
yang tidak tahu malu dan sekaligus memalukan, yaitu ketika manusia tak malu
lagi berperilaku seperti binatang. Mode di era modern ini sangat berbahaya bagi
perkembangan nilai-nilai agama. Terlebih lagi sekarang begitu banyak media
sebagai alat propaganda yang sangat canggih, cepat, dan tepat yang dapat
menjangkau berbagai lapisan masyarakat.
Padahal atau modern tidak identik dengan
semua itu. Perilaku tersebut tak lebih dari perilaku jahiliyyah yang tidak
pantas diadopsi. Modern adalah suatu yang maju, bukan hanya dalam bidang Iptek
(ilmu pengetahuan dan teknologi) tapi juga Imtaq (iman dan taqwa). Tidak bisa
dikatakan modern jika hanya teknologi yang maju sementara akhlak jauh
terjerembab ke lembah jahiliyyah (kebodohan).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas penulis
merumuskan beberapa masalah yang akan penulis bahas sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Tata Pergaulan?
2. Mengapa Islam mensyari’atkan Tata Pergaulan?
3. Bagaimana realita Tata Pergaulan dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tata Pergaulan
Tata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai aturan, kaidah, aturan, susunan, cara menyusun dan sistem.
Sedangkan Pergaulan memiliki makna yang sama dengan etika. Jadi
menurut hemat penulis pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani
adalah "Ethos", yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan
(custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan
istilah dari bahasa Latin, yaitu "Mos" dan dalam bentuk jamaknya
"Mores", yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang
dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal
tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih
kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan,
sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
a.
Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan
kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik.
b. Akhlak (Arab), berarti
moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai
berikut:
a.
Terminius Techicus : Pengertian etika dalam
hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari
masalah perbuatan atau tindakan manusia.
b.
Manner dan Custom : Membahas etika yang
berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat
manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian "baik
dan buruk" suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau
ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
a.
Merupakan
prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak
(The principles of morality, including the science of good and the nature of
the right)
b.
Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan
memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to
a particular class of human actions).
c.
Ilmu
watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The
science of human character in its ideal state, and moral principles as of an
individual)
d.
Merupakan
ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
Dari beberapa pengertian
diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pergaulan merupakan segala tingkah
laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dengan i`tikad baik/ buruk yang
dilakukan oleh setiap individu. Sehingga kehidupan di dunia ini sangat beragam:
baik-buruk, putih-hitam, penyelamat-penjahat. Semua itu tiada lain merupakan
akhlaq yang mengiasi kehidupan ini. Namun, kita perlu menggaris bawahi bahwa
setiap amal yang kita perbuat selama ini akan dipertanggungjawabkan diakhir
kelak.
2. Pergaulan dalam Islam
Dasar-Dasar
Peraturan Pergaulan Dalam Islam
a.
Al-Qur-an
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى
طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا
طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ
يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللَّهُ لا يَسْتَحْيِي مِنَ
الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا
رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ
ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا.
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila
kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak
(makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai
makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang
demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu
ke luar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta
sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari
belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.
Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini
istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu
adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” {Q.S Al – Azhab (33) : 53}
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ
يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ.
Artinya :“Katakanlah kepada orang laki laki yang beriman,
“ Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemuliaan : yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat.”
(Q.S Al – Hujurat : 30)
وَإِذَا حُيِّيتُمْ
بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا.
Artinya : “Apabila ada orang
memberi hormat (salam) kepada kamu, balaslah hormat (salamnya) itu dengan cara
yang lebih baik, atau balas penghormatan itu (serupa dengan penghormatannya
).Sesungguhnya tuhan itu menghitung segala sesuatu” (Q.S. An – Nisa: 8)
فَإِذَا دَخَلْتُمْ
بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ
مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ
تَعْقِلُونَ.
Artinya: “Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari)
rumah – rumah (ini) hendaklah kamu member salam kepada ( penghuninya yang
berarti member salam ) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi
Allah, yang diberi berkat lag baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat
(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. ” (Q.S. An – Nur : 61)
وَمِنَ اللَّيْلِ
فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا
مَحْمُودًا
Artinya:“Dan pada waktu malam shalat tahajudlah kamu
seabagai tambahan sunnah bagimu, semoga tuhanmu memberikan kepadamu kedudukan
yang terpuji (mulia)” (Al-Isra : 79)
b.
Al-Hadits
عن ابن عباس رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله
صلى الله عليه وسلم يخطب يقول : لا يخلون رجل بإمرأة الا ومعها ذومحرم
ولاتسافرالمرأة الامع ذي مخرم. فقام رجل. فقال : يارسول الله, إن إمرأتى خرجت حاجة
وإنى اكتتبت فى غزوة كذا و كذا, فقال: انطلق فحج مع إمرأتك (متفق عليه)
Artinya: “ Ibnu Abbas berkata, ” saya mendengar
Rasulullah SAW berkhotbah, “ Janganlah seorang laki – laki bersama degan
seorang perempuan, melainkan (hendaklah) besertanya (ada) mahramnya, dan
janganlah bersafar (berperian) seorang perempuan, melainkan dengan mahramnya. “ Seseorang
berdiri lalu berkata. “ Ya Rasulullah, istri saya keluar untuk haji, dan saya
telah mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu. ”. maka beliau
bersabda, “Pergilah dan berhajilah bersam istrimu” (Mutatafaq
Alaih)
عن ابي
سعيدالخدري ري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إياكم ولجلوس على
لطرقات فقالوا: مالنابد إنماهي مجالسنا نتحدث فيها قال: فإذا أبيتم إلا المجالس فأعتواالطريق؟
قال: غضالبصروكف الأذى وردالسلام وأمرباالمعروف ونهي عن المنكر. (رواه اليبخارى
ومسلم وأبوداود)
Artinya: “Dari Abu Said Al – Khudry r.a., Rasulullah SAW.
Bersabda, ‘ Kamu semua harus menghindari untuk duduk diatas jalan ( pinggir
jalan ) dalam riwayat lain, dijalan mereak berkata, “ Mengapa tidak boleh
padahal itu adalah tempat dudk kami untuk mengobrol. Nabi bersabda,
“ Jika tidak mengindahkan larangan tersebut karena hanya itu tempat mengobrol,
berilah hak jalan.” mereak bertanya, “Apakah hak jalan itu?” Nabi bersabda,
“Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam,
memerintah kepada kebaikan, dan melarang kepada kemungkaran” ( H.R Bukhari,
Muslim, dan Abu Daud )
عن عبدالله
بن سلام قال:قال رسولله رسول الله صلى الله عليه وسلم:
ياايهاالناس, افشوالسلام وصلواالارحام واطعمواالطعام وصلوابااليل واناس نيام
تدخلوالجنة بسلام. (أخرجه الترمذى
وصححه)
Artinya: “Dari Abdullah bin Salam ia berkata, telah
bersabda Rasulullah SAW., “ Hai manusia siarkanlah salam dan hubungan keluarga
– keluarga dan berilah makan dan shalatlah pada malam ketika manusia tidur,
niscaya kamu masuk surge dengan sejahtera.” (Dikeluarkan oleh Turmudzi dan ia
sahihkannya)
عن عبدالله بن عمر رضي الله عنه أن رجلا
سأل النبي صلى الله عليه وسلم: أي الاسلام خير؟ قال: تطعم
اطعام وتقرءالسلام على من عرفت ومن لم تعرف
(رواه البخارى ومسلم)
Artinya : “Abdullah Ibn Umar berkata, bahwa seorang laki
– laki telah bertanya kepada Rasulullah SAW., “ Islam seperti apakah yang
paling baik? Nabi menjawab, “ Memberi makan dan mengucapkan salam, baik kepada
yang kamu kenal maupun kepada yang tidak kamu kenal.” ( H.R. Bukhari dan
Muslim )
إذادخلتم
بيتا فسلموا على أهله فإذا خرجتم فأودعواأهله بسلام (رواه البيهقى)
Artinya : “Apabila seorang di antara kamu
masuk ke dalam suatu rumah, maka hendaklah dia mengucapkan salam. Apabila ia
lebih dulu berdiri meninggalkan rumah itu, hendaklah ia mengucapkan atau
memberi salam pula.” (H.R. Al –
Baihaqi)
ألاأدلكم
على ماتحبون به؟ أفشواالسلام بينكم (رواه مسلم)
Artinya : “ Maukah aku tunjukan sesuatu yang
dengan itu kamu semua akan saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kamu semua.” (H.R. Muslim)
لا
تسلمواتسليم اليهود فإن تسليمهم بالرءوس والأكف. (رواه النسائ)
Artinya : “ Janganlah memberkan salam dengan
salamnya orang – orang Yahudi karena salam mereka adalah dengan kepala dan
telapak tangan. ” (H.R. Muslim)
C. Realita Pergaulan dalam Islam
a.
Larangan Berduaan Tanpa Mahram
Pada masa modern seperti sekarang ini, adanya interaksi
dua gender tidak dapat terelakkan. Baik dalam dunia pendidikan, pekerjaan,
ataupun selainnya. Akan tetapi orang-orang islam sudah banyak yang
terkontaminasi oleh budaya luar (negatif), dimana mereka sudah tidak
memperhatikan lagi nilai-nilai syariat islam itu sendiri, seperti hubungan pra
nikah yang begitu bebas tanpa batas.
Berkaitan dengan hal di atas, kami akan mengangkat sebuah
hadis yang berhubungan dengan larangan khalwat antara non muhrim (berduaan
tanpa muhrim) dengan mengadakan penelitian. Tujuan pokok dari penelitian hadis
ini adalah untuk meneliti kualitas hadis, baik dari segi Sanad maupun dari segi
Matan, dan juga untuk mengingat kembali pesan Nabi Saw. Mengetahui kualitas
Hadis adalah sesuatu yang sangat penting, sebab hal tersebut berhubungan erat
dengan kelayakan hadis untuk dijadikan sebagai hujjah.
Artinya:
“Janganlah sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan
seorang wanita saja, kecuali ia bersama muhrimnya”.
Dalam penelitian
ini, kami dapati dalam Shahih Bukhari pada “Kitab al-Nikah” no. Hadis: 4904,
Shahih Muslim pada “Kitab al-Hajji” no. Hadis: 424, dan Sunan Tirmidzi pada
“Kitab al-Fitan” no. hadis: 2165.
Penulis akan
meneliti hadis-hadis tersebut dengan sistematika pembahasan: Pertama, eksplorasi data hadis, Kedua, kritik sanad, dan ketiga, kritik matan.
1.
Teks
Hadis
a.
Shahih Bukhari dalam Syarah al-Karmani, jilid 9, hal.166,
no. Hadis 4904:
Artinya:
“Nabi Saw bersabda:“Janganlah
sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita saja, kecuali ia
bersama muhrimnya”, lantas ada seorang laki-laki berdiri seraya berkata: Ya
Rasulallah, istriku keluar menunaikan ibadah haji, sedangkan saya terkena
kuwajiban mengikuti peperangan ini. Beliau bersabda: “kembalilah! Dan tunaikan
haji bersama istrimu”,
b.
Shahih Muslim dalam Syarah
al-Sanusi, jilid 4, hal. 435, no. Hadis 424:
Artinya:
“Diriwayatkan oleh Abu Ma’bad, ia berkata: saya pernah mendengar Ibn
Abbas berkata: Saya pernah mendengar Nabi Saw berpidato: “janganlah sekali-kali
seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita saja, kecuali ia bersama
muhrimya. Tiba-tiba seorang laki-laki bangkit berdiri dan berkata: Ya
Rasulallah, sesungguhnya istriku bepergian untuk menunaikan ibadah haji,
sedangkan aku terkena kuwajiban mengikuti peperangan ini. Beliau bersabda:
“Berangkatlah dan tunaikanlah haji bersama istrimu”.
c.
Sunan Tirmidzi, jilid 4, hal
404 no. Hadis 2165:
Artinya:
“Diriwayatkan oleh Ibn Umar, ia berkata: Umar berpidato kepada kami
di al-Jabiyah dan ia berkata: Wahai manusia sekalian, sesungguhnya saya berdiri
di tengah-tengah kamu seperti berdirinya Rasulallah Saw di tengah-tengah kami,
lalu Beliau bersabda: Saya berwasiat kepadamu agar mengikuti jejak para sahabatku
kemudian orang-orang mengiringi mereka, kemudian orang-orang mengiringi mereka,
kemudian dusta tersebar sehingga seseorang bersumpah sedang ia tidak diminta
sumpah dan seseorang menjadi saksi sedangkan ia tidak diminta menjadi saksi. Ingatlah, janganlah sekali-kali seorang
laki-laki berduaan dengan seorang wanita melainkan yang ketiganya adalah
syaitan. Tetaplah bersatu dan jauhilah perpecahan. Karena sesungguhnya syaitan
beserta dua orang itu lebih jauh. Barang siapa menghendaki tempat di surga maka
hendaklah ia selalu bersatu. Barang siapa yang kebaikannya dapat
menyenangkannya dan kejelekannya dapat menyedihkannya maka ia adalah seorang
mukmin.”
2.
Kritik Sanad
Hadis
Di bawah ini skema sanad dari tiga hadis di atas:
Rasulallah
10 H
Ibn Abbas
70 H
Ibn Ma’bad
104 H
Amru bin Dinar
126 H
Sufyan bin Uyainah
198 H
Ibn Abi Syaibah Zuhair bin Harb Ali bin Abdullah
235 H 234 H 234 H
Imam Muslim Imam Bukhari
261 H 265 H
Rasulallah
10 H
Umar bin Khatta
23 H
Ibn Umar
73 H
Abdullah bin Dinar
127 H
Muhammad bin Suqah
Nadhar bin Ismail
182 H
Ahmad bin Mani’
244 H
Imam Tirmidzi
279 H
10 H
Ibn Abbas
70 H
Ibn Ma’bad
104 H
Amru bin Dinar
126 H
Sufyan bin Uyainah
198 H
Ibn Abi Syaibah Zuhair bin Harb Ali bin Abdullah
235 H 234 H 234 H
Imam Muslim Imam Bukhari
261 H 265 H
Rasulallah
10 H
Umar bin Khatta
23 H
Ibn Umar
73 H
Abdullah bin Dinar
127 H
Muhammad bin Suqah
Nadhar bin Ismail
182 H
Ahmad bin Mani’
244 H
Imam Tirmidzi
279 H
Dari keterangan di atas dapat
dijumpai bahwa seluruh Rawi yang meriwayatkan hadis Shahih Bukhari dan Muslim
adalah Tsiqah, dan dapat diambil kesimpulan bahwa sanad hadis di atas adalah
Shahih. Adapun sanad hadis yang terdapat dalam riwayat Imam Tirmidzi ada
seorang yang tidak kuat hafalannya menurut sebagaian Ulama, nama Rawi itu
adalah Nadlru bin Ismail.
3. Kritik Matan Hadis
Di dalam teks-teks di atas terkandung larangan berkhalwat (menyendiri)
dengan laki-laki ataupun perempuan lain yang bukan mahram, karena dikhawatirkan
setan akan menjerumuskan keduanya kedalam fitnah. Karena tidak sekali-kali seorang laki-laki
menyendiri dengan seorang perempuan melainkan setan sebagai orang ketiga. Akan
tetapi, bila wanita yang bersangkutan ditemani oleh seorag mahramnya, baik
mahram karena nasab ataupun karena lainnya, maka bukan khalwat lagi namanya
bila ia berada diantara lelaki lain. Dan termasuk ke dalam pengertian khalwat,
melakukan suatu perjalanan dengan seorang wanita, tanpa memandang apakah
perjalanan itu berjarak dekat ataupun berjarak jauh. Untuk itu seorang wanita
tidak boleh bepergian kecuali dengan mahramnya karena menimbang makna hadis di
atas, yaitu dikhawatirkan akan terjadi fitnah.
Nabi Saw memerintahkan kepada
suami untuk berangkat bersama istrinya jika istrinya akan menunaikan ibadah
haji. Perintah ini hanya sebagai anjuran belaka, bukan wajib; dan si suami
tidak boleh melarang istrinya untuk menunaikan ibadah haji “fardhu”, karena hal
tersebut merupakan ibadah yang telah di gariskan oleh Allah. Sedangkan menurut
kaidah, tidak ada ketaatan kepada makhluk untuk berbuat maksiat terhadap
khaliq. Kedudukan mahram dalam keadaan tertentu dapat diganti dengan orang lain
bersama rombongan yang dapat dipercaya.
Berdasarkan kandungan dari
Hadis di atas, penulis tidak menemukan kecelaan ataupun kejanggalan. Oleh
karena itu penulis dapat mengatakan bahwa hadis riwayat Bukhari dan muslim
adalah hadis Shahih sanad dan matannya, sementara hadis yang diriwayatkan oleh
Tirmidzi adalah hadis hasan shahih. Kami katakan “hadis hasan”, karena dalam
perawi sanadnya ada yang lemah ingatan, disamping juga terangkat oleh hadis
yang lain.
4. Fiqih Hadis:
1. Hukunya
haram berkhalwat (menyendir) dengan wanita lain yang bukan muhrimnya.
2. Wanita dilarang melakukan perjalanan tanpa
ditemani mahramnya. Madzhab Hambali dan Syafi’i mengatakan bahwa seorang
wanita tidak boleh bepergian untuk tujuan apapun, sekalipun untuk melakukan
ibadah haji bila tidak ditemani oleh suami atau mahramnya. Madzhab Hanafi mengatakan
bahwa wanita tidak boleh melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih
kecuali bila ditemani oleh mahramnya. Namun ia diperbolehkan melakukan
perjalanan yang kurang dari tiga hari tanpa mahram atau tanpa suami, dengan
syarat, keadaannya aman dari fitnah. Madzhab Maliki mengatakan bahwa
wanita tidak boleh melakukan bepergian selama sehari semalam kecuali bila
ditemani oleh mahramnya ataupun bersama jamaah yang dapat dipercaya, baik
terdiri atas kaum laki-laki ataupun kaum perempuan.
3. Ibadah haji wanita sah, sekalipun ia
berangkat tanpa mahram; tetapi ia dianggap telah melakukan maksiat karena
berangkat sendirian ataun tanpa izin suami.
b. Bergaul dengan Ipar
Kakak ipar (lelaki/wanita) tidak boleh
menampakkan auratnya di hadapan saudara suami atau istrinya. Demikian pula
sebaliknya. Karena keduanya tidak memiliki hubungan mahram. Bahkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi peringatan keras terhadap hubungan
interaksi antar-saudara ipar.
Ada seorang sahabat yang
bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana hukum kakak ipar?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saudara ipar adalah kematian.” (HR. Bukhari & Muslim).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saudara ipar adalah kematian.” (HR. Bukhari & Muslim).
Maksud hadist: Interaksi
dengan kakak ipar bisa menjadi sebab timbulnya maksiat dan kehancuran. Karena
orang bermudah-mudah untuk bebas bergaul dengan iparnya, tanpa ada pengingkaran
dari orang lain. Sehingga interaksinya lebih membahayakan daripada berinteraksi
dengan orang lain yang tidak memiliki hubungan keluarga. Kondisi semacam ini
akan memudahkan mereka untuk terjerumus ke dalam zina.
Mahrom di bagi dua, yaitu:
1. Mahram Abadi
Makna istilah
mahram adalah wanita atau orang yang haram untuk dinikahi. Seorang ayah menjadi
mahram buat anak gadisnya, karena si ayah haram menikah dengan anak gadisnya
sendiri. Demikian juga seorang ibu haram dinikahi oleh anak laki-lakinya
sendiri.
Sebagai mahram,
ada kebolehan terlihat sebagian aurat, bukan semuanya. Misalnya, seorang ibu
boleh terlihat tangan, kaki, rambut, kepala, leher dan lainnya oleh
putera-puteranya sendiri. Demikian juga, seorang laki-laki boleh melihat
sebagian aurat adik atau kakak wanitanya.
Selain boleh
melihat sebagian aurat, juga boleh terjadi sentuhan kulit, berduaan (khalwat)
dan bepergian bersama (safar), termasuk membonceng sepeda motor.
2.
Mahram Tidak Abadi
Ada wanita-wanita tertentu yang
haram untuk di nikahi, tetapi tidak otomatis berarti kita boleh melihat
sebagian auratnya, berduaan atau jalan bersama. Misalnya istri
tetangga. Sebagai wanita, istri tetangga kita haram untuk kita nikahi.
Demikian juga
dengan adik istri kita, atau disebut dengan ipar, juga termasuk yang haram
untuk dinikahi. Dan kitapun diharamkan melihat auratnya, apalagi berduaan
dengan mereka.
Inilah yang
disebut dengan istilah mahram tapi
bukan mahram. Haram untuk menikahinya dan haram juga untuk melihat aurat
dan berkhalwat dengan mereka.
Dan karena
sifatnya tidak abadi, untuk sementara saja, maka disebut dengan istilah mahram ghairu muabbad, atau mahram tidak
abadi.
Yang dimaksud
dengan tidak abadi disini maksudnya adalah bahwa istri tetangga kita itu bila
suaminya meninggal dunia, dan telah selesai masa iddahnya, maka otomatis kita
boleh menikahinya. Demikian juga dengan adik istri kita, seandainya istri kita
meninggal dunia atau terjadi talak, maka adiknya yang perempuan itu boleh untuk
nikahi. Jadi keharaman untuk menikahinya bersifat sementara, tidak abadi.
Berbeda dengan
ibu mertua yang kemahraman kita dengan beliau bersifat abadi. Meski anaknya
sudah bukan isteri kita lagi, entah karena cerai atau meninggal dunia, namun
tidak ada istilah mantan ibu mertua. Selama-lamanya ibu mertua kita itu akan
menjadi mahram abadi kita.
Seperti yang
sudah di sebutkan di atas saudara laki-laki suami (ipar) dan sepupunya yang
laki-laki bukanlah mahram bagi si istri dengan semata-mata mereka saudara suami
atau putra pamannya. Karena itu tidak boleh bagi si istri membuka apa yang
tidak boleh ia buka terkecuali di hadapan mahram-mahramnya, sekalipun ipar atau
sepupu suaminya itu adalah lelaki yang shalih yang bisa dipercaya. Karena Allah
membatasi orang-orang yang diperkenankan melihat perhiasan seorang wanita
sebagaimana dalam ayat:
“Dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka,
atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putra-putra dari saudara laki-laki
mereka, atau putra-putra dari saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita…” (An-Nur:
31)
Juga
berdasarkan sabda Rasulullah n:
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ
مِنَ النَّسَبِ
“Diharamkan
dari penyusuan apa yang haram karena nasab.”
Sementara
saudara lelaki suami (ipar) dan putra-putra pamannya tidak termasuk dari mereka
yang disebutkan di atas. Allah l tidak pula membedakan dalam hal ini antara
orang yang shalih dengan yang tidak shalih. Semuanya dalam rangka menjaga
kehormatan dan menutup pintu yang mengantarkan pada kerusakan dan kejelekan.
Dalam hadits
yang shahih disebutkan bahwa Nabi ditanya tentang al-hamwu, maka beliau
menjawab:
الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Al-Hamwu adalah maut
Yang dimaksud
dengan al-hamwu dalam hadits di atas adalah saudara lelaki suami (ipar)
dan semisalnya yang bukan termasuk mahram si istri. Maka hendaknya seorang
muslim menjaga agamanya dan melindungi kehormatannya.
Kakak ipar
(lelaki/wanita) tidak boleh menampakkan auratnya di hadapan saudara suami atau
istrinya. Demikian pula sebaliknya. Karena keduanya tidak memiliki hubungan mahram.
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi peringatan keras
terhadap hubungan interaksi antar-saudara ipar.
Ada seorang
sahabat yang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana hukum kakak ipar?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saudara ipar adalah kematian.” (HR. Bukhari & Muslim).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saudara ipar adalah kematian.” (HR. Bukhari & Muslim).
Maksud hadist:
Interaksi dengan kakak ipar bisa menjadi sebab timbulnya maksiat dan
kehancuran. Karena orang bermudah-mudah untuk bebas bergaul dengan iparnya,
tanpa ada pengingkaran dari orang lain. Sehingga interaksinya lebih
membahayakan daripada berinteraksi dengan orang lain yang tidak memiliki
hubungan keluarga. Kondisi semacam ini akan memudahkan mereka untuk terjerumus
ke dalam zina.
c.
Macam-macam Zina
Anggota Tubuh
1. Hadits Tentang Macam-Macam Zina Bagi Anggota Tubuh
a.
Didalam kitab
Shahih Bukhari, Bab استئذان Hadits
-12 :
حدثنا الحميدى حدثنا سفيان عن ابن طاوس عن ابيه
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال لم أر شيئا اشبه باالأمم من قول ابي هريرة حدثني
محمود اخبرنا عبد الرزاق اخبرنا معمر عن ابن طاوس عن ابيه عن ابن عباس قال ما
أرأيت شيئا أشبه باالأمم مما قال ابو هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم: ان الله
كتب على ابن ادم حظه من الزنا أدرك ذلك لامحالة, فزنا العين النظر, وزنا اللسان
المنطق والنفس تمنى تشتهى (رواه البخاري) والفرج يصدق ذلك كله ويكذبه
Artinya :
“Diriwayatkan dari ibnu abbas berkata: sesuatu yang telah aku lihat
akan sesuatu yang menyerupainya dengan umat-umat daripada sesuatu yang telah
dikatakan oleh abu hurairah dari pada Nabi SAW bersabda: sesungguhnya Allah
telah menetapkan anak Adam celahnya daripada zina, tahukah engkau akan hal itu
akan sesuatu yang tidak ada kesempatan baginya. Maka zina mata pada pandangan,
dan zina lidah dalam pembicaraan, dan jiwa yang bercita-cita pada keinginannya,
dan kemaluanlah (faraj) yang membenarkan itu semua dan yang mendustakannya”. (HR. Bukhari).
b.
Didalam Kitab
Shahih Muslim Bab قدر Hadits
-21:
حدثنا إسحاق بن منصور اخبرنا ابو هشام المخزمي
حدثنا وهيب حدثنا سهيل بن ابي صالح عن أبيه, عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه
وسلم قال: كتب على ابن ادم بصيبه من الزنى, ماأدرك ذلك لامحالة, فاالعينان زناهما
النظر, والأذنان زناهما الإستماع, واللسان زناه الكلم,
واليد زناها البطش, والرجل زناها الخطا, والقلب يهوى ويتمنى ويصدق ذلك الفرج
ويكذب. (رواه مسلم)
Artinya:
“Diriwayatkan dari abu hurairah, daripada nabi SAW, bersabda: telah
ditetapkan diatas anak adam bahagiannya daripada zina, apa yang engkau ketahui
hal itu tidak ada celah baginya, maka zina kedua mata pada pandangan, dan zina
kedua telinga pada pendengaran, dan zina lisan (lidah) pada pembicaraan, dan
zina kedua tangan dalam memegang, dan zinanya kaki dalam berjalan, dan hati
berkeinginan dalam cita-cita, dan yang membenarkan sedemikian adalah faraj
(kemaluan), dan yang mendustakannya”. (HR. Muslim).
c.
Dalam kitab
sunan Ahmad Ibnu Hanbal juz 2, halaman 276 :
حدثنا عبد الله حدثنى أبى حدثنا عبد الرزاق حدثنا
معمر عن إبن طاوس عن أبيه عن إبن عباس قال مارأيت شيأ أشبه بالأمم مما قال أبو
هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم, إن الله عزوجل كتب على إبن ادم حظه من الزنا
أدركه لامحالة وزنا العين النظر وزنا اللسان النطيق والنفس تمنى تشتهى والفرج يصدق
ذلك أو (رواه أحمد إبن حنبل) يكذبه
Artinya :
“Diriwayatkan oleh abu hurairah, daripada Nabi SAW, bersabda :
sesunguhnya Allah Azza Wajalla telah menetapkan diatas anak Adam akann
bahagiannya daripada zina, tahukah engkau akan dia-nya (zina) tidak ada celah
(helaan),, dan zina mata pada penglihatan, dan zina lidah (lisan) pada
pembicaraan, dan jiwa bercita-cita pada keinginan, dan faraj yang membenarkan
sedemikian atau mendustakannya”. (HR. Ahmad Ibnu Hanbal).
2. Uraian Tentang Hadits
Hadits ini diperoleh dari berbagai
sumber hadits lainnya. Sesuai dengan yang ada di dalam kitab Mu’jam al-Mufahras
Li al-Fadz al-Hadis. Dimana dalam kitab tersebut menuliskan berbagai bagian hadits di berbagai
kitab periwayatan. Bagian hadits ini yang bertema masalah Berbagai Macam Zina
Anggota Tubuh, masing-masing didapat dalam kitab sunan Ahmad Ibnu Hanbal juz 2,
halaman 276 dan halaman 329. dan didalam kitab shahih bukhari, bab استئذان hadits -12, dan bab قدر hadits -9, dan juga didalam kitab
shahih muslim bab قدر hadits -20 dan -21.
Bagian hadits ini yang paling banyak menonjol dan terkemuka adalah hadits
yang diriwayatkan oleh bukhari, bab استئذان hadits-12 dan hadits riwayat
muslim, bab قدر hadits -21.
Perbandingan di bidang Sanad diantara ketiga
periwayat hadits, hanya sedikit perbedaannya antara satu perawi hadits dengan
perawi hadits lainnya. Diantara perbedaannya yaitu terdapat pada skema sanad
hadits dibawah ini:
Akan tetapi persamaan Sanad diantara ketiga periwayatan hadits ini terletak
pada sumber hadits dan pada sanad kedelapan yaitu perawi pertama dan sanad
ketujuh yaitu perawi kedua, yaitu Abu Hurairah dan Ibnu Abbas (hanya pada
shahih bukhari dan sunan Ahmad Ibnu Hanbal). Sedangkan pada shahih muslim
kesamaannya hanya pada sanad kedelapan, yaitu perawi pertama adalah Abu
Hurairah.
Di bagian Matan hadits / isi hadits. Hadits yang diriwayatkan oleh Shahih
Muslim-lah yang lebih lengkap dan jelas penerangan bagian-bagian zina anggota
tubuhnya. Dan hadits Muslim juga sebagai penyempurna matan-matan hadits
lainnya. Bunyi matan hadits antara Riwayat Bukhari dan Musnad Ahmad Ibnu
Hanbal, diantara keduanya lebih banyak persamaan daripada perbedaannya. Derajat ketiga-tiga periwayatan hadits diatas adalah Shahih.
3.
Kritik Matan Hadits
Hadist tersebut meletakkan zina mata lebih awal dalam urutan zina, karena
mata adalah akar pertumbuhan zina tangan, zina kaki, zina hati, dan zina
kemaluan.
Imam An-Nawawi menerangkan hadis ini lebih rinci, katanya “Makna hadis ini adalah bahwa setiap manusia itu sudah ditakdirkan mendapat bagian zina. Diantara mereka ada yang zinanya itu zina hakiki (yang sesungguhnya), yaitu melakukan hubungan intim di luar pernikahan, dan diantara mereka ada yang zinanya adalah zina majazi (yang bukan sesungguhnya), yaitu dengan melihat objek yang diharamkan/mendengarkan perzinaan dan apapun objek yang didengar yang bisa mengakibatkan zina.
Adapun makna kalimat “Dan kemaluan akan membenarkan semua itu atau akan mendustakannya” maksudnya, bahwa zina itu kadang terjadi dengan alat kemaluan, dan kadang tidak dengan alat kemaluan, karena kemaluan laki-laki tidak masuk ke dalam kemaluan perempuan, sekalipun sudah hampir terjadi.
Imam An-Nawawi menerangkan hadis ini lebih rinci, katanya “Makna hadis ini adalah bahwa setiap manusia itu sudah ditakdirkan mendapat bagian zina. Diantara mereka ada yang zinanya itu zina hakiki (yang sesungguhnya), yaitu melakukan hubungan intim di luar pernikahan, dan diantara mereka ada yang zinanya adalah zina majazi (yang bukan sesungguhnya), yaitu dengan melihat objek yang diharamkan/mendengarkan perzinaan dan apapun objek yang didengar yang bisa mengakibatkan zina.
Adapun makna kalimat “Dan kemaluan akan membenarkan semua itu atau akan mendustakannya” maksudnya, bahwa zina itu kadang terjadi dengan alat kemaluan, dan kadang tidak dengan alat kemaluan, karena kemaluan laki-laki tidak masuk ke dalam kemaluan perempuan, sekalipun sudah hampir terjadi.
Pelaku zina diklasifikasikan ke dalam 2 macam yaitu
muhsan dan gairu muhsan.
Dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pezina Muhsan
Pezina muhsan
adalah orang yang sudah balig,berakal, merdeka, sudah pernah bercampur dengan
jalan yang sah. Para ulama bersepakat bahwa hukuman terhadap pezina yang muhsan
adalah di rajam (di lempari dengan batu) sampai meninggal.
b. Pezina Gairu Muhsan
Pezina Gairu
Muhsan adalah gadis atau jejaka. Hukuman terhadap meraka adalah didera seratus
kali dan diasingkan selama satu tahun.
Ada 6 jalan mendekati zina: mata, telinga,
lidah, tangan, kaki dan hati.
semuanya perlu dijaga dari mendekati zina. Abu Huraira menyampaikan bahwa Rasulullah (saw) mengatakan: Allah telah menetapkan bagian dari perzinahan yang seseorang akan terjerumus ke dalamnya. Tidak bisa lari dari itu.
semuanya perlu dijaga dari mendekati zina. Abu Huraira menyampaikan bahwa Rasulullah (saw) mengatakan: Allah telah menetapkan bagian dari perzinahan yang seseorang akan terjerumus ke dalamnya. Tidak bisa lari dari itu.
1. Zina mata adalah pandangan yang penuh nafsu
2. Zina telinga adalah mendengarkan yg
menggairahkan (lagu atau pembicaraan)
3.
Zina dari lidah
adalah ucapan cabul
4. Zina tangan adalah cengkeraman bernafsu
(memeluk)
5. Zina kaki adalah berjalan (ke tempat) di mana
ia berniat melakukan perzinahan
6. Zina hati merindukan dan menginginkan sesuatu
yang dia [kemaluannya] mungkin akan atau mungkin juga tidak melakukannya [yaitu
berzina]
BAB II
PENUTUP
A.
Simpulan
Pergaulan memiliki makna yang sama
dengan etika. Jadi menurut hemat penulis pengertian Etika (Etimologi), berasal
dari bahasa Yunani adalah "Ethos", yang berarti watak kesusilaan atau
adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu "Mos" dan dalam
bentuk jamaknya "Mores", yang berarti juga adat kebiasaan atau cara
hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan
menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih kurang sama
pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu
moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika
adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang
identik dengan etika, yaitu:
a.
Susila
(Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila)
yang lebih baik (su).
b.
Akhlak
(Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Pergaulan memiliki
dasar-dasar pokok dalam panduan Al-Qur-an, Al-Hadits, lasting manusia, serta
budaya dan peradabannya. Sehingga memiliki makna hak dan kewajiban manusia yang
harus diperbuat dalam setiap gerak langkahnya.
Adapun dalam pergaulan
sehari-hari meliputi: Pergaulan dengan keluarga, masyarakat, lawan jenis, dan
interaksi pengetahuan pada proses pembelajaran. Sehingga manusia mampu
mengendalikan dirinya serta mampu bersaing dengan masyarakat lainnya.
B.
Saran
Dalam pembuatan karya tulis ilmiah, berupa
makalah dan sebagainya pasti tidak akan terlepas dari kesalahan baik dari segi
tulisan, kata ataupun maksud. Oleh karena itu untuk tercapainya makalah yang
berkualitas, penulis sangat berharap sekali saran ataupun kritik yang dapat
membangun dari para pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas al-Maliki, Alawi. Ibanat al-Ahkam Syarh
Bulugh al-Maram. Bandung: Sinar baru, 1994.
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Fadz
al-Hadis al-Nabawi, Leiden: ES. Brill, 1943.
Al-Karmani, Syarh Shahih al-Bukhari, vol.
9. Bairut: Dar al-Fikr, t.t..
Al-Sanusi, Syarh Shahih Muslim, vol. 4.
Bairut: Dar al-Kutub, 1994.
Atturmudzi, Sunan al-Turmudzi. Bairut: Dar
al-Fikr, 1988.
Al-Asqalani, Tadzib al-Tdzhib, vol. 5.
Kairo: Dar al-Kitab, 1993.
Drs. Ahmad
Yani, Modul Paket Studi Islam Khairu Ummah, LPPD Khairu Ummah: Jakarta
Pusat, t.t.
Faridl, Miftah, Etika Islam, Pustaka:
Bandung
Muhammad Jamil
Zainu, Asyeikh. Bimbingan Islam Untuk
Pribadi Dan Masyarakat.
Syafe’i,
Rahmat. 2000. Al-Hadis, aqidah, akhlak,
social dan hukum. Bandung. Pustaka Setia
Tarbiyatun Nisa, Ishlah No.
2/Th. I/Syawal 1413 H
Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa Adillathu. Bairut:
Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar