BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masyarakat
islam itu tegak berlandaskan pijakan aqidah yang kokoh yang menentukan falsafah
hidupnya secara menyeluruh. Dan merupakan jawaban dari pertanyaan mendasar dari
mana berasal? Sedang berada dimana?
Serta mau kemana akan kembali?
Jawabannya melukiskan sebagai masyarakat bertauhid yang bersih dari segala
penyakit syirik. Masyarakat islam tegak diataas nilai-nilai ibadah, dan
nilai-nilai khalifah. Sebagai upaya memakmurkan bumi berdasarkan petunjuk
dari-Nya dalam wujud beramal saleh baik lahir maupun batin. Oleh karena itu
kami akan mencoba membahas tentang status, kewajiban dan hak baik sebagai
abdulloh maupun sebagai khalifah.
B.
Adapun
rumusan masalahnya sebagai berikut
1.
Bagai
mana status kita dihadapan Alloh SWT?
2.
Apa
saja kewajiban kita terhadap Alloh?
3. Apa saja hak yang diberikan Alloh kepada kita?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Status
a.
Status
sebagai hamba-Nya
Di hadapan yang maha kuasa manusia merupakan makhluk
kecil yang berjalan di muka bumi dalam waktu yang sangat singkat dan dalam
kondisi yang rentan terkena duri, sekalipun sekecil peniti. Dia adalah seorang
hamba yang prestasi tertingginya kepatuhan secara penuh kepada kehendak
majikannya. Dia harus membebaskan dirinya dari segala yang nampak seperti
“miliknya”, sehingga kehendak-Nyadapat berjalanmelalui dirinya tanpa rintangan.
Pengetahuan, kebajikan, indra-indranya yang dimilikinya
itu merupakan titipan sebagai amnah dari-Nyayang sewaktu-waktu bisa saja
diambil sebagai hamba-Nya mendapat amanh untuk menyiapkan “wadah” kehambaan.
Wadah yang ditetapkan itu harus bersifat kosong, fasif, dari segala isi yang
lain. Rendah diri merupakan sifat yang harus dimiliki oleh seorang hamba.yang
menyiapkan diri untuk menerima “sesuatu” yang dianugrahkan-Nya.
Secara eksotik Dia mengutus rosul untuk memberikan suri
tauladan dalam membentuk dirinya sendiri, kepada umat manusia. Disini lebih
difokuskan bahwa utusan itu sebagai perwujudan dari pesan itu. Citra sebagai
yang mencintai dan yang dicintai.
Kehendak manusia menjadoi mulia apabila mencerminkan
kehendak Alloh. Seorang utusan Alloh menyampaikan pesan dengan tepat jika ia
memposisikan sekedar sebagai “wadah” pesan Alloh tanpa menambahkan
subjektivitas personal apapun yang dapat membiaskannya. Wadah yang ditetapkan
untuk mendapat anugrah khazanah ilahi harus bersifat kosong dari segala isi
yang lain.
Adz zariat : 56
$Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Konsep
Dia Ilah ku - aku hambanya - alam hambaku
(menerima sembahan)
(patuh kepada perintahnya) (patuh
kepada manusia)
Dia rab ku -
Akun khlalifahnya - alam
khalifahku
(pencipta, pemelihara) (memimpin
berkarya) (patuh mewakili
manusia)
b.
Status
sebagai Khalifah-Nya (khalifatulloh)
Identitas sebagai khalifah adalah manusia bernama
adam yang pertama kali tercipta melalui tangan
tuhan. Al-qur’an menyatakan :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(30)
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!"(31) “Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]."(32)
“Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda
ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu,
Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya
aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan
dan apa yang kamu sembunyikan?"(33)
[35]
Sebenarnya
terjemahan hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, karena arti hakim Ialah:
yang mempunyai hikmah. Hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai
dengan sifat, guna dan faedahnya. di sini diartikan dengan Maha Bijaksana
karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.
Kemudian,
para malaikat diperintahkan untuk bersujud dihadapan makhluk yang baru ini
yakni manusia dan mereka pun bersujud kecuali iblis. Dengan sangat angkuh iblis
menolak untuk merendah dihadapan makhluk baru yang kemuliaannya tertutup debu
ini.
Menurut
mufassir abad ke 4 H, Al- kisa’i[1]
Malaiakat Jibril diperintah untuk mengumpulkan jajaran Malaikat dihadapan
Adam. Kemudian Adam berbicara kepada seluruh penghuni surga yang berdiri dalam
20000 di sekelilingnya, para malaikat berdiri takjub ketika dihadapan mereka,
Adam dengan jubah kehormatan mahkota emas bertahtakan permata, memegang tongkat
vahaya berdiri diatas mimbar, lalu Adam bicara kepada seluruh penghuni langit
dengan otoritas yang telah diperbolehkan dari sang pencipta.
Alloh
menciptakan baginya seorang pasangan yang diberi nama Hawa. Bentuknya sama
dengan Adam dengan beberapa modifikasi, kulitnya lebih lembut, warnanya lebih
putih, suaranya lebih merdu. Ya Alloh, untuk siapa engkau cipatakan dia,
tanya Adam untuk orang yang bersedia menerimanya dengan kesetiaan dan disatukan
dengan rasa syukur, jawabnya. Tuhan sendiri yang menyelenggarakan upacara
pernikahan mereka, menembahkan inilah pelayan wanita-ku dan kamu hamba-ku wahai
Adam ! tidak ada yang lebih ku cintai dari seluruh ciptaan-Ku. Berikutnya,
36:36 diungkapkan bahwa : Maha suci dia yang telah menciptakan kedua pasangan
itu.
Kedua
pasangan itu kemudian menuju syurga yang diciptakan untuk mereka berdua. Alloh
berfirman : kini, ingatlah karunia-Ku kepadamu karena aku telah menjadikanmu
mahakarya ciptaan-ku, menciptakanmu menjadi manusia sesuai dengan kehendak-Ku
meniupkan ruh-ku kedalam dirimu mewajibkan para malaikat patuh kepadamu,
melancarkan lidahmu untuk berbicara dengan segala bahasa. Semua itu kulakukan untukmu
sebagai kemuliaan dan kehormatan. Maka waspadalah terhadap iblis yang telah
merasa putus asa. Akan tetapi, peringatan ini terabaikan ketika iblis menggoda
pasangan surgawi itu dengan kegemergelapan relativitas dan kebebanan palu. Maka
berlangsunglah penggodaan manusia sejak itu sampai kini. Mereka berdua jatuh
bersama-sama, setara dalam kesalahan, sebagaimana setara dalam kemuliaan.
Mereka berdua diusir, lalu dijanjikan penghapusan segala dosa. Anak cucu mereka
tidak akan diniarkan menempuh jalan gelap di dunia bawah. Mereka diberi
bimbingan, bimbingan ini mencapai puncak kesempurnaanya dengan kedatangan Nabi
SAW. Sebagai penyempurna sejarah itu.
Sikap
menerima sebagai penghambaan itu menyatu dalam setiap aktivitas hamba didunia
ini. Berupaya keras untuk menyempurnakan buah karya, memperbaiki kekeliruan,
menyempurnakan pengelolaan suatu karya, memperbaiki kekeliruan, menyempurnakan
pengelolaan suatu karya besar untuk kemakmuran umat, sebagai khalifatulloh fil
ardh, memimpin umat untuk kemakmurannya atas nama Alloh dibumi, mewujud dalam
bentuk jihad pula. Kewajiban ini berbanding lurus dengan daya penerimaannya.
Kedudukan manusia pertama sebagai khalifah itu berada di alam relatif yang
asing bagi malaikat. Cahaya terang dan kegelapan, kebaikan dan kejahatan saling
menyatu didalamnya. Malaikat, malah diperintahkan untuk bersujud dihadapan
makhluk ini, tak pelak lagi ini menjadi pertanyaan besar, apakah gerangan
rahasia keunggulan yang dimilikinya itu? Khalifah itu berarti khalifah yang
dipercayakan Alloh untuk memimpin umat dalam memakmurkan bumi. Dalilnya adalah
:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." Dan pada QS. Hud : 61 disebutkan :
“Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain
Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian
bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)."
[726]
Maksudnya:
manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
2. Kewajiban
Hak merupakan
wewenag, bukan berujud kekuatan , maka perlu ada penegakhukum melindungi yang
lemeh, yauitu orang yang tidak dapat melakukan haknya manakala
berhadapan dengan orang lain yang merintangi pelaksanaan haknya.
Selanjutnya
karena hak itu merupakan wewenag dan bukan kekuatan, maka ia merupakan
tuntutan, dan terhadap orang lain hak itu merupakan kewajiban, yang itu
kewjiban menghormati terlaksanya hak-hak orang lain. Dengan cara
demikian orang lain pun berbuat yang sam pada dirinya, dan dengan demikian
akan terpeliharalah hak asasi manusia itu.
Dengan demikian masalah kewajiban memegang peran penting
dalam pelaksanaan hak. Namaun perlu di tegaskan disini kewajiban
disinipun bukan merupakan keharusan fisik, tetapi tetap kewajiban, yaitu wajib
yang berdasarkan kemanusiaan, karena hak yang merupakan sebab timbulnya
kewajiban itu juga berdasarkan kemanusiaan. Dengan demikian orang yang tidak
memenuhi kewajiban berarti telah memerkosa kemanusiaannya. Sebaliknya orang
yang telah melaksanakan kewajiban berarti telah melaksanakan sikap
kemanusiaannya.
Di dalam ajran islam
kewajiban di tempatkan dalam salah satu hokum syara'. Taitu Sesutu yang apabila
di kerjakan mendapat pahala dan jika di tinggalkan mendapat siksa .dengan kata
lain bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaan hak yang
diwajiban oleh allah. Melaksanakan shalat lima waktu membayar zakat bagi yang
memiliki harta tertentu dan sampai batas nisab, dan berpuasa di bulan ramadhan
misalnya adalah merupakan kewajiban.
a. Kewajiban Seorang Hamba-Nya
Allah menjadikan manusia dapat
mendengar, melihat, berfikir, berbicara, dan berusaha. Sesungguhnya itu semua
sebagai ujian, apakah manusia akan bersyukur kepada Penciptanya, beribadah
kepadaNya semata, taat dan tunduk terhadap syari’atNya, ataukah mengingkari
kenikmatan dan menentang terhadap agamaNya.
Alloh berfirman:
هَلْ أَتَى عَلَى الإِنسَانِ حِيٌن
مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُن شَيْئًا مَّذْكُورًا {1} إِنَّا خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ مِن
نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا {2} إِنَّا
هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
Bukankah telah datang pada manusia satu waktu dari masa,
sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut. Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus;
ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (QS. Al-Insan (76):1-3)
Sebagai seorang yang diciptakan,
tentunya kita mempunyai seorang pencipta. Dialah Allah SWT tuhan semesta alam.
Dialah yang memiliki kerajaan langit dan bumi serta seisinya. Bahkan mungkin
banyak ciptaannya yang tidak kita ketahui. Sebagai seorang hamba biasanya
memiliki kewajiban tertentu. Sebagai contoh: seorang budak (hamba saya)
biasanya bersedia mengorbankan dirinya hanya untuk tuannya, yaitu Allah.
Sekarang
kita sebagai seorang hamba Allah SWT tentunya juga memiliki kewajiban.
kewajiban kita adalah beribadah kepada-Nya. Sesuai dengan wikipedia Bahasa
Indonesia, kata ibadah itu diambil dari bahasa arab, yang dapat diartikan
sebagai berikut:
1. Perbuatan atau penyataan bakti
terhadap Allah ayau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama.
2. Segala usaha lahir dan batin yang
sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya.
3. Upacara yang berhubungan dengan
agama.
Kemudian dasar yang memerintahkan
kita untuk beribadah pada Allah SWT itu tentunya terdapat dalam Al-Qur’an
maupun hadist. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Q.S adz-dzariat (51: 56)
“Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Dalam ayat ini jelas bahwa Allah menciptakan kita adalah untuk
beribadah pada-Nya, perintah ini juga ditujukan oleh Allah kepada Jin
.Q.S. Yaasin (36:61)
“Dan
hendaklah kamu menyembah-Ku. inilah jalan yang lurus.”
b. Q.S.
Al-fatihah (1:5)
1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang[1].
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta
alam[3].
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan
Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7].
Jenis-jenis ibadahnya diantaranya:
a. ibadah Mahdah, yaitu salah satu jenis ibadah yang
telah diperintahkan oleh Allah SWT. Sebagai contoh ialah sholat (QS.Ibrahim
:31), puasa (QS. Al- Baqarah : 183). Zakat (QS Al baqarah :43).
b. Ibadah gairu Mahdah : yaitu segala perbuatan yang kita
lakukan untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Contoh: Belajar, bekerja,
berdagang,dll.
Setelah kita mengetahui pengertian,
dasar dan jenis-jenis ibadah tentunya kita wajib mengerjakannya. Dalam Al
Qur’an Surah Al An’am : 162-163 menerangkan kepada kita untuk melakdanakan
ibadah secara ikhlas. Adapun arti dari ayat tersebut adalah sebagai berikut :
“ Katakanlah: Sesungguhnya Sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
Disamping itu juga, dengan mengerjakan ibadah menunjukkan bahwa kita telah bersyur kepada Allah SWT. Allah telah berjanji kepada kita bahwa Dia akan menambah nikmat yang telah diberikannya pada kita, jikalau kita bersyukur. Hal ini dijelaskan oleh Q.S Ibrahim ayat 7.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Perlu kita ketahui juga, ibadah yang kita lakukan itu sangat bermanfaat. Manfaat yang dapat kita rasakan tidak hanya dari segi rohaniah, tetapi dati segi kesehatan, social maupun ekonomi. Sebagai contoh, kita diperintahkan untuk sholat, dengan sholat itu membuat hati kita menjadi tenang, serta sholat dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Kemudian perintah untuk berpuasa, dengan berpuasa membuat tubuh kita sehat, disamping itu juga kita dapat merasakan betapa sakitnya saudara kita yang kurang beruntung seperti kita misalnya, yang harus makan satu kali sehari, atau bahkan tidak makan. Kemudian perintah untuk berzakat, dengan berzakat kita dapat berbagi dengan saudara kita yang kurang mampu, hal ini juda dapat meningkatkan rasa ukkhuah islamiah kita.
“ Katakanlah: Sesungguhnya Sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
Disamping itu juga, dengan mengerjakan ibadah menunjukkan bahwa kita telah bersyur kepada Allah SWT. Allah telah berjanji kepada kita bahwa Dia akan menambah nikmat yang telah diberikannya pada kita, jikalau kita bersyukur. Hal ini dijelaskan oleh Q.S Ibrahim ayat 7.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Perlu kita ketahui juga, ibadah yang kita lakukan itu sangat bermanfaat. Manfaat yang dapat kita rasakan tidak hanya dari segi rohaniah, tetapi dati segi kesehatan, social maupun ekonomi. Sebagai contoh, kita diperintahkan untuk sholat, dengan sholat itu membuat hati kita menjadi tenang, serta sholat dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Kemudian perintah untuk berpuasa, dengan berpuasa membuat tubuh kita sehat, disamping itu juga kita dapat merasakan betapa sakitnya saudara kita yang kurang beruntung seperti kita misalnya, yang harus makan satu kali sehari, atau bahkan tidak makan. Kemudian perintah untuk berzakat, dengan berzakat kita dapat berbagi dengan saudara kita yang kurang mampu, hal ini juda dapat meningkatkan rasa ukkhuah islamiah kita.
Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa,
sebagai seorang insan kita memiliki suatu kewajiban, yaitu melaksanakan ibadah.
Melaksanakan ibadah disini bukan berarti hanya sekedar melepaskan kewajiban,
akan tetapi mari kita jadikan ibadah sebagai kebutuhan. Karena sudah sepantasnya
sebagai mahluk ciptaan Allah SWT kita bersyukur atas nikmat yang telah Ia
berikan. Jangan sampai kita menjadi kaum kaum terdahulu yang tidak mau
beribadah kepada Allah SWT. Sebagai Contoh : kaum Nabi Nuh AS yang
ditenggelamkan dengan banjir besar, kemudian kaum nabi sholeh, yang ditimpa
gempa atau bahkan kaum Nabi Luth yang ditimpa hujan batu.
Konsep[2]
Untuk
menunaikan kewajiban itu di butuhkan kekuatan ihsan, yang berisi kerja keras
dan patuh, dengan demikian bahwa kewajiban seorang hamba itu adalah
menunaikan kewajiban beribadah
Contoh
yang ihsan. Ihsan dalam konteks ini berarti kehalusan dalam mematuhi
perintah-Nya, kerja keras, patuh, layak.
Ihsan ketika mendirikan ibadah
shalat
Ihsan
ketika mengeluarkan zakat
Ihsan
ketitak menunaikan ibadah puasa
Ihsan
ketika menunaikan ibadah haji
Ihsyan
ketika bertaubat, bersyahadat, berdzikir bermunajat dan berdoa.
b.
Kewajiban sebagai
Khalifah-Nya
Kata khalifah berasal dari kata “khalf”
(menggantikan, mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang kemudian)
sebagai lawan dari kata “salaf” (orang yang terdahulu). Sedangkan arti khilafah[3]
adalah wakil atau pengganti.
Pengertian terakhir inilah yang dimaksud dengan “Allah mengangkat manusia
sebagai khalifah di muka bumi”, sebagaimana firmanNya dalam QS. Al fatir : 39, Al-An’am : 165
Manusia adalah
makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain (Q.S. al-Isra’: 70).
dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik
maupun psikhisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat
potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena
itulah maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah.
Khalifah adalah gelar yang
diberikan untuk pemimpin umat islam setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW (570–632). Kata "Khalifah" (خليفة Khalīfah) sendiri dapat diterjemahkan sebagai
"pengganti" atau "perwakilan". Pada awal keberadaannya,
para pemimpin islam ini menyebut diri mereka sebagai "Khalifat
Allah", yang berarti perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi pada
perkembangannya sebutan ini diganti menjadi "Khalifat rasul Allah"
(yang berarti "pengganti Nabi Allah") yang kemudian menjadi sebutan
standar untuk menggantikan "Khalifat Allah". Meskipun begitu,
beberapa akademis memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai pemimpin
umat islam tersebut.
Khalifah juga sering disebut sebagai Amīr
al-Mu'minīn (أمير المؤمنين) atau "pemimpin orang yang beriman", atau
"pemimpin umat muslim", yang kadang-kadang disingkat menjadi
"emir" atau "amir".
Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar
bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan yang dipegang
berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani
Abbasiyah, dan Bani Usmaniyah, dan
beberapa khalifah kecil, berhasil meluaskan kekuasaannya sampai ke Spanyol, Afrika
Utara, dan Mesir.
Khalifah berperan sebagai kepala ummat baik
urusan negara maupun urusan agama. mekanisme pengangkatan dilakukan baik dengan
penunjukkan ataupun majelis Syura' yang merupakan majelis Ahlul
Ilmi wal Aqdi yakni ahli Ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan
ummat.
Tugas sebagai
khalifah:
Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah
Allah di muka bumi. Hal ini dapat difahami dari firman Allah dalam Q.S.
al-Baqarah: 30: ”Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara
lain menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta
mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah :
16), dengan cara beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerjasama
dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran (Q.S.
al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah
dari Allah sejak manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan
datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya
(’abdullah).
Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri; tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat; dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri; tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat; dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi
tugas-tugas: (1) menuntut ilmu pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), karena
manusia itu adalah makhluk yang dapat dan harus dididik/diajar (Q.S.
al-Baqarah: 31) dan yang mampu mendidik/mengajar (Q.S. Ali Imran: 187,
al-An’am: 51); (2) menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa
menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6) termasuk di dalamnya
adalah menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal
dan sebagainya; dan (3) menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlaq
berasal dari kata khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan
khalq merupakan bentuk lahir/ jasmani. Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan
manusia terdiri atas gabungan dari keduanya itu yakni jasmani (lahir) dan
rohani (batin). Jasmani tanpa rohani adalah benda mati, dan rohani tanpa
jasmani adalah malaikat. Karena itu orang yang tidak menghiasi diri dengan
akhlak yang mulia sama halnya dengan jasmani tanpa rohani atau disebut mayit
(bangkai), yang tidak saja membusukkan dirinya.
Tugas
kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi tugas membentuk rumah tangga
bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah dan mawaddah wa rahmah/cinta kasih
(Q.S. ar-Rum: 21) dengan jalan menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai
suami-isteri atau ayah- ibu dalam rumah tangga.
Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas :
(1) mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S. al-Hujurat: 10 dan 13,
al-Anfal: 46); (2) tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S.
al-Maidah: 2); (3) menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S. al-Nisa’: 135);
(4) bertanggung jawab terhadap amar ma^ruf nahi munkar (Q.S. Ali Imran: 104 dan
110); dan (5) berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di
dalamnya adalah para fakir dan miskin serta anak yatim (Q.S. al-Taubah: 60,
al-Nisa’: 2), orang yang cacat tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11), orang yang berada di
bawah penguasaan orang lain dan lain-lain.
Sedangkan tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi tugas-tugas: (1) mengkulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan, sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia; (2) menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan (3) mengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesran Ilahi.
Sedangkan tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi tugas-tugas: (1) mengkulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan, sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia; (2) menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan (3) mengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesran Ilahi.
Dari berbagai uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
manusia sebagai makhluk Allah harus mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu
menjalankan tugas-tugas hidupnya di muka bumi. Manusia sebagai makhluk Allah
mempunyai dua tugas utama, yaitu: (1) sebagai ’abdullah, yakni hamba
Allah yang harus tunduk dan taat terhadap segala aturan dan KehendakNya serta
mengabdi hanya kepadaNya; dan (2) sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang
meliputi pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, dalam
keluarga/rumah tangga, dalam masyarakat, dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
Konsep
Untuk menunaikan kewajiban itu di
perlukan kekuatan ihsan yang berisi kerja keras balam berkarya, yang berkenaan
dengan pemeliharaan alam dan pemeliharaan profesi, maka kewjiban seorang
kholifat itu adalah (1) kewajiban memelihara lingkungan dan (2) kewjiban
sebagai pemilik profesi.
3
Hak
Hak
berarti sesuatu yanglayak diperoleh setelah menunaikan kewajiban. Jika
kewajiban didtunaikan maka hak itu doperoleh dan sebaliknya, jika kewajiban itu
tidah diperoleh maka haknya pun tidak diperoleh. Dalam kontek ini akn diurai
apa yang menjadi hak seorang hamba yang menunaikan kewajibannya. Yang pada
akhirnya jika kewajian ditunaikan akan masuk surga jika kewajiban tidak
ditunaikan tidak akn masuk surga.
4 ×,Ìsù Îû Ïp¨Ypgø:$# ×,Ìsùur Îû ÎÏè¡¡9$# ÇÐÈ
. “..............segolongan masuk surga, dan segolongan masuk
jahannam”(Asy-syura:7)
a.
Hak Abdulloh
Seorang
yang statusnya sebagai hamba, lalu ia menunaikan kewajibannya menyembah Alloh
dengan sepenuh kemampuannya, maka apa yang menjadi haknya? Manakla kewajibannya
telah dilaksanakan dengan maksimal, maka ia berhak memiliki qolbu yang bersih,
sifat yang bersih pikiran yang bersih, langkah-langkah yang bersih. Kemampuan
ia melangkah, ia berada dalam posisi yang bersih dan bahkan memberishkan
orang-orang yang ada disekelilingnya. Ketika seorang hamba memiiliki hati yang
sehat, prilaku yang sehat, langkah yang sehat maka akan mampu melahirkan suatu
“amal persembahan” di persembhkan kepada dzat yang telah memberikan kenikmatan
dan amanah penghambaan ini.
Dengan
kata lain jika kewajibannya tidak ditunaikan dengan baik, maka wadah diri
menjadi kotor, maka amalnya tidak berhak diterima oleh-Nya, dan jika
skewajiaban seorang hamba ditunaikan dengan baik maka wadah fdirinya menjadi
bersih dan layak mendapat keridhoannya.
`¨B ôìxÿô±o
ºpyè»xÿx© ZpuZ|¡ym
`ä3t ¼ã&©! Ò=ÅÁtR $pk÷]ÏiB
(
`tBur ôìxÿô±o Zpyè»xÿx© Zpy¥Íhy
`ä3t ¼ã&©! ×@øÿÏ. $yg÷YÏiB 3 tb%x.ur ª!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« $\FÉ)B ÇÑÎÈ
“ Barangsiapa yang memberikan
syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya.
dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian
(dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
ãAÍit\ã sps3Í´¯»n=yJø9$# Çyr9$$Î/ ô`ÏB ¾ÍnÌøBr& 4n?tã
`tB âä!$t±o
ô`ÏB
ÿ¾ÍnÏ$t6Ïã ÷br& (#ÿrâÉRr& ¼çm¯Rr& Iw
tm»s9Î)
HwÎ)
O$tRr& Èbqà)¨?$$sù
ÇËÈ
2. Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa)
wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang dia kehendaki di antara
hamba-hamba-Nya, yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak
ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka hendaklah kamu bertakwa
kepada-Ku".
Konsep
contoh[4]
Ø Iman
- Fungsi hamba maksimal - wadah diri bersih - diisi nur-Nya – masjid makmur –
amal diterima
Ø Iman
- fungsi hamba bertentangan - wadah kotor – diisi murka-Nya – masjid sepi –
amal tidak diterima
Ø Iman
– peran sebagai hamba – memfungsikan peran hamba ( amal soleh ) (amal
kehambaan, memakmurkan masjid)
b.
Hak Khalifah
Seorang
yang setatusnya sebagai khalifah, lalu ia menuanikan kewajibannya memimpinn
umat di bumi-Nya dengan keahlian yang dimilikinya, maka apa yang menjadi
haknya? Manakala kewajiban sebagai khalifah dalam bentuk pengayoman ini,
ditunaikan seccara maksimal maka ia memiliki uamt yang terpenuhi kebutuhannya,
dalm kata lain mampu memakmurkan bumi. Pada akhirnya ia memiliki “amal
Kekhalifahan” yang dipersembahkan kepada Dzat yang memberi amanah kekhalifahan.
Dengan
kata lain jika kewajiban tidak ditunaikan sebagia seorang khalifah –Nya tidah
ditunaikan dengan baik, maka tujaun pensiptaan tidak terwujud, amalnya tidak
diterima oleh-Nya. Jika kewajiban khalifah ditunaikan dengan baik, maka tujuan
penciptaan menjadi terwujud, amalnya menjadi layak diterima oleh-Nya.
“ Hai Daud, Sesungguhnya kami
menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang
yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka
melupakan hari perhitungan”
Contoh
konsep[5]
Ø Ahli
–fungsi khalifah maksimal – tujuan penciptaan tercapai –bumi makmur –amal
diterima
Ø Ahli
–fugsi khalifah tidak maksimal –tujuan penciptaan kandas –bumi tertindas –amal
tidak diterima
Ø Iman
–ahli (peran sebagai khalifah) –memfungsikan peran khalifah (amal sholeh) (amal
ke khalifahan memakmur
BAB III
SIMPULAN
1.
Seorang hamba
harus menerima segala perintah yang di berikan Alloh kepadanya.
2.
Setiap hamba
harus menjalankan semua kewajiban yang diperintahkan Alloh kepadanya
3.
Setiap hamba
memiliki hak atas apa yang telah ia perbuat.
Daftar pustaka
Al-Qur’an nul
karim
Abu Hughsain Ahmad bin Faris bin Zakariyya, Maqayis
Lughah, (juz 2; Lebanon: Dar al-Fikri, 1979 M – 1399 H),
Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfaz wa al-‘Alam
al-Qur’āniyyah, (Al-Qahirah: Dar al-Fikri al-‘Arabiy, 1968),
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi islam, (cet.
IV; jilid V; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997),
H. Dadan Nurulhaq. Wildan Baihaqi. 2010. Ilmu
Ahlak / Taswuf Kati Berkat Press.
Bandung
prof. Dr. Abuddin nata, m.a.1996. ahlak tasawuf. Pt
raja grafindo persada. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar