FILSAFAT
DAN SAIN
A.
Apa itu
sain?
Kata science berasal dari bahasa Latin yang
digunakan untuk merujuk pada konsep pengetahuan. Kata ini turun dari kata scio, scire. Sience adalah pengetahuan.
Di antaranya pengetahuan ilmiah yaitu pasti, eksak, seksma dan teorganisir
secara lengkap bia dikatakaprengetuan yang nyata (real knowledge).
Kadang
kadng dkatakan baha sain itu menggambarkan dan filsafat menafsirkan. Mr. J.
Arthur Thomson, dalam buku yang berjudul An
Introduction to science mendefinisikan bahwa scince dalam rangka dibawah
ini :
Sain
adalah gambaran yang lengkap dan konsisten tentang berbagai fakta pengalaman
dalam suatu hubungan yang mungkin paling sederhana ( simples possible term)
Seorang
ilmuan dalam penyelidikannya mengenai sekelompok fenomena, pertamna
mengumpulkan fakta kemudian menganalisis dan mengklafsifikasi fakta fakta
tersebut dan selanjutnya mempelajari berbagai kondisi yang menimpa mereka
(sebab-musabab) dan akhirnya menyelidiki cara-cara tingkah laku mereka
(hokum-hukum mereka) dan menyusun semua turunannya kedalam bentuk risalat
(laporan) yang sistematis.
Kerja sain adalah sebagi berikuyt :
I.
Kumpulan tentang fakta
II.
Gambaran tentang fakta fakta
1.
Definisi dan gambaran umum
2.
Analisis
3.
Klasifikasi
III.
Penjelasan tentang fakta fakta
1.
Memastikan sebab-musaba (invarlable antecedents)
2.
merumuskan berbagai persamaan perilaku (uniformities of behavior)
B.
Filsafat
dan sain
Filsafat sama dengan
sain dalam menemukan pengetahuan dengan seksama dan terorganisir dengan baik.
Tapi filsafat tidak puas dengan definisi semacam ini. Filsafat mencari
pengetahuan yang juga konfrehensif. Mr. Broad katakana :
“
Objek filsafat adalah mengambil alih berbgai hasil sain, menambahkan kepada
hasil sain yang diambil alih tersebut dengan berbagai mereflsikannya secara
keseluruhan. Harapannya, dengan pengertian seperti ini kita bias mencari
beberapa kesimpulan umumn seperti sifat-sifat dasar atau hakekat alam semesta,
kedudukan dan harapan harapan kita di alam semesta.”
Definisi
di atas meyakinkanproyek ambisius filsafat, harapannya adalah untuk mendapatkan
pandangan yang ringkas tentang kerja sain secara khusus dan menemukan beberapa
makna menyeluruh yang pada masa lalu telah mengiring para ilmuan atau pemiir
pada kritisisme yang tak mnguntungkan filsafat.
Filsafat
dan sain adalah dua biudang yang jelas dan masuk akal pikiran manusia karena,
Pertama adalah refleksi kesadaran atas dunia sebagai keseluruhan terutama
memaknai maksud dan nilainya. Kedua pengujian pengujian kritis atas berbagai
konsep baik yang digunakan sain atau yang digunakan oleh orang awam. Yang
pertama disebut dengan filsafat spekulatif dan yang kedua dsebut filsfat
kritis.
Bidang
yang sangat membtuhkan pemikiran manusia bukan hanya pandangan kuantitatif
semata terhadap dunia tetapi kita menginginkan juga hubungan matematisnya dan
kebisaprediksikannya (predictability).
Kita menginginkan dan kita harus memilki beberapa pengetahuan atau setidaknya
beberapa teori tentang karakter kualtitatif intrinsic dunia (intunsic qualitative character).
Hari
ini sain lebih bersifat kuantitatif dari pada kualitatif. Sifat ini
mengngkapkan hubungan tentang intensitas (keterarahan) dua fenimena. Sebagai
contoh: intensitas pada arus listrik dan pada penerangan sebuah lampu pijar.
Untuk mengimbangi ketidakmuampuannya dalam menjawab pertanyaan “bagaimana”
yaitu dengan menampilkan kekeayaan akan data seperti melalui pertanyaan “berapa
banyak”. Riset monograf dan textbook mirip
dengan menekankan pada hubungan kuantitatif yang bisa diobservasi dan jarang
jauh kedalam daerah pedalaman spekulatif dimna pertanyaan “bagaimana” harus
didahulukan “berapa banyak”. Setara kita mngajar sain hari ini
disekolah-sekolah kita , usaha mempelajari hubungan kuantitatif trlalu sring
meninggalkan bukan hnaya intruksi tetapi juga waktu luang pelajar untuk lebih
banyak melakukan penyelidikan atau spekulasi seperti terhadap mekanisme
hubungan kuantitatif.
Tuntunan
bahwa sain harus ditambah oleh filsafat menjdi lebih dan lebih penting seperti
sain itu sendiri mengambil lebih dan lebih dalam kedalam dasar misterius
berbagai symbol dan persamaan matematis sehingga kekuatan dirinya sendiri
menjdi tidak terbedakan dengan apa yantg berada dibalik simbol-simbol tersebut.
“Untuk memahami fenimena dunia fisik” kata Sir Arthur Eddington “sain pelu
mengetahui berbagai persamaan yang mematuhi simbol terapi hakekat dari yang ada
tentang fenomena tersebut tiudak relevan untuk mempertahankan perubahan ini.
Untuk menjelaskan intelektual yang dihasilkan simbolis ini atau untuk
menjelaskan mengapa tuntutan pada orang awam demi sebuah penjelasan kongkrit
telah dikesampingkan”.
C.
Analisis
Konsep
Semua sain mengguanakan
kosep tertentu dan membuat berbagai asumsi tertentu yang membutuhkan pengujian
kritis. Ada kebutuhan pada beberapa sain umum untuk mengerjakan pembahasan pasa
konsep konsep dan asumsi ini membawa
pengujian mereka lebih jauh dari sain sain khusu dalam menentukan pentngnya
tujuan mereka. Contohnya, konsep-konep materi, pikiran, energy, ruang, waktu,
penyebab, hokum aau aturan (hokum alam), kualitas, kuantitas, rangkaian dan
indivudualitas. Tugas filasaft menguji semua konsep ini.
Sedangkan konsep dalam filsafat
contohnya; konsep kebenaran, maksud, keindahan, dan kebahagiaan. Konsep konsep
tersebut adalah sebab termasuk segala
sesuatu yang menyebabkan atau yang mendatangkan akibat ( causation) juga hubungan sebab akibat itu sendiri (icausality) dan hokum misalnya hokum alam.
D.
Sebab-musabab
semua sain disibukn dengan pencarian
berbagai penyebab (cause ).Ada sua
persoalan ddalam mempelajari konsep sebab :
1.
Apa yang dimaksud dengan sebab?
2.
Apakah beberapa kejadian atau peristiwa
sama sekali bebas dari sebab?
Dalam hal itu fisika
mengandaikan adanya sifat iniversalitas hukum sebab akibat. Tidak ada suatu peristiwa
atau kejadian tanpa adanya sebab akibat (Nothing
happens without a cause) dan sebab tersebut mencukupi. Seluruhnya merupakan
hasil atau produk dari masa lalu dan masa depan mungkin terjadi karena masa
sekarang. Max Planck mengatakan, lompatlah kedalam wilayah metafisika karena
hokum kausalitas tidak mengalah pada berbagai pengalaman yang berhubungan
dengan panca indera.
Saat ini ada persoalan
lama yang dibangkitkan kembali yaitu mengenai kebebasan dan determinisme (
faham yang mengatakan bahwa segala sesutau sudah ditentukan). Kita dapat
merumuskan dengan aman hokum-hukum statistic yang memerintahkan tingkah laku
mereka tetapi tidak pada tingkah laku partikel tunggal. Dan memunculkan prinsip
ketidakpastian Heisenberg atau ( eisenberg’s
principle of indeterminacy).berhubungan dengan kebebasan berkehendak dan
berkehendak bebas.
Dengan bersenjatakan
konsep sebab sebagai semata-mata rangkaian, rentetan (sequence) dan dengan pengandaian keseragaman alam maka para Ilmuan
memiliki semua yang dia butuhkan untul mgengontrol fenimena dan memprediksiakn
masa depan.
Melihat dari pemikiran
bahwa dari sebab tidak selalu mengakibatkan akibat.
Ada suatu proses pada “pelaksananaan´atau “penyelenggaraan” (enforcement). Sebab adalah semacam
perantara atau agen. Yang melakukan
sesuatu terhadap akibat, adalah yakin semaca, analogi yang memindahkan kepada
alam dari pengalaman kita sebagi perantara(agen).
Dalam suatu dungaan
penyebaban dalam arti umum adalah hanya seperto sebuah perkara tentang
kekuasaan atau pelaksannan (enforcement).
Lebih lanjut kita mempelajari tentang hokum alam dalam arti luas bersifat
statistis yang didasarkan pada observasi rata-rata “nampaknya” sebgaimana
dikatakan oleh Conger bahwa “ pengetahuan ilmiah kita pada dasarnya tidak tentu
(indefinite), goyah, longgar, bebas,
dan lepas.
Mungkin saja dunia ini
adalah prose yang tak habis-habisnya dimna prinsip kausalitas bias diturunkan
kepada prinsip dassar logika. Dunia ini organism di mna setiap bagian berada
dalam getaran penuuh perhatian (sympathetic)
dengan semua bagia yang lain.
Mungkin saja penafsiran yang paling
dalam tentang semua penyebaban. “sebab” sensungguhnya sabagai aktifitas
produktif, kekuatan kreatif dan barangkali ilmuan mengguanakan “sebab” hanya
sebagia sesuatu yang (selalu) mendahului (antencedent)
dalam suatu rangkaian waktu dan “sebab” hanya sebagai tanda yang berguna dalam
memprsdiksiakan berbagai peristiwa.
a)
Sebab pertama
Filsafat bersikeras
menyelidiki sebab pertamna ( frist cause )mundur
kebelakang rangkaian yang tidak menentu (ytidak pasti) dari akibat menuju sebab, lalu terhadap sebab yang lainmenjadi membuat kita mengatakan bahwa
dalam permulaan Tuhan menciptakan dunia dan keadaan yang demikian lengkap hanya
untuk memperkenalkan kebingungan lain di mana kita membutuhkan waktu yang lama
untuk memecahkannya.
Bertanya
_bagaimana juga apa cukup yaikin bahwa setiap peristiwa memilki sebab? Tidak
bisakah bahwa benda benda terjadi tanpa adanya sebab?dll.
b)
Sebab final
Sebab
terakhir (final cause) dikemukakan
oleh Aristoteles dalam makna khusus. Kata final (akhir) di sini tidak merujuk
pada adanya sebab pertama atau sebab sebelumnya (yang baru atau lalu) tetapi
mengacu kepada maksud atau tujuan pada suatu tindakan yang dalam bahasa Latin
adalah finis. Kektika observasi
mengenai perkiraan sebagai perkiraaan
terjadinya gerhana matahari meruapakan sebab atas penempatan sebuah telescope dalam temopat tertentu. Sebab
final dalam alam, sama baik dengan sebab efisien (cause efficient).
E.
Hukum alam
Kata hukum digunakan
dalam dua makna yang berbeda secara keseluruhan oleh karena itu akan lebih baik
jika lita mempunyai dua kata untuk gagasan tersebut. Dalam hukum moral dan
dalam ilmu hokum ( jurisprudence), hukum
adalah sebuah perintah, aturan atau sebuah keputusan di mana beberapa otoritas
(kewenangan) mengganggu makhluk (ornag-orang) cerdas dan mereka diandaikan
untuk mematuhinya.hukum sebgamana Pearson katakana adalah sebuah resume atau pernaytaan ringkas (brief expression) mengenai hubungan
rangkaian konsep dan presepsi kelmpok tertentu yang hanya ada ketika dirumuskan
oleh manusia. Akan tetapi alam semesta tidak diperintah oleh hokum alam juga
bukan karena “taat” pada hokum ini. Kita akan melihat lain bahwa “perimerintah”
dunia dan hokum alam itu tidak berdaya.
Hukum
gravitasi pertama ditemukan oleh Newton “setiap partikel pada materi yang
berada di alam semesta langsung menarik semua partikel lain dengan kekuatan
dari berat (massa) yang ada pada mereka sendiri dan sebaliknya. Ia seperti
sebuah bujur sangkar yang masing-masing memisahkan dan menjatuhakan mereka. Hal
ini terjadi saat Newton melihat sebuah apel jatuh.hal tersebut mengngkapakan
cara mereka bergerak tetapi hukum gravitasi ini mengatakan bahwa tidak ada
sebab apa pun. Newton memngetahui mengapa tubuh atau benda bergerak
bersamna-sama dan memang tidak ada yang tahu sampai sekarang. Hal yang
kemungkina besar bahwa Newton bukan “menemukan” hukum garvitasi tetapi
“menciptakannya”.
Plato mngungkapkan bhawa hukum merupakan
realitas abadi yang keseluruhannya lebih [penting dari benda-benda
individual.akakhirnya kita menemukan dua konsep yaitu “hukum” dan “sebab” yang
mana secra konstan digunakan dalam semua sain.
F.
Fakta pengalaman
Ada
sesuatu yang secara khusu benar-benar perlu diuji secara kirtis, istilah
tersebut adalah fakta atau fakta pengalaman. Fakta biasanya didefinisikan
sebagai sesuatu yang pertama-taman terobservasi dan bukan pengambilan
kesimpulan.
Seacar umum kita bisa
mengatakan bahwa sence-data atau data hasil pengamatan inderawi adalah
fakta yang dibangun oleh sain. Akan tetapi filsup tidak puas dengan konsep
seperti ini, karena berpikir bahwa sain adalah satu hal yang didalam dunia yang
dibangun dalam realitas objektif dan tidak dalam “dta-inderawi”. Hal itu mmaksa
pada kedalaman filsafat yaitu kedalam suatu cabang filsafat yang disebut efistemology yakni ilmu tentang
pengetahuan (the science of knowledge).
G.
Sain
terapan
Sain, dengan kata lain,
sering disebut hanya sebagai alat untuk diterapkan demi meningkatkan kekuatan
manusia dalm mengatasi alam. Sain dalam arti ini bukan sesuatu yang secara
intrinsic baik didalam dirinya sendiri. Sain dalam arti ini adalah sain
terapan. Hal ini menarik untuk mengetahui bahwa penemuan besar dalam sain tetap
membawa kita pada aplikasi praktis ini yang dihargai begitu tinggio dan
biasanya dibuat oleh seseorang yang pada awalnya tidak memiliki minat dalam
aplikasi praktis. Sain teoritis ini sangat dekat hubungannya dengan filsafat.
AGAMA
DAN FILSAFAT
A.
Apa
itu agama?
“Agama adalah perasaan
mendalam akan ketergantungan pada kekuatan yang ytidak bisa dilihat tetapi
mengendalikan dan menentukan nasib kita oleh karena itu mesti disertai dengan
keinginan mendekatkan diri dengan mereka.”
Agama adalah cinta
kepada Tuhan. Agama adalah kebersatuan atau kedekatan dengan sesuatu yang lebih
dari sekedar jiwa. Agama adalah loyalitas kita dengan yang tertinggi. “saya,
tidak sempurna”, kata Emerson, “cinta yang saya miliki itu sendirilah yang
semopurna”. Agama adalah memandang sangat tinggi nilai-nilai yang paling tinggi
dan menggambarkan mereka dengan penuh kedekatan dan merasa kehadiran-Nya. “idea
idea dan perasaan perasaan adalah sifat dan sikap rligius” kata Wundt “yang
mengacu pada suatu eksisten (pengada) yang ideal”.Agama adalah suatu sikap
yakni yakin, bahwa dunia adalah sesuatu yang bernilai, bahwa alam semesta bukan
hanya sebuah mesin besar , bahwa didalamnya terdapat nilai-nilai eternal atau
abadi yang mana pikiran manusia mengetahuinya sebagian.
B. Spiritualitas
Dalam tulisan-tulisan religious kata-kata “spirit”,
“spiritual” dan “spiritulitas” selalu muncul. Kata-kata seperti ini terkesan
gaib tidak jelas bahkan keberadaanya pun sampai diragukan. Tetapi kata-kata ini
sekarang telah memilki makna tertentu definte
tidak gaib dan tidak misterius. Kata-kata tersebut mengarah kepada hal-hal yang
memilki nilai paling tinggi. Spirit tidak berbeda dengan mind (pikiran) tetapi pikiran yang dilihat dalam aspek nilai. Untuk
menjdi spiritulitas, Santayana mengatakan, Hiduplah dalam keadaan ideal.
Tentang makna spiritualitas dan hubungannya dengan agama dikemukakan dengan
cukup baik oleh Drake dalam ungkapan dibawah ini:
“
watak kamauan dan hatu ini dialami oleh orang yang peduli dengan berbagai hal
paling tinggi, hidup dalam kelemah-lembutan dan ketenangan batindari
aspek-aspek jasmaniah dan berbagai kesewenangan dalam hidup. Kita menyebut
kemauan dan hati semacam ini dalam hakekat terdalamnya sebgaia spritulitas.
Ketika spritualitas diwujudkan ke dalam bentuk-bentuk lahiriah (outword), berbagai lembaga dan menyebar
luas pada seluruh masyrakat, kita menyebutnya agama.”
C. Pengaruh filsafat terhadap
keyakinan religious
Seseorang yang sering
bertanya akibat yang ditimbulkan setelah mempelajari filsafat, misalnya
terhadap keyakinan keyakinan religious kita. Pertama, mempelajari filsafat
mungkin mengganggu, khususnya keimanan religius seseoramg jika keimanan
religious orang itu semoit dan tidak mengenal kompromi.
Simpati,
kebajikan, kerendahhatian, banyak yang tidak sesuai dengan sifat kritis dari
filsafat. Seperti kata Bacon; “memang benar bahwa filsafat sedikit
menggelindingka kepada atheism. Tetapi
filsafat yang dalam membawa pikiran manusia pada agama.
D. Etika dan Agama
Etika
adalah pengetahuan normatif yang berhubungan dengan standar tingkah laku yang
benar. Dan Agama adalah sebuah motif yang sangat kuat untuk meraih kebenaran
dan agama lebih daripada sekedar kebenaran. Catatan esensial ada;ah ketakziman.
Tujuan khas agama adalah harmoni dan penyesuaian harmoni terhadap Dzat Yang
Tertinggi membelitkan kebenaran dalam tingkah laku. Semangat keberagaman
seperti dikatakan oleh L.P. Jacks adalah kesetiaan yang tidak bisa dikompromikan
terhadap Dzat Yang paling tinggi.
E. Study perbandingan agama
Hanya study sejarah saja yang membuat kita mempelajari agama lain, padahal mahasiswa
mestinya juga akrab dengan agama agama india kuno, yunani, Roma, Scandinavis,
pengikut Muhammad, Yqahudi kuno yang sama baik dengan sejarah dan arti kristianitas.
Membiasakan dengan semuanya akan menemukan kepercayaan dalam kekuatan yang
tidak terlihat yang mengatur dunia dan berbuat demi kebenaran.
F. Karakter social agama
Abad XIX perhatia
tercurah pada evolusi manusia dan hubungannya dengan binatang paling rendah (lower animals). Abad XX memilki tugas
yang lebih atraktif yaitu menyelidiki (menginvestigasi) hakekat social dan
hubungan social. Studi tentang agama dalam sudut pandang ini memiliki cahaya
baru yang lebih menyoroti subjek secara keseluruhan.
Model studi agama
seperti diatas dimunculkan oleh ajaran modern diman agama pada dasarnya adalah
bersifat sosial dalam asal usulny, yaitu adanya semacam pengungkapan tentang
kesadaran tentang keadaan kelompok. Berbagai rital dan berbagai ucapan religius
pertama-tama dibentuk oleh atau atas nama seluruh kelompok.
Aspek sosial dari agama
dikemukakan dengan cara yang berbeda oleh Dewey dalam acara perkuliahan Tery di
Yale yang kemudian diterbitkan dengan judul A
common faith. Dewey percaya bahwa pembebasan atau emansipasi agama yang
dilakukan secara bertahap dari gagasan dominan supranatural akan sangat
mempertinggi nilai sosialnya karena gagasan tersebut telah mengakibatkan
yterjadinya pembelokkan aktifitas religious dari tujuan aslinya yakni sosial.
Dewy membedakan antara
agama (religion) sebgai kata benda,
dengan agama sebagai kata sifat agamis (religious).
Memiliki sifat religious dan agamis adalah kualitas pengalaman. Klrakteristik
kualitas religius yaitu kepercayaan iman kepada nilai dan ideal. Kualitas
religius merupakan suatu upaya melakukan harmonisasi antara diri kita sendiri
dengan kondisi actual melalui iman dalam bentuk idealnya. “Tujuan ideal agama
kita peluk bukan berupa banyangan dan hal hal yang meragukan. Tujuan ideal
agama mengandaikan adanya bentuk nyata
pemahaman kita tentang hubungan kita antara satu dengan yang lain dan
nilai-nilainya terkandung dalam hubungan-hubungan ini.”
Jika agama
didefinisikan sebgai “perasaan emosi akan hadirnya suatu yang dianggap bernilai tinggi (supremely) dalam perhatian kebaktian dan ketaatan kita. Maka agama
akan tampak, dalam ketidakpastian sosial sat ini sehingga sikap keberagamaan
haru menjadi lebih. Misalnya perhatian dan kesetian kita pada atgama harus
ditujukan lebih demi terciptanya ,masyarakat yang ideal.
Ketika
keraguan miali menyerang zaman kepercayaandalam diri kira, pandangan agama
menjdi jelas. Agama bukan tulisan hiasan dalam suatu perasaan sangat yakin
sekali akan zaman kemenangan diri, seperti, perang besar (PD I dan PD II) yang
dahulu terjadi. Kerendahan hati merupaka sikap yang esensial pada sikap
religius. Selam berbagai penemuan maju s\dalam sain diterapkan dalam mengurangi
ketidaknyamanan kita dan menggerakan kembali ketakutan dan kecemasan maka kita
tidak akan merasakan begitu banyak yang butuh agama.
Jika kita mendefinisikan agama sebagai,
pengelohan nilai-nilai spiritualitas yang senantiasa hadir tetapi kadang-kadang
terhenti dalam jjiwa manusia, (the
cultivation of the spiritual values wich are ever-present, but sometimes
dormant in the human soul) maka agama menjadi milik filsafat untuk meneliti
dengan cermat nilai-nilai ini., menentukan sumber dan padanan kata objektif
tentang nilai-nilai tersebut.
G. Supranatural
Makhluk supranatural (supernatural beings) seperti halnya
dewa-dewa pada masa yunani kuno dikendalikan, dikontrol dan dibatasi oleh
aturan hukum alam. Peristiwanya tidak dijelaskan dengan hukum-hukum yang dapat
dimengertri dan diketahui. Hal; ini mengandaikan bahwa sekarang pun, analis
lohis yang dilakukan terhadap isltiulah tersebut akan sangat memungkinkan berada
dalam petunjuk atau makna yang sungguh berlawanan. Imajinasi adalah nilai serta
tujuan ideal yang selalu ada pada kerja penciptaan dan seluruhnya melampaui wewenang alam, sebagimana ini diberitahukan
kepada kita.
Jika istilah
“supranatural” saat ini tidak terlalu baikk berada dalam sain, hal ini tidak
bisa dikatakan sebagai sebuah istilah yang “misterius”. Meskipun sebgian besar
hal indah yang dapat kita ungkapkan. Kata Einsten “adalah misterius.
Mungkin kita tidak
dapat mendefinisikan dan tidak bisa menggambarkan sepenuhnya pengalaman
religius serta emosi kita tetapi maknanya bagi kita amat sangat besar dan
sangat berarti. Hal ini diungkapkan dengan baik olah Mr. Will Durrant yang
menulis the Saturday Evening post pada
tanggal 26 Januari 1953. Dibawah ini adalah berbagai pernyataan yang ia katakan
:
“Semasa kita muda kita berpikir, agama itu sebagai
kumpulan berbagai gagasan; dalam masa tua kita menerima bagaimana menempatkan
lebih rendah ide-ideini untuk memfungsikan bahwa individu, agama menawarkan
pertama-tama jawaban bagi pertanyaannya: agama memberinya beberapa kedamaian
dan satabilitas mental yang memungkinkan dia untuk melengkapi dengan hipotesis
dan kepercayaannya suatu gambaran dunia yang tidak pasti, tidak lengkap dan
tidak nyaman yang diwariskan dengan cukup mengganggu oleh sain dan filsafat.
Agama menghiBur kesepiannya dan meyakinkan kembali dirinya dengan perasaan
takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya. Agama menfdapatkan alam semesta
berada dipihaknya dan memuaskan kerinduan mistisnya bagi bersatunya dengan
kekuatan yang paling tinggi dan memaknai dunia. Agama menyelamatkan pengikutnya
yang baik-baik dan mengurangi ritunitas terhadap keberadaan keduniawiaanya
denga drama ritual dan puisi keagamaan. Agama menerima epic tertinggi
penciptaan dan keselamatan yang melaui karir individual, sebaliknya begitu
remeh-temeh dan bagitu singkat. Mengisi proposisi kosmik dan bermakna abadi;
agama memberikan hidup sebuah makna yang mempertahankan kematian dan mengambil
dan berberapa berbagi bersama dalam kemiskinan, beberapa berbagi terror, dan
kepedihan mereka. Tetapi lebih daripada itu agama merupakan pendalaman
kaesadaran dengan memerikan moral dasar emosi dan supranatural dibawah
pengawasan dan perhatian Dzat tertinggi; agama juga memperkuat (insting sosial
melawan dorongan individualistic yang jika tidak dirintangi akan mengoyak
masyarakat menjadi serpihan-serpihan. Agama member ancaman hukuman dan
pemberian ganjaran. Agama member kepada bangsa-bangsa dan benua (kadang-kadang
seperti abad pertengahan ) kesatuan sosial tentang keyakinan, keimanan, dan orde
moral umum. Karena agama negarawan diadili dan dihadiahi kemewahan serta
kelebihan kekayaan didalam dirinya seperti Rameses. Ada yang mempertalikan
kejayaan merekaterhadap agama seperti Ashurbanipal. Ada yang membangun candi
yang begitu sempurna untuk dewa-dewa seperti Pericles kemudian terjadi
persekutuan mereka sendiri dengan tuhan seperti Charlemagne dan ada yang tetap
bangga dengan perdurhakaan seperti Ashoka dan akbar, Constantine dan Peter,
Napoleon, dan Mussolini yang telah mendamaikan mereka dengannya. Seandainya
aturan ditempa oleh tangan mereka mestinya tidak dilakukakn dengan cara
melepaskan moral dan membrontak keimanan. “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar