BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam terus
memutarkan roda penyebarannya, hingga ke seluruh penjuru dunia, hal ini mencakup pula wilayah RAS
Melayu, yakni Asia Tenggara. Setelah
Islam menyebar di daerah Timur
Tengah dan mengekspansi kekuasan ke
wilayah-wilayah, kini giliran Asia Tenggara yang siap disinggahi dan
disebari Islam (badri yatim. 2007,176) baru mulai berkembang, yang merupakan
daerah rempah-rempah terkenal pada masa itu, dan Asia Tenggara mejadi wilayah
perebutan negara-negara Eropa.
Kekuatan Eropa
lebih awal menginjakan kaki dan mengibarkan kejayaan di negeri melayu ini, hal
ini karena Kerajaan Islam di Asia Tenggara lebih lemah dibanding dengan
kerajaan Timur Tengah, sehingga amat mudah untuk ditaklukan, hal ini tergambar
dengan merajalelanya kaum bangsa Eropa yang menancapkan tongkat penjajahan.
Asia Tenggara merupakan salah satu negeri Dunia Islam, adapun yang dimaksud
dengan dunia Islam yakni negara-negara atau bangsa yang persentase penduduk
muslimnya lebih dari 50 % dari keseluruhan jumlah penduduk.pertimbangan jumlah
ini merupakan pertimbangan pertama dan terpenting, disamping itu pula ada
pertimbangan-pertimbangan lain, seperti undang-undang negeri, atau kepala nagar
negeri, pula kebudayaan negeri itu.Maka dari itu saya memmbahas hal tersebut
dalam makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
profil isalm di Asia Tenggara
2.
Bagaimana proses
masuknya Islam di Asia Tenggara
3. Penyebaran
Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
4.
Pekembangan Islam
Asia Tenggara
5.
Peradaban Islam Asia
Tenggara
6.
Tokoh Tokoh Penyebar
Islam Di Asia Tenggara
BAB II
PEMBAHASAN
ASIA TENGGARA
A.
Profil Negara Asia
Tenggara
Asia Tenggara adalah sebuah
kawasan di benua Asia bagian tenggara. Kawasan ini mencakup Indochina dan Semenanjung Malaya serta
kepulauan di sekitarnya. Asia Tenggara berbatasan dengan Republik Rakyat Cina di sebelah
utara, Samudra Pasifik di timur, Samudra Hindia di selatan,
dan Samudra Hindia, Teluk Benggala, dan anak benua India di barat.
Asia Tenggara biasa dipilah dalam dua kelompok:
Asia Tenggara Daratan (ATD) dan Asia Tenggara Maritim (ATM).
Negara-negara yang termasuk ke dalam
ATD adalah
Negara-negara yang termasuk ATM adalah
Malaysia, meskipun ada bagian yang
tersambung ke benua Asia, biasa dimasukkan ke dalam ATM karena alasan budaya.
Semua negara Asia Tenggara terhimpun ke dalam organisasi ASEAN. Timor Leste yang sebelumnya merupakan bagian dari Indonesia telah mengajukan diri menjadi anggota
ASEAN walaupun oleh beberapa pihak, atas alasan politis, negara ini dimasukkan
ke kawasan Pasifik.
Secara geografis (dan juga secara historis) sebenarnya Taiwan dan pulau Hainan juga termasuk Asia Tenggara, sehingga
diikutkan pula. Namun demikian, karena alasan politik Taiwan dan pulau Hainan
lebih sering dimasukkan ke kawasan Asia Timur. Kepulauan Cocos dan Pulau Christmas, yang terletak
di selatan Jawa, oleh beberapa
pihak dimasukkan sebagai Asia Tenggara meskipun secara politik berada di bawah
administrasi Australia. Sebaliknya, Pulau Papua dimasukkan
sebagai Asia Tenggara secara politik meskipun secara geologi sudah tidak termasuk benua Asia.
1.
Geologi
Asia Tenggara terletak pada pertemuan
lempeng-lempeng geologi, dengan aktivitas kegempaan (seismik) dan gunung berapi (vulkanik)
yang tinggi. Sementara ATD relatif stabil dan merupakan daratan tua, ATM
sangatlah dinamik karena di sana bertemu dua lempeng benua besar: lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia, ditambah
dengan lempeng Filipina yang lebih
kecil. Tiga pulau besar di Indonesia: Sumatra, Jawa, dan Kalimantan baru terpisah dari benua Asia sekitar
10 ribu tahun yang lalu akibat naiknya muka air laut karena usainya Zaman Es terakhir.
Pulau Papua secara geologi termasuk dalam benua Australia, yang juga terpisah
karena peristiwa yang sama. Kedua lempeng besar itu bertemu pada busur cekungan
yang memanjang ke selatan dari Teluk Benggala di barat Myanmar dan Thailand,
terus menuju sisi barat Sumatra, lalu membelok
ke timur membentuk Palung Jawa yang memanjang
di selatan Jawa dan Kepulauan Nusa Tenggara. Akibatnya
gempa bumi sering terjadi di daerah-daerah sekitarnya, seperti Gempa bumi Samudra Hindia 2004. Desakan
lempeng Indo-Australia mengangkat permukaan pulau-pulau yang ada di dekatnya,
sehingga terbentuklah deretan gunung berapi aktif. Pulau Jawa adalah pulau
dengan cacah gunung berapi terbanyak di dunia. Gunung Kerinci adalah gunung
berapi tertinggi di Asia Tenggara. Di sebelah timur Filipina terdapat pula
Palung Mindanao dan Palung Mariana yang merupakan pertemuan antara lempeng
Filipina dan lempeng Pasifik. Di Filipina juga terdapat aktivitas kegunungapian
yang tinggi.
Puncak tertinggi yang berada di Gunung Kinabalu (4.101 m;
Kalimantan) dan Puncak Jaya di Pulau Papua, Indonesia
(5.030 m).
Terdapat beberapa klaim dan perebutan
wilayah dan batas perairan di kawasan ini, yang melibatkan negara-negara di
kawasan ini maupun yang melibatkan negara di luar Asia Tenggara (terutama Tiongkok dan Taiwan dalam kasus Kepulauan Spratly).
Geografi
Asia Tenggara dapat dikategorikan menjadi dua bagian, daratan dan kepulauan.
Negara-negara yang berada di daratan termasuk Myanmar, Kamboja, Laos, Thailand, dan Vietnam. Sedangkan
negara-negara yang berada di kepulauan termasuk Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
2.
Agama
Agama yang dianut
oleh penduduk Asia Tenggara sangat beragam dan tersebar di seluruh wilayah.
Agama Buddha menjadi mayoritas di Thailand, Myanmar, dan Laos serta Vietnam dan Kamboja. Agama Islam dianut oleh mayoritas penduduk di Indonesia, Malaysia, dan Brunei dengan Indonesia menjadi negara dengan
penganut Islam terbanyak di dunia. Agama Kristen menjadi mayoritas di Filipina. Di Singapura, agama dengan pemeluk terbanyak adalah
agama yang dianut oleh orang Tionghoa seperti Buddha, Taoisme, dan Konfusianisme.
Walau begitu, di
beberapa daerah, ada kantong-kantong pemeluk agama yang bukan mayoritas seperti
Hindu di Bali dan Kristen di Maluku dan Papua atau Islam di Thailand dan Filipina bagian selatan.
B.
Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia
Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini
berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui
penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai,
terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat
Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan
Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hamper semuanya didahului oleh
interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab,
India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5
sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang
yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat
sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim
yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Menurut Uka Tjandra
Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam,
yaitu:
1. Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan,
proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas
perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab,
Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri
bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui
perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta
dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar
sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu
menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa
yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa
banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang
sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan pedagang-rpedrarrgarng
Muslim.
Perkembangan
selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di
tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi,
para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan
pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik
untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan
terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin
luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan
berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan;
tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini
jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan
atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu
kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara
Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan
puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan
Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan
mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang
mengawini puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang
diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran
mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah
dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang
mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah
Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik
seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran prendidikan
Islamisasi juga
dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan
oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon
ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari
pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat
tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden
rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini
banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran kesenian
Saluran Islamisasi
melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan,
Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia
tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih
dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di
sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni
bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi
selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih
dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.
Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur,
demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan
non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk
kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih memperjelas
bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori
diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
a. Menekankan peran
kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir
lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan
asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang
telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap
perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk
agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati
lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi
pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut
menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka
terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan
beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran
kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan
hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang
memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan
memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi
agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah
berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa
masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah
setempat.
c. Lebih menekankan
makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah.
Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual,
bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok
parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus,
1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku,
sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya.
Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia
Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid,
dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang
sangat penting.
C.
Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan
Indonesia
Sejak abad pertama,
kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang
dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat.
Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari
Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula
dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti
Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah
(660-749).
Mulai abad ke-7 dan
ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta
dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa
pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah dating
empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton
(Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim
di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang
muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan
saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid
kenangan atas nabi).
Karena itu, sampai
sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di negeri
mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW sendiri,
sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan ke negeri
China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus melakukan
penyebaran Islam. Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang di
daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China Selatan. Namun
ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah Asia Tenggara.
Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut sudah mempunyai
kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang dan munaligh Arab dan
Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran melalui Selat
Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan dengan pemberitaan
dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan perjalanan dengan kapal
yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671. Ia kemudian berlayar
menuju arah selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di Sumatera Selatan).
Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa Dinasti yang
terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat untuk menyerang
kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Dari sumber tersebut,
ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut beberapa ahli, yang dimaksud
dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud dengan Ta-Shih adalah Arab. Jadi
jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara sejak abad-7
dengan membawa ajaran Islam.
Terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta Shih. Ada yang
menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera atau di Palembang. Namun
adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang di daerah Terengganu. Terlepas
dari beda pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada di bagian Barat Asia
Tenggara. Juga ada pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari Hikayat Dinasti
Tang yang melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan orang Ta-Shih dan
Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo) untuk membantu kaum
petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899).
Setelah melakukan
perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan Po-Se menyingkir
dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk meminta perlindungan dari
kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini terlihat bahwa orang Arab dan Persia
yang sudah merupakan komunitas Muslim itu mampu melakukan kegiatan politik dan
perlawanan terhadap penguasa China. Ada beberapa pendapat dari para ahli sejarah
mengenai masuknya Islam ke Indonesia :
1. Menurut Zainal
Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada
tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai
pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke Indonesia
di Sumatera Utara.
2. Menurut Dr. Hamka,
Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok ,
saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu
Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan,
kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa.
3. Menurut Drs. Juneid
Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus
Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670
M.
4. Seminar tentang
masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil
kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari
Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera.
Sedangkan perkembangan
Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya kerajaankerajaan Islam di bagi
menjadi tiga fase, antara lain :
a. Singgahnya
pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah
berita luar negeri, terutama Cina;
b. Adanya
komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di
samping berita-berita asing juga makam-makam Islam;
c. Berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).
C. Perkembangan
Keagamaan dan Peradaban
Sebagaimana telah
diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak
terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh
mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan
budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam
dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.
Namun dari masyarakat
yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan
Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi
menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan
seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al Qur’an
dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab
diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao.
Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa
Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara
dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting
bagi pemersatu seluruh wilayah itu.
Sejumlah karya bermutu
di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah
di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat
pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru
wilayah ini.
System pendidikan Islam
kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi
lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan
pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat
pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang
mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke
Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan
intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu
arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah bimbingan para
ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang
segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa
dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang
unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam,
pandangan hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran
para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau
paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul
sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun
fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan
perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di
Islamkan.
D.
Pekembangan Islam
Asia Tenggara
George Coedes dianggap sebagai le doyen dari studi sejarah
kuno Asia Tenggara. Arkeolog Prancis inilah yang menemukan kembali (1913)
kemaharajaan Sriwijaya, setelah sekian abad terlupakan dalam sejarah. Coedes
juga salah seorang pendekar utama dalam menemukan berbagai aspek dari sejarah
purbakala di daratan (mainland) Asia Tenggara. Harry Benda yang semasa hidupnya
adalah Guru Besar Sejarah Asia Tenggara di Yale University, mencoba menemukan
”struktur sejara Asia Tenggara”, dengan mencara landasan yang paling awal dari
dinamika sejarah. Benda pun tampil dengan gagasan untuk membagi Asia Tenggara
atas tiga wilayah kultural, yang sekaligus bisa dilihat pula sebagai landasan
kultural dari dinamika sejarah, ia berkesimpulan bahwa sebagian besar dari
kawasan ini boleh disebut sebagai Indianized Sotheast Asia, Asia Tenggara yang
telah di-India-kan seperti Indonesia. Daerah kedua ialah Sinicized Sootheast Asia,
yang telah ”di-Cina-kan”, yang dimaksud ialah Vetnam atau orang-orang Vetnam.
Dan yang ketiga, Hispanized Southeast Asia, yang di-Spanyol-kan yaitu Filipina.
Sejak beberapa tahun terakhir, sejumlah pengamat dunia Islam atau islamicist di luar negeri memberikan analisis dan komnetar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia Tenggara, Khususnya Indonesia dan Malaysia. Karakter terpenting Islam di Asia Tenggara misalnya, watak yang lebih damai, ramah, dan toleran. Watak Islam seperti ini diakui banyak pengamat atau orentalis di masa lalu. Di antaranya, Thomas W. Arnold, dengan buku klasiknya, The Preaching of Islam (1950) yang menyimpulkan bahwa penyebaran dan perkembangan history Islam di Asia Tenggara berlansung secara damai; dalam istilah Arnold disebut sebagai penetration pacifigure. Penyebaran Islam secara damai di Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timu Tengah, Asia Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam di Timur Tengah disebut fath, yakni pembebasan, yang sering melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk Islam, akhirnya wilayah-wilayah ini mengalami ”Arabisasi” yang lebih intens. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut sebagai futuh yang disertai kehadiran kekuatan militer Muslim dari luar. Hasilnya, Asia Tenggara sering disebut sebagai wilayah Muslim yang the last Aribicized paling kurang mengalami “Arabisasi”.
Sejak beberapa tahun terakhir, sejumlah pengamat dunia Islam atau islamicist di luar negeri memberikan analisis dan komnetar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia Tenggara, Khususnya Indonesia dan Malaysia. Karakter terpenting Islam di Asia Tenggara misalnya, watak yang lebih damai, ramah, dan toleran. Watak Islam seperti ini diakui banyak pengamat atau orentalis di masa lalu. Di antaranya, Thomas W. Arnold, dengan buku klasiknya, The Preaching of Islam (1950) yang menyimpulkan bahwa penyebaran dan perkembangan history Islam di Asia Tenggara berlansung secara damai; dalam istilah Arnold disebut sebagai penetration pacifigure. Penyebaran Islam secara damai di Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timu Tengah, Asia Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam di Timur Tengah disebut fath, yakni pembebasan, yang sering melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk Islam, akhirnya wilayah-wilayah ini mengalami ”Arabisasi” yang lebih intens. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut sebagai futuh yang disertai kehadiran kekuatan militer Muslim dari luar. Hasilnya, Asia Tenggara sering disebut sebagai wilayah Muslim yang the last Aribicized paling kurang mengalami “Arabisasi”.
1.
Islamisasi Asia Tenggara
Sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya pada
masa awal, luar biasa galau dan rumitnya. Kegalauan dan kerumitan ini bukan
hanya disebabkan oleh kompleksitas di sekitar sosok Islam itu sendiri
sebagaimana direfleksikan oleh kaum Muslimin di kawasan ini, baik melalui
histiografi maupun dlam praktek kehidupan sehari-hari, melainkan juga karena
pengkajian-pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspeknya si AsiaTenggara.
Penetrasi Islam di Asia Tenggara secara kasar
dapat ke dalam tiga tahap. Tahap pertama dimulai dengan kedatangan Islam yang
kemudian di ikuti dengan kemerosotan, akhirnya keruntuhan kerajaan Majapahit
pada kurun abad ke-14 dan ke-15. tahap kedua sejak datang dan mapannya
kekuasaan kolonialis Belanda di Indonesia, Inggris di semananjung Malaya dan
Spanyol di Filipina sampai awal abad ke-19.sedangkan tahap ketiga bermula pada
awal abad ke-20 dengan terjadinya liberalisasi kebijaksanaan pemerintah
kolonial, terutama Belanda di Indonesia. Dalam tahap-tahap ini proses
islamisasi Asia Tenggara sampai mencapai tingkat seperti sekarang. Dalam tahap
pertama penetrasi Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Tetapi
dalam waktu yang tidak terlalu lama, islm mulai menempuh jalannya memasuki
wilayah-wilayah pesisir lainnya dan pedesaan. Islam dalam tahap ini sangat
diwarnai aspek tasawuf atau mistik ajaran Islam, meski tidak berarti aspek
hukum terabaikan sama sekali. Hal ini karena islam tasawuf yang datang ke
Nusantara, dengan segala pemahaman dan penafsiran mistisnya terhadap Islam,
dalam beberapa segi tertentu cocok dengan latar belakang masyarakat setempat
yang dipengaruhi aksetisme hindu-Budha dan sinkretisme kepercayaan lokal. Pada
tahap pertama ini, islam tidak lansung secara merata diterima oleh lapisan
terbawah masyarakat.
Pada abad ke-18 lembaga-lembaga Islam yang vital seperti meunasah di Aceh, surau di Minangkabau dan Semenanjung Malaya, pesantren di Jawa dan lembaga-lembaga semacamnya mulai mapan, meskipun kebanyakan masih tetap merupakankubu-kubu terkuat tasawuf. Dan lembaga-lembaga Islam semacam ini telah tumbuh menjadi institusi aupra-desa, yang mengatasi kepemimpinan kesukuan, sistem adat tertentu, kedaerahan dan lainnya. Secara alamiah mereka tumbuh menjadi lembaga-lembaga islam yang Universal, yang menerima guru dan murid tanpa memandang latar belakang suku, daerah dan semacamnya, sehingga mereka mampu membentuk jaringan kepemimpinan intelektual dan praxis keagamaan dalam berbagai tingkatan. Proses islamisasi dan intensifikasi kesadaran keislaman yang tidak dapat dimundurkan itu semakin menemukan momentumnya, berbagai ahli telah mencoba menjelaskan mengapa Islam mampu hadir sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk Nusantara dengan mengemukakan berbagai teori. Sebagian ahli menyatakan bahwa para pedagang Muslim yang datang ke Asia Tenggara memperkanalkan Islam guna mendapatkan keunggulan ekonomi dan politik di kalangan masyarakat pribumi. Sejajar dengan teori di atas ialah adanya anggapan bahwa kehadiran kolonial justru yang meransang terjadinya proses islamisasi dan intensifikasi di kawasan ini. Identifikasi kolonial sebagai penjajah kafir membuka jalan lebih hebat bagi Islam untuk secara tegar tampil sebagai satu-satunya wadah yang mampu memberikan identitas diri dan menjadi faktor integratif masyarakat pribumi yang terbelah oleh berbagai faktor sosial dan kultur itu dalam menghadapi pembatasan yang dilakukan kolonial. Tindakan kekerasan atau berbagai pembatasan yang dilakukan oleh kolonialis, diluar harapan mereka, justru mempercapat proses kristalisasi kehadiran Islam sebagai simbol perlawanan, atau seperti kata Legge, sebagai ”mekanisme pertahanan diri” (defence mechanisme) penduduk local dalam menghadapi penindasan para penjajah.
Pada abad ke-18 lembaga-lembaga Islam yang vital seperti meunasah di Aceh, surau di Minangkabau dan Semenanjung Malaya, pesantren di Jawa dan lembaga-lembaga semacamnya mulai mapan, meskipun kebanyakan masih tetap merupakankubu-kubu terkuat tasawuf. Dan lembaga-lembaga Islam semacam ini telah tumbuh menjadi institusi aupra-desa, yang mengatasi kepemimpinan kesukuan, sistem adat tertentu, kedaerahan dan lainnya. Secara alamiah mereka tumbuh menjadi lembaga-lembaga islam yang Universal, yang menerima guru dan murid tanpa memandang latar belakang suku, daerah dan semacamnya, sehingga mereka mampu membentuk jaringan kepemimpinan intelektual dan praxis keagamaan dalam berbagai tingkatan. Proses islamisasi dan intensifikasi kesadaran keislaman yang tidak dapat dimundurkan itu semakin menemukan momentumnya, berbagai ahli telah mencoba menjelaskan mengapa Islam mampu hadir sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk Nusantara dengan mengemukakan berbagai teori. Sebagian ahli menyatakan bahwa para pedagang Muslim yang datang ke Asia Tenggara memperkanalkan Islam guna mendapatkan keunggulan ekonomi dan politik di kalangan masyarakat pribumi. Sejajar dengan teori di atas ialah adanya anggapan bahwa kehadiran kolonial justru yang meransang terjadinya proses islamisasi dan intensifikasi di kawasan ini. Identifikasi kolonial sebagai penjajah kafir membuka jalan lebih hebat bagi Islam untuk secara tegar tampil sebagai satu-satunya wadah yang mampu memberikan identitas diri dan menjadi faktor integratif masyarakat pribumi yang terbelah oleh berbagai faktor sosial dan kultur itu dalam menghadapi pembatasan yang dilakukan kolonial. Tindakan kekerasan atau berbagai pembatasan yang dilakukan oleh kolonialis, diluar harapan mereka, justru mempercapat proses kristalisasi kehadiran Islam sebagai simbol perlawanan, atau seperti kata Legge, sebagai ”mekanisme pertahanan diri” (defence mechanisme) penduduk local dalam menghadapi penindasan para penjajah.
E.
Peradaban Islam Asia
Tenggara
Perbincangan tentang kompatibilitas atau sebaliknya inkompatibilitas
kebudayaan atau lebih luas, peradaban Islam dengan tantangan dunia
modern-indutrial telah banyak dibicarakan orang. Kaum modernis Muslim, dengan
berbagai bentuk ramifikasinya beragumen dengan cukup kuat bahwa terdapat
kompatibilitas yang tingi antara Islam dan ”Islamicate” – meminjam istilah
Hodgson – dengan dunia modern-industrial. Posisi peradaban Islam vis-a-vis
dunia saintifik-teknologikal dan industrial dewasa ini memang cukup
problematik. Mengikuti argumen Gellner, dari empat peradaban tulis dunia,
kelihatannya hanya Islam yang dapat mempetahankan keimanan pra-industrialnya.
Keimanan Kristen telah ditafsir ulang bahkan ”diobrak-abrik” unuk disesuaikan
dengan perkembangan saintifik-teknologikal dan industrial. Kemunculan dan
perkembangan Islam di Dunia indo-Melayu menimbukan transformasi
kebudayaan-peradaban lokal. Menurut grunnebaum transformasi
kebudayaan-peradaban Indo-Melayu itu dalam banyak hala hampir sama dengan
konversi masyarakat Arab ke dalam Islam. Mengunakan istilah ”religious
revolution” Reid menggambarkan terjadinya transformasi kebudayaan-peradaban di
wilayah indo-Melayu dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam,
lengkap dengan berbagai bentuk pengejawantahan kebudayaan-peradabannya.
Konversi massal masyarakat Indo-Melayu kepada Islam terjadi berbarengan dengan
apa yang disebut oleh Reid sebagai ”masa perdgangan” (the age of commerce),
masa ketika Asia Tenggara mengalami ”trade boom” karena meningkatnya posisi
Nusantara dalam perdagangan Timur-Barat. Kota-kota di wilayah pesisir muncul
dan berkembang menjadi pusat pusat perdagangan, kekayaan, dan kekuasaan.
Kebudayaan-peradaban
Islam di dunia indo-Melayu, dibangun berdasarkan beberapa perkembangan historis
penting, yang mencakup karakteristik, seperti kosmopolitanisme, apreasiasi
terhadap kekayaan, kekuasaan, literasi, dan inklusivisme neosufisme. Semua
karakteristik ini lebih banyak kaitannya dengan high Islam dari pada low Islam.
Jika karakteristik ini dikembangkan kembali dunia Indo-Melayu dapat membangun peradaban
saintifik – teknologikal dan industrial serta survive di tengah pertarungan
global yang kina keras dn kompetitif di masa sekarang dan mendatang.
F.
Tokoh Tokoh Penyebar
Islam Di Asia Tenggara
Kedatagan Islam di Asia Tenggara telah banyak
dibicarakan, terutama oleh para sarjana Islam. Walaupun sampai sekarang masih
wujud perselisihan pendapat antara satu dengan yang lainnya, namun sebagai
perkenalan diringkaskan di bawah ini:
Banyak pendapat mengatakan Islam tersebar di
Asia Tenggara sejak abad 11, 12 dan 13 M. Ada berpendapat bahawa pengislaman
negeri Kelantan datangnya dari negeri Patani. Sejak akhir abad ke- 2 Hijrah
atau abad ke-7 Masihi telah datang pedagang Arab ke Patani yang kemudian
terjadi asimilasi perkahwinan dengan orang-orang Melayu, dan dipercayai, sekali
gus mereka menyebarkan Islam di pantai Timur Semenanjung Tanah Melayu.
Pertemuan
Dikatakan seorang bangsa Arab bernama Sheikh Ali Abdullah yang dahulunya tinggal di Patani, mengislamkan raja Kelantan. Pengakuan Perdana Menteri Kelantan, Haji Nik Mahmud Nik Ismail tentang pertemuan mata wang tahun 577 Hijrah atau 1181 Masihi, tulisan dengan angka Arab, juga tertulis dengan huruf Arab sebelah menyebelah mata wang itu masing-masing dengan Al-Julusul Kalantan dan Al-Mutawakkal 'alallah.Sekitar tahun 1150 Masihi, datang seorang Sheikh dari Patani menyebarkan Islam di Kelantan. Diriwayatkan pula oleh ulama Patani secara bersambung bahawa Islam masuk ke Patani dibawa oleh Sheikh Abdur Razaq dari Tanah Arab. Sebelum ke Patani, beliau tinggal di Aceh hampir 40 tahun. Selain itu, tulisan Arab telah lama digunakan sekali gus bersama tulisan Melayu/Jawi. Hal ini dibuktikan dengan mata wang yang digunakan di Patani. Sebelah hadapannya tertulis dengan bahasa Melayu, “Ini pitis belanja di dalam negeri Patani”, manakala di sebelah belakangnya dengan bahasa Arab yang jika diterjemahkan ertinya seperti di atas, tetapi di sebelah bahasa Arabnya ditambah dengan kalimat Sanah 1305.
Mata wang itu dibesarkan tiga kali ganda dari aslinya, maka sebelah yang bahasa Melayunya tertulis, “Duit ini untuk perbelanjaan dalam negeri Patani”, manakala sebelah bahasa Arabnya tertulis kata-kata ‘tahun Masihi 1305’. Tulisan Arab bahasa Melayu pada mata wang Patani tersebut tidak berjauhan tempoh jaraknya dengan Batu Bersurat yang terdapat di Kuala Berang, Terengganu yang bertahun 702 Hijrah atau 1303 Masihi atau 786 Hijrah atau 1398 Masihi.
Dikatakan Kedah menerima agama Islam dibawa oleh seorang mubaligh bernama Sheikh Abdullah bin Syeikh Ahmad bin Sheikh Ja’far Qaumiri dari negeri Syahrir, Yaman. Beliau sampai di Kedah pada tahun 531 Hijrah. Beliau berhasil mengislamkan Sri Paduka Maharaja dan menteri-menterinya.
Aceh termasuk negeri yang pertama diketemui oleh para pedagang Islam yang datang ke wilayah Nusantara tersebut. Di antara penyebar Islam yang terkenal bernama Sheikh Abdullah Arif (di abad ke 12M). Salah satu karya tasawufnya dalam bahasa Arab berjudul, Bahrul Lahut.
Dalam karya klasik karangan Tun Sri Lanang, dalam Sejarah Melayunya yang terkenal itu, bahawa beliau menceritakan kedatangan Sheikh Ismail yang berhasil mengislamkan seorang yang akhirnya terkenal dengan nama Sultan Malikush Shaleh. Islam di Aceh sampai ke puncak kejayaannya di zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Melalui Aceh sehingga negeri Minangkabau menerima Islam, walaupun pada mulanya berjalan agak lambat lantaran pengaruh agama Hindu yang masih sangat menebal. Pada tahun 1440 Masihi, Islam mulai bertapak di Palembang (Sumatera Selatan) yang disebarkan oleh Raden Rahmat. Di Leren Jawa diketemukan batu nisan seorang perempuan bernama Fathimah Maimun bertahun 495 Hijrah atau 1101 Masihi. Kira-kira tahun 1195 Masihi, Haji Purwa iaitu salah seorang putera Raja Pajajaran kembali dari pengembaraannya, lantas mengajak semua keluarga kerajaan supaya memeluk agama Islam. Namun usaha beliau itu gagal. Para penyebar Islam di Pulau Jawa memuncak tinggi dengan sebutan Wali Songo/ Wali Sembilannya, yang terkenal di antara penyebar itu seumpama Maulana Malik Ibrahim yang makamnya di Gersik tahun 1419 Masihi. Pada abad ke-15 Masihi Islam berkembang di Maluku dengan pantas, terkenal penyebarnya bernama Sheikh Manshur yang berhasil mengislamkan Raja Tidore serta rakyat di bawah pemerintahannya. Adapun Sulawesi berdasarkan buku Hikayat Tanah-Tanah Besar Melayu, tanpa nama pengarang, yang diterbitkan oleh Printed at the Government Printing Office, Singapore, Straits Settlement, 1875 dikatakan bahawa yang terakhir menerima Islam ialah bangsa Bugis. Barangkali lebih kurang tahun 1620 Masihi. Tahun 1620 Masihi boleh disejajarkan dengan tahun kedatangan mubaligh-mubaligh penyebar Islam yang datang dari Minangkabau. Dato’ Ri Bandang (Khathib Tunggal Abdul Makmur) telah mengislamkan Raja Tallo I Malingkaan Daeng Manyore dan Raja Goa I Mangarangi Daeng Manrabia, yang memeluk agama Islam pada hari Jumaat 9 Jamadilawal 1015 Hijrah bersamaan 22 September 1605 Masihi. Dato’ Ri Bandang dibantu oleh Raja Goa menyiarkan Islam di Wajo. Beliau meninggal dunia di Patimang negeri Luwu (Indonesia), maka terkenallah beliau dengan sebutan Dato’ Patimang. Penyiar Islam yang seorang lagi bernama Dato’ Ri Tiro. Barangkali Islam masuk di Sulawesi lebih awal dari tahun tersebut di atas. Pada tahun 1412 Masihi, seorang ulama Patani pernah mengembara hingga ke Pulau Buton dengan tujuan menyiarkan agama Islam ke bahagian Timur. Raja Mulae i-Goa menyambut kedatangan ulama itu dengan berlapang dada.
Dikatakan seorang bangsa Arab bernama Sheikh Ali Abdullah yang dahulunya tinggal di Patani, mengislamkan raja Kelantan. Pengakuan Perdana Menteri Kelantan, Haji Nik Mahmud Nik Ismail tentang pertemuan mata wang tahun 577 Hijrah atau 1181 Masihi, tulisan dengan angka Arab, juga tertulis dengan huruf Arab sebelah menyebelah mata wang itu masing-masing dengan Al-Julusul Kalantan dan Al-Mutawakkal 'alallah.Sekitar tahun 1150 Masihi, datang seorang Sheikh dari Patani menyebarkan Islam di Kelantan. Diriwayatkan pula oleh ulama Patani secara bersambung bahawa Islam masuk ke Patani dibawa oleh Sheikh Abdur Razaq dari Tanah Arab. Sebelum ke Patani, beliau tinggal di Aceh hampir 40 tahun. Selain itu, tulisan Arab telah lama digunakan sekali gus bersama tulisan Melayu/Jawi. Hal ini dibuktikan dengan mata wang yang digunakan di Patani. Sebelah hadapannya tertulis dengan bahasa Melayu, “Ini pitis belanja di dalam negeri Patani”, manakala di sebelah belakangnya dengan bahasa Arab yang jika diterjemahkan ertinya seperti di atas, tetapi di sebelah bahasa Arabnya ditambah dengan kalimat Sanah 1305.
Mata wang itu dibesarkan tiga kali ganda dari aslinya, maka sebelah yang bahasa Melayunya tertulis, “Duit ini untuk perbelanjaan dalam negeri Patani”, manakala sebelah bahasa Arabnya tertulis kata-kata ‘tahun Masihi 1305’. Tulisan Arab bahasa Melayu pada mata wang Patani tersebut tidak berjauhan tempoh jaraknya dengan Batu Bersurat yang terdapat di Kuala Berang, Terengganu yang bertahun 702 Hijrah atau 1303 Masihi atau 786 Hijrah atau 1398 Masihi.
Dikatakan Kedah menerima agama Islam dibawa oleh seorang mubaligh bernama Sheikh Abdullah bin Syeikh Ahmad bin Sheikh Ja’far Qaumiri dari negeri Syahrir, Yaman. Beliau sampai di Kedah pada tahun 531 Hijrah. Beliau berhasil mengislamkan Sri Paduka Maharaja dan menteri-menterinya.
Aceh termasuk negeri yang pertama diketemui oleh para pedagang Islam yang datang ke wilayah Nusantara tersebut. Di antara penyebar Islam yang terkenal bernama Sheikh Abdullah Arif (di abad ke 12M). Salah satu karya tasawufnya dalam bahasa Arab berjudul, Bahrul Lahut.
Dalam karya klasik karangan Tun Sri Lanang, dalam Sejarah Melayunya yang terkenal itu, bahawa beliau menceritakan kedatangan Sheikh Ismail yang berhasil mengislamkan seorang yang akhirnya terkenal dengan nama Sultan Malikush Shaleh. Islam di Aceh sampai ke puncak kejayaannya di zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Melalui Aceh sehingga negeri Minangkabau menerima Islam, walaupun pada mulanya berjalan agak lambat lantaran pengaruh agama Hindu yang masih sangat menebal. Pada tahun 1440 Masihi, Islam mulai bertapak di Palembang (Sumatera Selatan) yang disebarkan oleh Raden Rahmat. Di Leren Jawa diketemukan batu nisan seorang perempuan bernama Fathimah Maimun bertahun 495 Hijrah atau 1101 Masihi. Kira-kira tahun 1195 Masihi, Haji Purwa iaitu salah seorang putera Raja Pajajaran kembali dari pengembaraannya, lantas mengajak semua keluarga kerajaan supaya memeluk agama Islam. Namun usaha beliau itu gagal. Para penyebar Islam di Pulau Jawa memuncak tinggi dengan sebutan Wali Songo/ Wali Sembilannya, yang terkenal di antara penyebar itu seumpama Maulana Malik Ibrahim yang makamnya di Gersik tahun 1419 Masihi. Pada abad ke-15 Masihi Islam berkembang di Maluku dengan pantas, terkenal penyebarnya bernama Sheikh Manshur yang berhasil mengislamkan Raja Tidore serta rakyat di bawah pemerintahannya. Adapun Sulawesi berdasarkan buku Hikayat Tanah-Tanah Besar Melayu, tanpa nama pengarang, yang diterbitkan oleh Printed at the Government Printing Office, Singapore, Straits Settlement, 1875 dikatakan bahawa yang terakhir menerima Islam ialah bangsa Bugis. Barangkali lebih kurang tahun 1620 Masihi. Tahun 1620 Masihi boleh disejajarkan dengan tahun kedatangan mubaligh-mubaligh penyebar Islam yang datang dari Minangkabau. Dato’ Ri Bandang (Khathib Tunggal Abdul Makmur) telah mengislamkan Raja Tallo I Malingkaan Daeng Manyore dan Raja Goa I Mangarangi Daeng Manrabia, yang memeluk agama Islam pada hari Jumaat 9 Jamadilawal 1015 Hijrah bersamaan 22 September 1605 Masihi. Dato’ Ri Bandang dibantu oleh Raja Goa menyiarkan Islam di Wajo. Beliau meninggal dunia di Patimang negeri Luwu (Indonesia), maka terkenallah beliau dengan sebutan Dato’ Patimang. Penyiar Islam yang seorang lagi bernama Dato’ Ri Tiro. Barangkali Islam masuk di Sulawesi lebih awal dari tahun tersebut di atas. Pada tahun 1412 Masihi, seorang ulama Patani pernah mengembara hingga ke Pulau Buton dengan tujuan menyiarkan agama Islam ke bahagian Timur. Raja Mulae i-Goa menyambut kedatangan ulama itu dengan berlapang dada.
Pada tahun 1564 Masihi, disusul oleh Sheikh
Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman yang lama menetap di Johor lalu melanjutkan
perjalanannya ke Pulau Buton. Walaupun beliau berasal dari Patani tetapi
dikatakan masyarakat bahawa beliau adalah ulama Johor.
Seorang bangsa Portugis bernama Pinto pernah datang ke Sulawesi Selatan dalam tahun 1544 Masihi, beliau melaporkan bahawa di Sulawesi Selatan telah banyak pedagang Islam yang datangnya dari Johor, Patani dan Pahang. Selanjutnya terjadi perkahwinan para pedagang yang beragama Islam itu dengan penduduk asli sehingga ramai rakyat memeluk agama Islam.
Seorang bangsa Portugis bernama Pinto pernah datang ke Sulawesi Selatan dalam tahun 1544 Masihi, beliau melaporkan bahawa di Sulawesi Selatan telah banyak pedagang Islam yang datangnya dari Johor, Patani dan Pahang. Selanjutnya terjadi perkahwinan para pedagang yang beragama Islam itu dengan penduduk asli sehingga ramai rakyat memeluk agama Islam.
Pada tahun 1565-1590 Masihi, Raja Goa Tunijallo
mendirikan sebuah masjid untuk pedagang Islam itu di sebuah kampong bernama
Mangallekana berdekatan kota Makasar/Ujung Pandang (Indonesia). Di dalam
Hadiqatul Azhar, Sheikh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa Al-Fathani
menyebut Islam masuk ke Sulawesi pada tahun 800 Hijrah, dan raja yang pertama
Islam bernama Lamadasilah (La Meddusala).
Kalimantan (Indonesia) dikatakan menerima Islam
pada abad ke 16M, Raja Banjar yang pertama memeluk agama Islam ialah Raden
Samudera yang menukar namanya kepada Sultan Surian Syah selepas memeluk Islam
dan akhir pemerintahannya ialah pada tahun 1550 Masihi.
Dikatakan sebagai penolong kanannya dalam pemerintahan ialah bernama Masih. Beliau mengambil tempat di pinggir Bandar. Dari perkataan Bandar, lalu dikenali dengan nama ‘Kerajaan Banjar’ dan lama kelamaan menjadi ‘Bandar Masih’ kerana mengambil sempena nama ‘Masih’ dan kini terkenal dengan nama ‘Banjarmasin’. Tetapi huruf ‘h’ ditukar dengan huruf ‘n’.
Di antara ulama Banjarmasin yang paling terkenal ialah Sheikh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari, penyusun kitab Sabilul Muhtadin dan Sheikh Muhammad nafis bin Idris Al-Banjari, penyusun kitab Ad-Durrun Nafis.
Dikatakan sebagai penolong kanannya dalam pemerintahan ialah bernama Masih. Beliau mengambil tempat di pinggir Bandar. Dari perkataan Bandar, lalu dikenali dengan nama ‘Kerajaan Banjar’ dan lama kelamaan menjadi ‘Bandar Masih’ kerana mengambil sempena nama ‘Masih’ dan kini terkenal dengan nama ‘Banjarmasin’. Tetapi huruf ‘h’ ditukar dengan huruf ‘n’.
Di antara ulama Banjarmasin yang paling terkenal ialah Sheikh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari, penyusun kitab Sabilul Muhtadin dan Sheikh Muhammad nafis bin Idris Al-Banjari, penyusun kitab Ad-Durrun Nafis.
Sukadana menerima agama Islam yang dibawa oleh
dua mubaligh bernama Sheikh Syamsuddin dan Sheikh Baraun, mubaligh yang membawa
surat dari Mekah untuk memberi gelaran Raja Sukadana itu dengan Sultan Aliuddin
atau juga digelar dengan nama Sultan Shafiuddin.
Sambas didatangi oleh mubaligh-mubaligh Islam yang paling ramai setelah Portugis menakluk Melaka dan setelah Aceh menakluk Johor. Di antara mubaligh yang sampai sekarang sebagai keramat (disebut keramat Lumbang) bernama Sheikh Abdul Jalil berasal dari Patani.
Ada juga mubaligh berasal dari Filipina, salah seorang keturunannya sebagai ulama besar, iaitu Sheikh Nuruddin kuburnya di Tekarang, Kecamatan Tebas, Sambas (meninggal dunia tahun 1311 Hijrah), Indonesia.
Sambas didatangi oleh mubaligh-mubaligh Islam yang paling ramai setelah Portugis menakluk Melaka dan setelah Aceh menakluk Johor. Di antara mubaligh yang sampai sekarang sebagai keramat (disebut keramat Lumbang) bernama Sheikh Abdul Jalil berasal dari Patani.
Ada juga mubaligh berasal dari Filipina, salah seorang keturunannya sebagai ulama besar, iaitu Sheikh Nuruddin kuburnya di Tekarang, Kecamatan Tebas, Sambas (meninggal dunia tahun 1311 Hijrah), Indonesia.
Pengislaman Sulu dilakukan dengan aman, yang
datang ke sana adalah seorang mubaligh yang berpengalaman sejak dari Mekah, dan
beliau sampai di Sulu pada tahun 1380 Masihi. Nama beliau ialah Syarif Karim
Al-Makhdum.
Selepas Syarif Karim Makhdum datang pula Syarif
Abu Bakar pada tahun 1450 Masihi. Beliau juga dipercayai seorang mubaligh yang
banyak pengalaman dan aktiviti dakwahnya dilakukan sejak dari Melaka, Palembang
dan Brunei.
Selain itu yang agung juga namanya dalam
pengislaman di Filipina ialah Syarif Kebungsuan. Nama asalnya ialah Syarif
Muhammad bin Zainal Abidin yang datang dari negeri Johor. Adapun Syarif Zainal
Abidin itu diketahui adalah keturunan Rasulullah yang menyebarkan Islam di
Johor.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Pernah pada masanya Islam Asia Tenggara tidak dilirik, karena
dianggap terlalu sinkretik dan “menyimpang” dari mainstream Islam di Negeri
asal kelahirannya.
Namun
kemudian ada pergeseran yang signifikan dalam memandang Islam di Asia Tenggara.
Sejak era 80an, banyak sarjana yang mulai memandang Islam Asia Tenggara dengan
semestinya. Jika dikaitkan dengan kecenderungan akademik global, berkembangnya area
studies (studi kewilayahan) memberikan peluang bagi Islam untuk dijadikan
bahasan. Selama ini studi keislaman selalu masuk dalam wilayah kajian Timur
Tengah (middle Eastern Studies).
Tetapi Islam Asia Tenggara menjadi pusat perhatian, di samping alasan akademis tersebut, juga dikarenakan mulai “dianggapnya” Islam di Asia Tenggara. Bukan saja karena secara jumlah umat Islam di Asia Tenggara adalah jumlah terbesar di dunia, melainkan karena adanya pengakuan akan kekhasan Islam di Asia Tenggara. Perbedaan manefestasi keagamaan di Asia Tenggara dengan yang ada di Timur Tengah tidak lagi disikapi sebagai sebuah “ketidak murnian, tetapi justru kekayaan budaya keislaman”.
Tetapi Islam Asia Tenggara menjadi pusat perhatian, di samping alasan akademis tersebut, juga dikarenakan mulai “dianggapnya” Islam di Asia Tenggara. Bukan saja karena secara jumlah umat Islam di Asia Tenggara adalah jumlah terbesar di dunia, melainkan karena adanya pengakuan akan kekhasan Islam di Asia Tenggara. Perbedaan manefestasi keagamaan di Asia Tenggara dengan yang ada di Timur Tengah tidak lagi disikapi sebagai sebuah “ketidak murnian, tetapi justru kekayaan budaya keislaman”.
Sinkretisme
Islam bukanlah hal yang tabu, karena ternyata hal itu juga terjadi di wilayah
lain, termasuk apa yang terjadi di Timur Tengah sendiri. Perbedaan manifestasi
keagamaan itu seharusnya dilihat sebagai sebuah cara bagaimana umat Islam di
wilayah tertentu menerjemahkan Islam sesuai dengan realitas budayanya. Dalam
pandangan ini, tulisan Arab Jawi atau pegon sesungguhnya merupakan kekayaan Islam
di wilayah Asia Tenggara, karena menggabungkan antara tradisi agama dengan
tradisi lokal.
Islam
di Asia Tenggara juga dipandang sebagai representasi “lain” yang positif dari
wajah Islam yang banyak digambarkan sebagai “penuh kekerasaan dan sangat
agresif” yang ada di Timur Tengah. Kemampuan Islam di Asia Tenggara untuk
beradaptasi dengan budaya lokal dan dapat menampilkan wajahnya yang ramah dan
toleran menjadi penawar bagi potret Islam yang keras dan agresif tersebut.
Islam di Asia Tenggara memberikan contoh yang baik bagaimana sebuah agama dapat
berkembang dalam masyarakat yang plural dan multi etnis.
B.
saran
Dalam setiap
pembuatan karya Ilmiah pasti ada kekurangan karemna tak ada gading yang tak
retak, dengan demikan saya sangat menggaharapkan saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa, Bandung: CV
Rosada, 1987
Azyumardi Azra,. Renaisans Islam Asia Tenggara, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Mei 2000, cet. Ke-2
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, cet. Ke-3
Hamid A. Rabie, Islam Sebagai Kekuatan International, CV. Rosda Bandung 1985
Azyumardi Azra,. Renaisans Islam Asia Tenggara, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Mei 2000, cet. Ke-2
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, cet. Ke-3
Hamid A. Rabie, Islam Sebagai Kekuatan International, CV. Rosda Bandung 1985
Ash-Shiddieqy,
T.M.H. (1971). Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Hukum
Islam.
Jakarta : Bulan Bintang.
Amin,
Husain Ahmad. 2000. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung:
Remaja
Rosda Karya
A.Syalabi,
2000, Sejarah dan Kebudayaan Islam III.
Jakarta: Al-Husna Zikra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar